Credit |
Saya pernah berkunjung ke beberapa kawan saya yang sudah memiliki anak yang berusia kira-kira tiga tahun ke atas. Cukup sering saya mendengar bocah-bocah kecil itu meminta maaf pada ibunya.
"Aku ngompol, tadi malas ke kamar mandi. Maaf ya bu.."
"Adek numpahin tehnya bunda. Maafin adek ya bun.."
"Kakak lupa kerjain PR ma. Maaf.."
Ternyata kebiasaan meminta maaf sudah mulai ditanamkan sejak masih kanak-kanak ya. Hmm, menurut saya sih bagus juga. Anak jadi belajar apa yang boleh dan tidak boleh ia lakukan, yang sebaiknya dan nggak sebaiknya ia lakukan, serta belajar konsekuensi dari apa yang ia lakukan. Rasa-rasanya, mencari alasan anak minta maaf gampang sekali ya. Hehehe.
Nah, gimana dengan orang tua? Perlu dan penting juga kah meminta maaf pada anak? Yay or nay?
Menurut saya sih perlu juga orang tua meminta maaf pada anak kalau memang orang tua lupa, lalai, atau berbuat salah pada anak sehingga membuat anak merasa nggak nyaman dan, yang lebih seriusnya lagi, dirugikan. Meminta maaf pada anak juga bisa menunjukkan pada anak kalau orang tua hanya manusia biasa yang nggak luput dari kesalahan. Apologizing to our kids is also a good example for them if we want them to do so when they do something wrong. Ya kan? Kalau kita gengsi meminta maaf pada anak hanya karena kita merasa kita yang lebih tua padahal jelas-jelas kita salah, bagaimana mereka bisa berani mengakui kesalahan mereka juga? Furthermore, dengan kita meminta maaf, anak juga akan belajar bagaimana memaafkan.
Buat sebagian orang tua, meminta maaf pada anak itu sah-sah saja. Tapi, ada juga loh orang tua yang sebisa mungkin menghindari kesempatan untuk meminta maaf pada anak mentang-mentang mereka merasa lebih superior dengan peran atau label orang tua. Saya pernah lihat sih kejadian seperti itu. Makanya saya berani bilang begini. Hehehe. Kejadian yang saya lihat saat itu begini, ibu A menerapkan aturan mematikan lampu kamar mandi setelah kamar mandi selesai dipakai di rumahnya. Setiap kali anak ibu A lupa, yah namanya juga masih anak-anak ya, ibu A selalu marah. Bukan marah yang gimana-gimana sih. Tapi ibu A ini selalu menghujani anaknya dengan pertanyaan dan ucapan seperti, "Kan Mama sudah bilang harus dimatikan toh," "Gimana sih kok bisa lupa?", "Lupa lagi?", atau "Harus berapa kali Mama ingetin kamu untuk mematikan lampu sampai kamu ingat?" Dengan ucapan seperti itu, mau nggak mau anak ibu A jadi meyakini bahwa lupa mematikan lampu kamar mandi itu SALAH. Jangan dilupakan. Harus selalu diingat. Tapi, di lain waktu ibu A lupa mematikan lampu kamar mandi. Sebaiknya apa yang dilakukan ibu A? I honestly think she should apologize. Lha wong anak ibu A selalu harus minta maaf saat ia lupa mematikan lampu kok. But she didn't. She never did. Ibu A santai saja melenggang kangkung. Sangat beda dengan saat anaknya yang lupa, bukan? Dampaknya terasa loh pada anak ibu A, terutama pada sisi psikologisnya. Anak ibu A ini jadi pribadi yang sangat perfeksionis. Ia nggak mentoleransi kealpaan-kealpaan kecil yang sebenarnya nggak bikin rugi-rugi amat. Ia juga jadi tumbuh dengan melihat ibunya sebagai sosok dengan kebenaran yang absolut. Dalam pikirannya, ibunya selalu benar. Ibunya nggak pernah salah. Kalau ibunya salah pun, tetap saja ia nggak bisa disalahkan. Phewh. Anak ibu A ini juga jadi kurang self esteem. Dalam benaknya, apa yang ia lakukan nggak akan pernah cukup untuk membuat ibunya senang. Cukup serius juga ya dampaknya? Padahal itu hanya berasal dari peristiwa sepele....
