Hijrah ke Jakarta

Wuih, sudah lama banget nih saya nggak menulis sesuatu di blog (atau di mana pun kecuali status Path) yang menuruti suasana dan isi hati banget kayak gini. Beda sama ngeblog zaman kuliah dulu. Dicuekin pacar dikit dan ngambekan, saya langsung curhat di blog. Bahahaha.

Sebenernya saya bingung mau ngasih judul apa. Akhirnya terjudul *halah* Hijrah ke Jakarta ini deh. Sangking blank nya mau milih kata-kata lain. 

Banyak teman yang nanya, "Kok kayaknya serba mendadak gitu sih? Sampai nggak perpisahan dulu atau apa." Percayalah. Ini memang mendadak. Hahaha. Efek suami resign dari kantornya, saya jadi lupa tanggal lupa hari. Astaga... Jadi bener-bener baru kemarin (Rabu, 3 Juni 2015) kami packing. Dari enol. Dari mulai beli kardus, itu baru baru kemarin. Buat saya yang tipe orang maunya jauh-jauh hari - ini sungguh rekor baru.

Kelar baru jam 1.15 AM -_-

Ini yang diangkut pake mobil. LOL.

Banyak teman yang nanya, "Emang ngapain hijrah ke Jakarta? Pengen jadi orang ibu kota ya?" Percayalah. Enggak. Nggak kepengen sama sekali. Alasan klasik, jiper liat macet. Alasan sebenarnya, saya nggak bisa bangun pagi - nanti nggak bisa ngalahin macet dong. Pret. Alasannya tidak lain dan tidak bukan adalah untuk Ubii. Saya sudah cerita panjang lebar banget di blogpost sebelumnya. Jadi, langsung capcus ke sini saja yah.

Baca:

Ujian Bernama Implan Koklea

Persiapan Sebelum Operasi Implan Koklea (1)

Banyak pihak yang nanya, "Serius, Adit sampai resign?" Ya iyalah serius. Saya belum delusional (semoga jangan sampai). Keputusan ini ditanggapi positif dan negatif. Yang positif ya kurang lebih, "Salut, apapun demi anak ya. Semoga lancar, broh!" Yang negatif, lumayan bervariasi. Ada yang menanyakan kewarasan kami. Ada yang menjudge kami terlalu grasa-grusu nggak pikir panjang. Ada yang menasihati panjang lebar bahwa, "Hidup itu bukan tentang anak doank kali. You two deserve to have a life, nggak melulu mikirin dan mengorbankan banyak hal buat Ubii."

That person just doesn't know yet that my life equals Ubii dan Ubii equals life. *gombal*

Banyak pihak yang menganggap kami nekat karena Adit sudah keburu resign sebelum dapat kerja di Jakarta. Huehehehe. Kalau itu sih kayaknya emang nekat. Tapi, in my defense, di dalam nekat itu terselip keyakinan bahwa Gusti mboten sare. Kami ke Jakarta untuk anak, untuk ikhtiar yang (semoga) baik. Jadi, pasti lah Gusti bakal buka jalan. Udah itu aja yang saya percayai. Tapi bukan berarti nggak ada usaha sama sekali ya. Satu-dua bulan ini saya makin jarang nongol di media sosial, WhatsApp group, dan blog. Makin meliburkan diri ikut kupdar-kupdar komunitas. Mau tau nggak saya ngapain? Mantengin situs JobStreet cari kerjaan buat Adit. Huahahaha. Selain mantengin situs lowker kayak gitu, saya juga memberanikan diri inbox beberapa teman buat minta kerjaan. Alhamdulillah, nggak ada yang nyantol. Ngehehehehe.

Tapi, bener kan. Gusti mboten sare. Puji syukur, Adit sudah dapat kerjaan sekarang. Baruuuu aja. Tanggal 29 Mei 2015 kemarin baru datang email positifnya. Yeeeeyyyy :)))

Banyak pihak yang mengira kalau kami bakal stay di Jakarta cuma satu tahun, or less. Karena itu yang saya bilang dari kemarin. Cuma pengen stay di Jakarta dalam rangka menghabiskan fasilitas free terapi Ubii yang berlaku selama 12 bulan. Tapi, ternyata, kami habis dapat wejangan yang membuat kami jadi mikir-mikir. Singkatnya, "Try to settle in Jakarta for a couple of years. If you can survive Jakarta, you can survive any other city easily."

I guess that's a point... Besides, ada pertimbangan-pertimbangan lain sih.. Salah satunya, Adit udah terlanjur dapet kerja juga di Jakarta. Sekilas sih sepertinya Adit bakal suka dan menikmati kerja di sana. Kantor Adit yang baru ini, Medic Trust, policy nya asik. They have no problems with employees with tattoos as well. Plus, saya juga suka app nya. Bahahaha. Yang terakhir nggak penting banget ya..

Kesannya kayak no prep at all ya. Saya juga surprised kok kali ini saya bisa se-nggak punya plan kayak gini..

So, here we go. Ini lagi nunggu boarding. Siap nggak siap harus siap. Mantap nggak mantap harus mantap. Yang bikin saya sedih cuma satu. Saya belum sempat ketemu Papa, Mama, dan Adik saya sebelum berangkat ini. Hiks. 

Anyway, I hope it's the right thing to do. Well, I believe it is. After all, a child's future is WORTH every sacrifice, right?

Wish us luck!

*maap ya curhat banget ini*

Ready for new adventure!

Ruang tunggu Bandara Adi Sutjipto Yogyakarta,

6.48 AM