Puji syukur, tulisan ini diapresiasi sebagai
Juara I Lomba Blog - Festival Buku Indonesia 2014
2 Juli 2014, Gedung Wanitatama Yogyakarta
***
Sering sekali ada festival buku di kota berhati nyaman ini, Yogyakarta. Biasanya saya selalu datang, apa lagi kalau bukan untuk memborong buku-buku yang memang menawarkan diskon yang sangat lumayan. Hehehe. Maklum
Tahun ini saya lebih update daripada sebelumnya loh karena saya selalu mengikuti Twitter dan Fan Page Festival Buku Indonesia 2014. Dari media sosial mereka, saya jadi tau apa saja kegiatan yang ada di festival ini. Wah, macam-macam. Ada diskusi umum, bedah buku, wisata buku, live performance, stand up comedy, dan berbagai macam lomba untuk anak-anak. Info itu saya lihat di pamflet yang dipublish online di media sosial seperti ini, lengkap dengan tanggal-tanggalnya:
Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, kali ini saya nggak hanya datang sebagai pengunjung. Ehem. Yes, saya juga datang sebagai narasumber di acara bedah buku yang diadakan karena buku saya yang berjudul Letters to Aubrey baru saja diterbitkan oleh penerbit Stiletto. Hore.
Saya pengen cerita tentang acara bedah buku saya, Letters to Aubrey, ya. Bedah buku saya diadakan di hari Jumat, 27 Juni 2014 pukul 18.30. Sesiangan notifikasi di Twitter saya berbunyi terus. Kirain siapa sih kok sampai ada mention lebih dari 20. Tumben! Hihihi. Ternyata mention-mention itu datang dari @FestivalBukuIND yang membagikan kabar tentang acara bedah buku saya sambil menyertakan pamflet online nya.
Jujur, saya senang sekali melihat panitia Festival Buku Indonesia 2014 yang sangat giat mempromosikan kegiatan di hari Jumat lalu. Jelas saja saya ikut senang karena hari itu kan saya mau dibedah. Hihihi. Nggak tanggung-tanggung loh promosinya karena @FestivalBukuIND juga mention akun-akun dengan banyak followers seperti @Jogja Student, @jogjaviewnet, @JogjaUpdate, @twitUGM, @twitUNY, and many more. Two thumbs up deh untuk kegigihan panitia! :))
Syukurlah, Jumat petang cuaca cerah. Nggak hujan, nggak badai, nggak tsunami. *lebay* Sebelum acara bedah buku Letters to Aubrey dimulai, panitia berkali-kali memperkenalkan buku nya lebih dulu supaya pengunjung juga kenal tentang apa sih buku saya itu. MC membacakan sinopsis dan testimoni dari Om Andy Noya. Nggak ketinggalan, MC sangat luwes dan grapyak mengajak para pengunjung yang sedang berada di dalam pameran atau di stand makanan untuk ikut bergabung di panggung bedah buku. Thank you MC dan panitia. :)
Sebelum maju, saya didaulat PimRed Stiletto untuk membacakan salah satu surat yang ada di dalam buku Letters to Aubrey. Dan inilah surat yang saya bacakan. *Sstt, bocoran nih*
Dear Ubii,
Maaf, Mami nggak bisa menunggu lebih lama lagi untuk melihat Ubii aktif dan merespons suara. Mami sedikit memaksa dokter untuk memberi surat rujukan guna melakukan tes BERA pada Ubii. Skor di hasil tes BERA Ubii menunjukkan angka 105 dB. Itu artinya Ubii baru bisa mendengar suara yang sangat keras seperti suara pesawat terbang atau mesin pemotong rumput. Bayangan-bayangan negatif langsung muncul di pikiran Mami. Bagaimana Ubii bisa bertahan nanti? Bagaimana jika Ubii diejek teman-teman Ubii? Apa Ubii harus selamanya hidup di dunia yang sunyi? Bagaimana jika nanti Ubii kesepian? Bagaimana jika Ubii ketakutan? Apa kita tidak bisa bernyanyi bersama? Buat apa lagi Mami menyanyikan lagu untuk menidurkan Ubii? Buat apa lagi Mami memanggil nama Ubii? Untuk apa Mami menutup pintu pelan-pelan dan berjalan mengendap-endap ketika Ubii tidur? Ubii tidak bisa mendengar semua itu. Hancur hati Mami. Mami menangis saat itu juga di hadapan dokter dan perawat. Papi hanya diam. (Letters to Aubrey, hal. 31)
Setelah saya selesai membacakan sedikit penggalan surat dalam Letters to Aubrey itu, moderator dari Stiletto yaitu Mbak Weka memanggil saya untuk maju dan memperkenalkan saya. And the question and answer session started. Woohoo. Pertama-tama Mbak Weka memberikan pertanyaan-pertanyaan, kemudian disusul dengan pertanyaan dari beberapa pengunjung. Kurang lebih ini dia obrolan di acara bedah buku Letters to Aubrey:
Question (Q): Sebenarnya TORCH itu apa sih dan mengapa berbahaya untuk ibu hamil?