I do totally agree with the idea of parents saying sorry to their children, tapi nggak semuanya juga. Ada beberapa contoh peristiwa orang tua meminta maaf yang saya nggak setuju karena menurut saya orang tua nggak perlu meminta maaf untuk situasi tersebut. Coba dibandingkan saja ya beberapa situasinya, antara yang (menurut saya) perlu dan nggak perlu minta maaf pada anak. :D
Situasi A
Mama janji pada Zalma untuk mengajak Zalma jalan-jalan pukul 5 sore. Sampai jam 5 sore, Mama belum pulang dari acara arisan komplek, padahal biasanya arisan selesai pukul 4 sore. Mama minta maaf pada Zalma.
Situasi B
Bunda janji pada Ari untuk memberi hadiah sepatu baru kalau Ari jadi juara 1 di kelas. Ternyata Ari juara 1. Sampai seminggu setelah pengambilan rapor, Ari belum mendapat sepatu baru yang dijanjikan Bunda. Bunda lupa. Bunda minta maaf pada Ari.
Situasi C
Seharian Mami nggak mengajak Nora bermain karena Mami terlalu asyik chatting dengan kawan SMA di Facebook padahal Nora sudah berkali-kali memanggil Mami. Mami minta maaf pada Nora.
Situasi D
Joni harus ke dokter gigi karena giginya akan dicabut. Joni ketakutan sekali karena buat Joni gigi dicabut itu sakit. Setelah dicabut, benar saja, Joni menangis kesakitan. Ibu nggak tega melihat Joni menangis. Ibu minta maaf pada Joni.
Situasi E
Di rumah Lily diberlakukan peraturan kalau Lily nggak boleh berlarian di tangga karena itu berbahaya. Lily masih berusia 5 tahun dan ia belum mengerti benar konsep bahaya. Kalau Lily tetap bersikeras berlarian di tangga setelah 3 kali diingatkan, Lily akan didudukkan di thinking chair dan diberi time out selama 5 menit. Itulah cara yang disepakati Papa dan Mama untuk mendisiplinkan Lily. Hari itu Lily nekat berlarian di tangga sampai hampir jatuh, padahal sudah diingatkan sebanyak 3 kali. Akhirnya Lily didudukkan di thinking chair. Setelah 5 menit berlalu, Mama mengajak Lily keluar dari kamar yang berisi thinking chair. Lily ngambek. Mama minta maaf pada Lily.
Situasi F
Wawan suka sekali bermain dengan mainan temannya, padahal ia sudah punya mainan sendiri. Nggak jarang Wawan sampai merusakkan mainan temannya. Siang itu Wawan tertangkap basah membanting mainan temannya sampai rusak. Lalu Ibu Wawan mengajak Wawan pulang dan mengingatkan Wawan supaya ia nggak lagi merusakkan mainan temannya. Wawan menangis, nggak bisa terima. Ibu minta maaf pada Wawan.
