Di postingan sebelumnya, saya menceritakan tentang anak difabel yang memiliki adik dari sisi Kakak Ubii. Maksudnya, saya menceritakan bagaimana reaksi Kakak Ubii terhadap Adik Aiden, ngeh atau nggak nya, dan lain-lain.
Nah, sekarang saya kepengin menceritakan tema yang sama tapi dari kacamata saya dan Adit sebagai orangtua, karena bagaimana pun ini adalah pengalaman baru buat kami.
Memiliki Adik Aiden, yang puji syukur sehat, itu berbeda banget rasanya dengan saat Kakak Ubii dulu. Pengalaman dan rasa nya bedaaaa banget. Ada saja hal-hal baru yang bikin kami amazed dan kompak nyeletuk, "Oh, seperti ini toh tingkah laku bayi pada umumnya" atau "Oh, gini ya rasanya punya bayi sehat."
Hal pertama yang membuat kami amazed adalah tentang pertambahan berat badan Adik Aiden. Sebetulnya Adik Aiden nggak yang gendut-gendut amat. Menurut saya sih biasa saja. Tapi, bagaimana ia konsisten bertambah berat badan nya.. Itulah yang bikin kami takjub karena dulu (bahkan sampai sekarang) berat badan Kakak Ubii suka jalan di tempat alias stuck.
Baca: Tips Menambah Berat Badan Anak
Baca: Tips Menambah Berat Badan Anak
Saat Kakak Ubii masih masa ASI ekslusif pun berat badan nya sedikit-sedikit banget naiknya. Bahkan, dulu saat Kakak Ubii berumur empat bulan sampai tujuh bulan, berat badan nya mandeg di angka 4,7 kg! Saya nggak mungkin salah ingat angka itu karena 4,7 bagaikan angka keramat buat saya. Halah, lebay! Tapi serius, dulu saya stres banget selama empat bulan itu memikirkan bagaimana caranya menaikkan berat badan Kakak Ubii. Padahal Kakak Ubii sudah mulai makan juga saat itu. Mulai dari bubur beras, buah, atau camilan bayi, semua sudah saya coba. Dulu stuck banget sampai berbulan-bulan itu karena memang ternyata Kakak Ubii terkena TB paru (atau lebih sering disebut flek) dan ISK (Infeksi Saluran Kencing).
Baca: Menemukan Pasien TB Yang Ternyata Putriku
Baca: Menemukan Pasien TB Yang Ternyata Putriku
Sekarang Adik Aiden belum genap berumur tiga bulan. Terakhir kali saya menimbangnya pada 20 November 2015 lalu, berat badan Adik Aiden ada di angka 5,4 kg. Jadi saya dan Adit masih suka takjub, "Ya ampun, Aiden dua bulan bisa lebih gede daripada Ubii tujuh bulan" sambil ketawa geli sendiri.
Kiri: Kakak Ubii saat 7 bulan. Kanan: Adik Aiden saat hampir 3 bulan |
Yang lebih bikin kami ketawa-ketawa adalah saat kami iseng-iseng memakaikan baju dan celana Kakak Ubii ke Adik Aiden. Eh, sudah cukuuup! Jadi kompak kembaran deh.
Hal kedua yang bikin saya dan Adit serasa baru pertama kali punya anak adalah respons Adik Aiden terhadap suara-suara yang kami bikin. Adik Aiden suka kaget kalau dengar suara keras. Ia juga sudah mulai ngoceh-ngoceh. Tiga hari-an ini frekuensi ngoceh nya pun makin sering banget. Kalau kami liling (ajak ngomong), ia sudah bisa menunjukkan respons dengan balik mengeluarkan suara-suara. Beda banget kan sama Kakak Ubii yang lempeng-lempeng saja.
Baca: Tentang Anakku, Aubrey
Baca: Tentang Anakku, Aubrey
Karena sudah tiga tahun hidup bersama Kakak Ubii yang mengalami tuna rungu sangat berat sehingga nggak terganggu pada suara apa pun, saya dan Adit sudah terbiasa banget ngomong, cekakak-cekikik, dan nyanyi-nyanyi dengan suara keras. Kami juga sudah terbiasa banget ngapa-ngapain tanpa harus mengendap-endap, tanpa harus berusaha memelankan saat menutup pintu atau apa pun, dan tanpa takut menimbulkan suara tiba-tiba. Alhasil, kami harus beradaptasi dengan Adik Aiden ini. Mendadak kalau ngomong harus bisik-bisik, menutup atau membuka pintu harus pelan-pelan, dan nggak bikin suara mengagetkan di saat Adik Aiden sudah tidur. Termasuk...kalau lagi berantem jadi nggak bisa saling marah-marah keras-keras juga. HAHAHA.
