Aku rasa kamu tau layaknya aku tau bahwa kita tidak lagi satu. Tidak lagi satu seperti yang dulu-dulu. Tidak lagi mengucap kata rindu dengan malu-malu. Tidak lagi bilang ‘I love you’ sambil senyum seperti waktu-waktu itu. Tidak lagi berpeluk dengan hati sendu sehabis marah-marah karena cemburu. Menurutku kamu terlalu kaku karena kamu membatasi ruang gerakku hanya karena aku perempuan yang nantinya akan menjadi seorang ibu. Menurutku kamu terlampau sering tidak berusaha mengambil hatiku. Menurutku kamu lebih sering jadi seseorang dengan sifat-sifat, yang tidak aku mau. Dan aku murka karena itu.
Aku rasa kamu tidak bahagia layaknya aku yang juga tidak bahagia. Tidak bahagia karena marah dan debat yang selalu ada. Tidak bahagia karena emosi yang senantiasa kita pakai dalam berbicara. Tidak bahagia karena tabungan logika kita terlalu sedikit jumlahnya saat cemburu tiba. Tidak bahagia karena apa yang manusia sebut dengan kesabaran sangat jarang berpihak pada kita. Menurutku kamu perempuan yang terlalu berlebihan dalam urusan cinta. Menurutku kamu sering murka padahal sebenarnya kita baik-baik saja. Menurutku kamu terlalu cerdik untuk mengada-adakan masalah yang sebenarnya tidak ada. Menurutku kamu lebih sering jadi seseorang dengan sifat-sifat, yang tidak aku suka. Dan aku kecewa karena tidak bahagia.
"Aku benci kamu yang selalu menuntut sesuatu yang sebenarnya aku tidak mau".
"Aku benci kamu yang senantiasa mengatur semua yang sebenarnya aku tidak suka".
Aku pikir kamu marah pada dirimu seperti halnya aku yang marah pada diriku karena kita jarang mencapai kata setuju. Karena kita selalu mempersoalkan banyak hal yang sebenarnya tidak perlu. Karena kita lebih kerap mengkritik ini itu daripada memuji ini itu. Karena kita selalu punya alasan untuk saling benci bahkan dalam waktu hanya satu minggu.
Aku pikir kamu kecewa pada dirimu seperti halnya aku yang kecewa pada diriku karena kita jarang punya alasan untuk sama-sama berbahagia. Karena pada awalnya kita begitu naif untuk percaya bahwa waktu mampu merubah semua. Karena sebenarnya kita masih juga berusaha percaya bahwa waktu akan melakukan tugasnya. Karena pada akhirnya kita mendapati bahwa waktu pun ternyata tidak membela kita.
"Aku benci aku yang masih percaya pada kekuatan waktu".
"Aku benci aku yang masih percaya bahwa waktu bisa mengubah semua".
Ini semua mulai tak ada ujung pangkalnya dan buntu, aku tak tau aku harus ke mana dan harus kuapakan waktu.
Ini semua semakin buntu dan tak ada ujung pangkalnya, aku tak paham haruskah aku percaya waktu untuk bersamanya kali kedua.
ternyata mama ubi pernah pada jaman bikin blog masih pakai gayai alay macem aq , hehehe... tp sekarang udah bagus blognya , teruskan....
ReplyDelete