Answer (A): TORCH adalah singkatan dari Toksoplasma, Others, Rubella, Cytomegalovirus (CMV), dan Herpes. TORCH ini bisa menyerang siapa saja, tapi memang akan jauh lebih bahaya kalau menginfeksi ibu hamil karena bisa menembus ke plasenta sehingga janin pun akan ikut terinfeksi. Penularan TORCH sendiri macem-macem. Untuk Toksoplasma bisa disebarkan lewat kotoran kucing dan konsumsi sayuran atau daging yang kurang matang. Untuk yang lainnya, bisa lewat hubungan seksual, cairan tubuh penderita seperti ingus, air liur, dan air seni.
Q: Gimana bisa ada ide untuk membuat blog Letters to Aubrey yang akhirnya menjadi buku ini?
A: Awalnya cuma karena saya pengen merasakan bisa ngobrol sama Ubii. Tapi itu kan belum bisa saya lakukan karena Ubii ada gangguan pendengaran sangat berat sehingga belum bisa diajak berkomunikasi. Makanya akhirnya saya tulis surat di blog Letters to Aubrey saja biar bisa seolah lagi ngobrol sama Ubii. Juga supaya Ubii bisa tau waktu dia kecil, dia ngapain aja sih. Semacam kenang-kenangan untuk Ubii, gitu.
Q: Pasti ada rasa sedih ya saat pertama kali mengetahui keadaan Ubii. How can you handle that?
A: Hmm.. Saya mikirnya gini.. Kelak, saya ingin Ubii jadi anak seperti apa sih? Apa saya pengen Ubii jadi anak yang lemah, lembek, dan nggak optimis? ENGGAK. Saya nggak pengen Ubii begitu. Sebaliknya, saya pengen Ubii jadi anak yang kuat, optimis, dan bisa survive di tengah kondisinya. Kalau saya pengen anak saya kuat, ya saya harus contohkan itu dong. Ubii nggak akan bisa jadi anak yang kuat kalau ibunya sendiri nggak optimis dan gampang jatuh. Itu awalnya kenapa saya akhirnya bisa optimis dan lebih santai.
Q: Awalnya gimana sehingga bisa menerbitkan buku Letters to Aubrey ini? Apa dari awal memang ingin blog Letters to Aubrey diterbitkan?
A: Wah enggak sama sekali. Awal ngeblog nggak berani berpikir dan bermimpi seperti itu karena seperti yang saya ceritakan, saya ngeblog hanya karena pengen bisa seolah sedang ngobrol sama Ubii. Nah suatu hari saya lihat tweets Stiletto sliweran di timeline saya. Saat itu Stiletto ngetweet tentang genre buku mereka yaitu Momlit dan bertanya ke followers nya apa ada ibu yang suka menulis lewat blog. Dari situ saya memberanikan diri untuk menghubungi Stiletto dan menceritakan tentang blog Letters to Aubrey. Saya tanya kira-kira blog Letters to Aubrey ini layak nggak ya kalau dijadikan buku. Eh, ternyata gayung bersambut. Puji Tuhan.
Terus, Mbak Weka memanggil Mbak Dewi, PimRed Stiletto yang berperan besar dalam membidani buku Letters to Aubrey. Sesi tanya jawab berlanjut bareng Mbak Dewi juga.