Buat saya, di situasi A, B, dan C, orang tua memang perlu dan sebaiknya meminta maaf. Situasi A dan B menunjukkan orang tua nggak menepati janji. Wajar sih lupa, namanya juga manusia. Tapi, tetap saja janji adalah sesuatu yang sebaiknya ditepati. Apalagi anak-anak adalah pengingat janji yang kuat, terutama kalau janjinya datang dari orang tua mereka. Orang tua di situasi C, menurut saya, juga perlu minta maaf. Landasannya apa, saya juga bingung. Hehehe. Tapi, setiap kali saya agak mengabaikan Ubii hanya karena scrolling timeline atau blogwalking, I do feel guilty. Rasanya kok saya mengecewakan Ubii, toh saya masih bisa utak-atik gadget saat Ubii tidur. Hihihi. Situasi C ini sering banget terjadi sih sebenarnya. *curcol mode: ON* Social media does have a huge magnet, I'd say. Maaf ya, Ubii. :'))
Then, what about situation D, E, and F? Menurut saya sih sangat amat nggak perlu sekali orang tua minta maaf pada anak di tiga situasi tersebut. Saking nggak perlunya sampai jadi lebay kan ngutarainnya. Hehehe. Untuk apa orang tua meminta maaf di situasi D? Merasa nggak tega melihat anak menangis kesakitan, buat saya, bukan berarti kita harus minta maaf. Apa itu salah kita sebagai orang tua? NO. Cabut gigi memang perlu untuk Joni untuk alasan kesehatan. Mana ada cabut gigi yang sama sekali nggak cekit-cekit? Lagipula, anak perlu tau dan belajar tentang rasa sakit. Itulah kehidupan kan, ada enak dan sakit, senang dan sedih. Anak-anak juga perlu tau itu. Makanya saya nggak pernah minta maaf melihat Ubii yang kesakitan dan nggak nyaman saat menjalani fisioterapi atau mewek nangis bahkan sampai muntah ketika saya cekoki obat rutin. Karena itu untuk kebaikan dan kesembuhan Ubii. Kalau Ubii mau sembuh, ya harus rela bersakit-sakit menjalani prosesnya. There's always a price to pay, right? Di kacamata saya, orang tua juga nggak perlu minta maaf di situasi E. Satu, karena melarang Lily berlarian di tangga itu benar. Yah daripada jatuh dan kepalanya bocor? Dua, karena anak-anak belum terlalu paham konsep bahaya hanya dengan kata-kata bernada melarang sehingga real action perlu diambil. Tiga, supaya anak-anak juga bisa belajar memahami bahwa ada konsekuensi dari sesuatu. Siapa sih yang suka dilarang-larang? Apalagi anak-anak. Tapi jika larangan itu beralasan sehingga ada konsekuensi yang harus dibayar (yaitu duduk di thinking chair), then so be it. Dari mana anak-anak belajar disiplin kalau nggak belajar mengenal konsekuensi terlebih dulu? Lagipula mendisiplinkan anak mempunyai efek jangka panjang. Masa iya anak-anak bisa disiplin di sekolah kalau di lingkunag pertama mereka, which is di rumah, mereka nggak disiplin? Situasi F apalagi. Menurut saya orang tua jangan sampai minta maaf di situasi F. Jelas alasannya ya. Lha wong anaknya merugikan orang lain kok, ya wajar kan kalau diingatkan? Terus kalau mereka menangis ketika diingatkan atau dilarang, kita yang minta maaf? A big NO. Kalau kita malah minta maaf, mana mungkin anak benar-benar sadar kalau merusak mainan anak lain itu salah?
Tapi itu cuma pendapat pribadi saja loh ya. *senyum manis*
Nah, ada cara-cara untuk minta maaf pada anak nih yang saya kulik dari sini. Siapa tau bisa memberi pencerahan pada kita dalam ritual meminta maaf pada si kecil. Jreng jreng, ini dia:
- Mengaku salah. Sadari Anda telah berbuat salah. Mengaku salah merupakan salah satu faktor penting ketika minta maaf.
- Katakan “maaf” bahwa Anda bersalah dan bertanya apakah anak mau memaafkan, mempermudah Anda mengungkapkan penyesalan.
- Tepat sasaran. Katakan maaf Anda secara langsung dan dalam kalimat yang tidak berbelit-belit.
- Tenang. Meminta maaf dalam keadaan emosi percuma saja. Kalau Anda belum bisa tenang, katakan pada anak bahwa Anda butuh waktu untuk sendiri.
- Jangan berlebihan. Mintalah maaf karena Anda memang bersalah, bukan karena Anda berusaha menerapkan disiplin atau hukuman yang wajar atas kesalahannya.
- Tak perlu menyalahkan. Jangan balik menyalahkan anak hanya untuk membenarkan sikap Anda. Sama saja Anda tidak minta maaf, melainkan menyalahkannya.
- Tulus ketika minta maaf. Anak tahu ketika Anda membohonginya.
- Evaluasi bersama anak, dan lihat kembali bagaimana Anda bisa menyelesaikan masalah itu dengan baik serta sepakati cara yang akan dilakukan bila masalah yang sama terjadi lagi.