Mungkin itu kelihatannya sepele banget yah, no big deal at all. Tapiii, suer, saya dan Adit perlu waktu beradaptasi kira-kira selama sebulan loh untuk melakukan hal-hal di rumah pelan-pelan dan mengurangi volume suara kami. Karena, ya itu tadi, tiga tahun kami sudah terbiasa ngapa-ngapain tanpa khawatir mengganggu Kakak Ubii. Sekarang sih saya sudah lihai menutup-membuka pintu pelan-pelan. Adit tuh yang masih suka lupa. Tiba-tiba Adit nutup pintu keras, terus Adik Aiden nangis kaget. Saya jadi marah deh karena udah capek-capek nidurinnya. Hahaha.
Hal ketiga yang menjadi pengalaman baru buat kami adalah keaktifan motorik Adik Aiden. Ia bisa menendang-nendang selimut sampai lepas. Ia bisa membuat splash di bak mandi sampai air tumpah-tumpah ke lantai. Ia sudah mulai bisa miring-miring. Ia sudah mulai lebih lama mengangkat kepala saat tummy time. Leher nya sudah mulai kuat. Rasanya... surprised! Sebetulnya ini hal-hal yang biasa yah mungkin untuk sebagian orang. Bayi-bayi sehat lain pasti juga sudah bisa begini. Tapi, beneran, buat kami ini adalah hal baru banget. Ternyata begini rasa nya happy dan takjub melihat progress bayi. Ah... :')))
***
Lalu apa hubungan nya dengan judul Ketika Anak Difabel Memiliki Adik? Hubungannya adalah... Ternyata ketika anak difabel memiliki adik, bukan hanya ia yang perlu proses untuk adaptasi. Ternyata orangtua pun juga butuh adaptasi. Butuh penyesuaian banget karena mengasuh anak difabel dan anak yang normal itu rasanya berbeda.
Baca: Melahirkan Anak Kedua
Baca: Melahirkan Anak Kedua
Kebiasaan-kebiasaan lama seperti teledor karena anak difabel masih beluma aktif ke sana-sini, melakukan kegiatan keras-keras karena anak difabel nggak mendengar, dan lain-lain jelas sudah harus mulai dirubah pelan-pelan. Rasanya jelas bahagia, tapi tetap ada PR adaptasi yang harus diperhatikan.
Yang nggak kalah penting adalah.. membagi rasa dan waktu supaya jangan sampai excitement punya adik yang sehat jadi berlebihan sehingga orangtua fokus ke si adik terus dan mengabaikan si kakak yang difabel. Saya dan Adit juga masih berusaha banget menyeimbangkan semuanya untuk Kakak Ubii dan Adik Aiden. Melihat Adik Aiden lebih aktif sama sekali bukan excuse untuk kami lantas lebih semangat main dengan Adik Aiden terus. Keadaan Adik Aiden yang lebih sehat sama sekali bukan excuse untuk kami kemudian nggak memperhatikan progress Kakak Ubii. Puji syukur, rasa-rasanya sampai saat ini cinta kami untuk Kakak Ubii sama sekali nggak luntur. Justru kami makin semangat juga untuk memperjuangkan progress Kakak Ubii supaya kelak bisa lekas bermain bersama adiknya. Ah, semoga... :'))
Ada kah yang punya pengalaman serupa? Yuk share ^___^
Baca juga Ketika Anak Difabel Memiliki Adik (3) - dari sisi keluarga besar dan ART.
Love,
Ada kah yang punya pengalaman serupa? Yuk share ^___^
Baca juga Ketika Anak Difabel Memiliki Adik (3) - dari sisi keluarga besar dan ART.
Love,
Aku selalu seneng dgr cerit ubi dan aiden. Lucu yah Aiden :)
ReplyDeleteUbii & adik Aiden sehat2 terus yaa :)
ReplyDeletesemangat terus ya mami...
ReplyDeleteseneng baca progres ubi makin ke sini.. sehat2 terus ya gesi dan keluargaaa
ReplyDeleteAdeknya endut banget ya...:) lucu dipakein celana gombrong hehe...
ReplyDeleteAdeknya endut banget ya...:) lucu dipakein celana gombrong hehe...
ReplyDeleteAideeennnnn, wutu anet cih kamooo
ReplyDeleteAideen pipinya tembem. Semangat terus ya mak Ges
ReplyDeleteAiden dan ubii ntar mainnya yang kompak ya..
ReplyDeletebaru pertama ke sini, salam kenal mom, semoga sehat dan bahagia terus ya semuanya :)
ReplyDeletebaca ini jd ga sabar mw cepet2 melahirkan mba :D.. aku jg pgn tau reaksi anakku kalo liat adiknya ntr :)
ReplyDeleteKerasa banget ya Mbak sebelnya kalau pas anak lagi tidur trus ada yang nutup pintu keras-keras.. hihihi.. aku juga suka sebel tuh... :P
ReplyDeleteInformasinya sangat bermanfaat terima kasih
ReplyDelete