Q: Mengapa Stiletto akhirnya memutuskan untuk menerbitkan buku Letters to Aubrey?
A: Awalnya ya seperti yang diceritakan Grace. Dia cerita kalau punya blog lalu saya mengintip blognya. Ternyata isi blognya sangat inspiratif. Walau formatnya seperti curhatan, tapi ada informasi dan hal positif yang bisa didapatkan setelah membacanya. Jadi Stiletto nggak punya alasan untuk nggak menerbitkan Letters to Aubrey.
Q: Bagaimana proses editing Letters to Aubrey? Apa ada kesulitan mengedit naskah yang format awalnya adalah postingan blog? Apa ada beda pendapat dengan penulis Mbak Ges?
A: Ada banget terutama dari segi bahasa karena Grace banyak menuliskan surat dengan Bahasa Inggris di blognya dan Bahasa Inggris yang dipakai bukan kata-kata percakapan sehari-hari yang sudah lazim didengar orang. Jadi ya harus disesuaikan dan banyak surat yang perlu diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dulu. Terus sempat 'cekcok' sama Grace juga karena ada beda pendapat mana surat yang perlu dan nggak perlu untuk dimasukkan dalam buku. Grace nya suka ngeyel. Hahaha.
Hiks, saya dibilang suka ngeyel. Ergh.. Setelah sesi tanya jawab itu, Mbak Weka membuka kesempatan dari pengunjung bedah buku untuk melontarkan pertanyaan. To my surprise, semua penanya adalah laki-laki! Hihihihi.
Q: Gimana ya Mbak supaya saat kita menulis itu kita bisa membuat pembaca terhanyut? Kan kadang kita pengennya nulis cerita sedih tapi pembaca nggak merasakan kesedihan kita. Lalu, Mbak Grace saat menulis di blog itu mengalir saja atau dipikirkan dulu pemilihan katanya?
A: Jawaban saya klise banget nih Mas. Menurut saya, asal kita menulis dari hati maka tulisan kita akan menjadi enak dibaca. Hehehe. Kalau saya biasanya membangun mood dulu. Misalnya, saya suka minum kopi. Nah biasanya sebelum menulis, saya menyeduh kopi dulu. Ngopi-ngopi dulu sampai moodnya bagus baru deh nulis. Kalau untuk nulis di blog, biasanya saya mengalir aja. Nggak saya pikirkan diksinya. Saking mengalirnya, makanya kadang saya nggak sadar kalau saya memakai kata-kata dalam Bahasa Inggris yang nggak gampang dipahami. Hehehe.
Q: Menurut saya buku ini bukan hanya cocok dibaca oleh para ibu. Saya sendiri sebagai seorang bapak merasa perlu membaca buku ini supaya saya juga tahu tentang TORCH. Nah, Mbak Grace, maaf kalau pertanyaan saya cukup banyak. Saya pengen tanya apa yang Mbak Grace lakukan setelah mengetahui kondisi Ubii? Apa langsung cari dokter atau malah cari referensi di internet dulu tentang Rubella? Lalu bagaimana Mbak Grace mengatasi rasa sedih pada awalnya? Terus tadi Mbak Grace berkata biaya mencegah lebih murah daripada mengobati ya, memang biaya pengobatannya berapa? Bisa kah memberi gambaran sedikit? Saya jadi kasihan gimana kalau ada keluarga yang kurang mampu, padahal screening TORCH kan mahal.