- Ajarkan cara menjawab permintaan maaf dari orang lain. Anak perlu tahu dengan kalimat “Ya, Bunda maafkan kamu,” berguna untuk mengajarkan anak memaafkan kesalahan orang lain.
Bagaimana menurutmu? Yay or Nay? Apa caramu untuk meminta maaf pada anak? :)
Credit |
baca ini jadi inget ibuku mbk,setiap nutup telpon saya kan pasti minta maaf....sama,beliau juga minta maaf ke saya,kadang haru juga... ^^
ReplyDeletePenting bgt dong... Kita sbg ortu jg bisa salah jd ga boleh malu ato gengsi mnt maaf. Selain itu contoh jg buat anak kita.. Kl ga da contoh anak jg males minta maaf :)
ReplyDeletemenurut saya "maaf", "tolong", dan "terima kasih" itu penting banget diajarkan pada anak sejak dini.. caranya, dengan orang tua memberi contoh dalam kehidupan sehari2.. ketika interaksi antara orang tua dan anak itulah saat belajar yang tepat..
ReplyDeletetetapi kalau seperti ilustrasi D, E, F saya juga ga setuju mak kalo ortu minta maaf.. hehe
tapi hanya sedikit orang tua yang punya jiwa seperti itu, meminta maaf kepada anaknya hehe.
ReplyDeleteiya, orang tua yg minta maaf kepada anaknya seperti fenomena yg sangat langkah, padahal itu disarankan. jgn malu minta maaf pd anak jika telah berbuat kesalahan :}
ReplyDelete@Mak Hana: Mak :')) Aku pengen deh bisa kayak gitu sama Mama... :')
ReplyDelete@Momtraveler: Nah, setuju! :D
@Mrs. Amidy: Ilustrasi D, E, F itu sering banget aku liat mbak. Gerah juga liatnya, walau sebenernya aku sadar betul itu bukan ranah urusanku. Kegerahan itu ended up jadi tulisan ini deh :p
@Mak Titis: Betul! Mama ku pun hampir nggak pernah minta maaf, kecuali kalau aku dah mewek bombay :p
@Gustian: Iya mbak, setuju. Ah, harusnya mamaku lihat komentar2 ini :'))
Eeeh, saya ini termasuk produk dari orang tua yg kurang tepat meminta maaf. Ibu saya kalo habis marah habis2an thd adek saya -dan dasar adek saya itu lebih pinter bertampang memelas- trus meminta maaf begitu emosinya mereda. Naaah tapi kalo melakukan hal2 yg mengecewakan, seperti telat menjemput -sampai manusia terakhir sudah pulang-, tidak bisa datang mendampingi saat persiapan wisuda, dan hal2 smcm itu, tidak pernah meminta maaf dan selalu meminta kami lah yg harus memaklumi.
ReplyDeleteTernyata itu menjadi bekal yang mnrt saya sangat bagus utk diingat2 ketika akhirnya punya anak sendiri. Membaca tulisan ini saya pun senyum2 sendiri. Rupanya ibu saya tidak sendirian di alam semesta ini hehe....
@Mbak With (punten namanya siapa yah? Belum kenalan kitah ya?): Mama-mama kita setipe yah berarti? Hihi. Mungkin dulu dididik keras sama nenek-nenek kita yah mbak :'))
ReplyDeletePerlu banget orang tua kalau salah dengan anaknya ya meminta maaf ke anaknya. Tapi kalau salah lho ya.. ada juga Mom, orang tua yang selalu meminta maaf ke anaknya. Misalnya, nggak bisa cari celana kesukaan anaknya, dia minta maaf, air mandi anaknya nggak pas panasnya, dia minta maaf, anaknya nangis karena jatuh atau sebab yg bukan karna dia, dia yg minta maaf.
ReplyDeleteKalau menurut saya, minta maaflah sewajarnya saja. Dan sebagai seorang ibu juga harus tahu kapan minta maaf dan ekspresi minta maaf yang baik ke anaknya.
Setujuuu banget, Mak. Aku jujur, rada gemes liat yang kayak gitu :v
Delete