A: Syukurlah kalau buku ini dirasa juga cocok dibaca oleh para ayah ya. Hehehe. Setelah saya mengetahui Ubii terkena Rubella, saya segera mencari dokter yang saya pikir bisa mendukung kesembuhan Ubii dan ternyata itu nggak gampang. Ceritanya juga saya tuliskan di buku Letters to Aubrey. Setelah saya berhasil ketemu dengan dokter yang tepat, saya banyak berdiskusi dan berdialog dengan beliau supaya saya makin memahami TORCH dan khususnya Rubella. Sambil baca-baca dari internet juga sih. Hehehe. Kalau waktu pertama kali saya down, saya nitip Ubii di Eyangnya. Lalu saya mengambil waktu sendiri, melakukan apa yang saya suka supaya nggak stress dan saya nanya sama Tuhan apa benar Dia yakin saya bisa dipasrahi Ubii. Lalu saya seperti teryakinkan bahwa jika Dia sampai memberikan Ubii dengan kondisinya yang spesial ini pada saya, berarti Ia yakin saya mampu. Makanya saya jadi optimis lagi. Untuk biaya pengobatan memang lebih mahal berkali-kali lipat, Pak. Biaya pencegahan dengan screening TORCH hanya 2,5 juta. Saya sebut 'hanya' karena saya bandingkan dengan biaya yang harus kami keluarkan untuk berobat. Alat bantu dengar Ubii saja (sepasang) sudah bisa untuk membeli 2 buah motor matic. Belum lagi biaya fisioterapi 720.000/bulan, konsultasi dokter 150.000/bulan, obat 200-300.000/bulan. Kalau ada tes yang perlu dilakukan berarti biaya nambah lagi. USG jantung sekitar 500.000, CT Scan 1,5 juta, tes pendengaran 900.000, dan lain-lain. Jadi terasa kan kalau lebih baik keluar uang 2,5 juta untuk mencegah. Untuk biaya screening TORCH, memang masih terasa mahal. Tapi syukurlah, bulan Februari kemarin, sudah ada advokasi ke Gubernur DIY untuk subsidi screening TORCH. Doakan saja supaya usaha kami ini berhasil ya, Pak.
Q: Saya ndak mau nanya sebenernya. Saya cuma mau cerita sedikit bahwa skripsi saya kemarin adalah tentang anak berkebutuhan khusus. Saya yang ndak mengalami punya ABK saja merasakan sendiri bagimana perjuangan berinteraksi dengan mereka. Apalagi Bu Grace. Saya cuma mau angkat jempol untuk Bu Grace. Semoga Bu Grace selalu sabar. Yakin saja pasti Tuhan menciptakan segala sesuatunya dengan kekurangan dan kelebihan. Mungkin anak Bu Grace memiliki kekurangan, tapi saya yakin ia juga akan memiliki kelebihan-kelebihan.
A: Amin. Terima kasih Pak.
Q: Apakah pesan Mbak Grace pada ibu-ibu lain yang memiliki anak berkebutuhan khusus supaya bisa tetap semangat dan hal positif apa yang Mbak Grace rasakan dengan keadaan Aubrey?
A: Simple aja. Gini, anak berkebutuhan khusus biasa disebut dengan special need kids ya, atau anak luar biasa. Tapi, konteks 'luar biasa' di sini kan negatif karena mengacu pada kekurangannya. Nah marilah kita membuat kata 'luar biasa' ini memiliki konotasi yang positif. Mari kita tunjukkan anak-anak kita itu luar biasa karena misalnya ia selalu optimis, ia mau selalu berjuang, ia nggak gampang jatuh, dll. Tapi, bagaimana mungkin anak kita bisa luar biasa kalau kita tidak menjadi ibu yang juga luar biasa bagi mereka? Maka dari itu, mari kita jadi ibu yang luar biasa. Hal positif yang saya rasakan dari Aubrey adalah dengan keadaannya seperti ini, Aubrey bisa membuat saya lebih terpacu untuk lebih baik. Aubrey bisa membuat saya berusaha untuk menjadi orang yang bermanfaat.
Itu adalah pertanyaan terakhir dalam sesi tanya jawab. Setelah itu, Mbak Weka selaku moderator memberi kesempatan pada saya untuk membacakan sebuah surat lagi. Kali itu, saya memilih membacakan surat untuk Zoey, teman seperjuangan Ubii yang sudah berpulang ke sisi-Nya. Surat ini saya buat untuk mengenang Zoey dan tentunya atas izin dari Mama dan Papa Zoey. Begini penggalan suratnya:
Dear Ubii,
Di surat Mami kali ini Mami pengen cerita tentang Zoey, teman seperjuangan Ubii yang sekarang sudah menjadi malaikat kecil di surga. Mami ingin Ubii kenal Zoey walau hanya melalui surat kecil ini.
Perjuangan Zoey dan Mama Zoey lebih besar daripada perjuangan kita, Ubii. Zoey nggak hanya terinfeksi Rubella, tapi juga CMV dan Toksoplasma. Perjuangan Zoey dimulai sejak ia dilahirkan. Zoey harus dirawat NICU selama satu bulan karena mengalami trombositpenia (kekurangan trombosit) dan sesak napas. Setelah Zoey boleh pulang ke rumah, Mama Zoey mulai mengusahakan pengobatan untuk dampak-dampak dari Toksoplasma, Rubella, dan CMV pada Zoey. Virus dan parasit jahat itu membuat Zoey terkena retinopati, kebocoran jantung, dan gangguan pendengaran.
Belum tuntas semua usaha penyembuhan itu, Zoey mengalami sesak napas lagi saat berusia tiga bulan. Hasil radiologi Zoey menunjukkan adanya pembesaran limpa dan jantung. Kekebalan tubuh Zoey juga menurun. Dokter menduga itu disebabkan oleh infeksi CMV Zoey yang cukup tinggi sehingga trombosit dan hemoglobin Zoey naik turun nggak menentu.
Zoey harus dirawat lagi di ICU. Selama di ICU, Zoey memakai ventilator untuk membantunya bernapas. Ia hanya mendapat asupan makanan dari infus. Zoey dirawat di ICU selama hampir satu bulan hingga akhirnya dipercaya Tuhan untuk menjadi malaikat kecil yang cantik. Di akhir usianya, Zoey berjuang dengan kekebalan tubuh dan trombosit yang terus menurun. Zoey berjuang di saat-saat terakhirnya dengan trombosit yang hanya di angka 7 dari batas minimal 150.000. Zoey nggak berhenti berjuang sampai trombositnya ada di angka 0.
Zoey keren ya, Ubii. Semangat Zoey luar biasa. Mami harap semangat Zoey bisa diteruskan oleh Ubii.
Dear Zoey,
Apa kabar? Tante Grace belum kesampaian bertemu dengan Zoey, ya. Zoey pasti betah, ya, di sana? Mungkin sekarang Zoey sedang bermain cilukba bersama malaikat lainnya. Selamat bahagia di sana, ya, Zoey Diarra Fahnudi. (Letters to Aubrey, hal. 170-174)
*maaf jadi mewek lagi* *tarik napas*
Yes, itu lah surat saya untuk Zoey. Selanjutnya, kami menawarkan kesempatan untuk pengunjung yang mau membacakan sepenggal surat yang ditulis oleh suami saya alias Papi nya Ubii dari buku Letters to Aubrey. Sebenernya Papi Ubii rencananya mau datang tapi berhubung nggak ada yang bisa jagain Ubii, dia jadi batal datang deh. Hiks. Tapi nggak apa-apa. Hihihi. Akhirnya ada pengunjung yang voluntarily membacakan surat dari Papi Ubii daaann.... ada gift untuk kamu, Mas. Terima kasih ya! :))
And, that's a wrap! Selesai juga acara bedah buku Letters to Aubrey. Setelah itu, tentunya foto-foto dong. Hihihi.
Dan jangan lupa serbu buku Letters to Aubrey ya, kenapa? Karena, Juli nanti *eh bentar lagi dong* bakal ada LETTERS TO AUBREY GIVEAWAY! Yiipie! *heboh sendiri* *maklum giveaway pertama di blog Ubii nanti* *ngikik manja*
Mumpung Festival Buku Indonesia 2014 masih ada sampai tanggal 3 Juli 2014, mampir aja ke stand Stiletto Book. Lebih asyik kan kalau dapat diskon? *tetup*
Overall, that was a hell of happy and precious moment. Thank you Festival Buku Indonesia 2014 yang sudah kasih kesempatan untuk bedah buku Letters to Aubrey! Sukses selalu ya. :)
PS: Buat yang pengen tau hari ini dan besok-besok ada acara apa aja di Festival Buku Indonesia 2014, langsung aja menuju ke Fan Page atau Twitter @FestivalBukuIND yah. :)