Belakangan ini beredar link video buatan Singapore yang berjudul Mums and Maids #igiveadayoff. Video tersebut sudah published sejak tahun lalu sebenarnya dan saya juga sudah lihat sejak lama. Tapi, entah kenapa, baru agak hot di timeline belakangan ini. Dari judul videonya, sudah bisa ketebak yah harusnya. Hestek igiveadayoff mengacu pada kritik bahwa semestinya pengasuh mendapat hari libur atau istirahat yang layak. Ya, nggak?
Video itu berisi semacam simple interview pada beberapa pasang ibu dan pengasuh. Masing-masing ditanya tentang cita-cita anak saat dewasa nanti. Hasilnya, ternyata pengasuh lebih tau cita-cita si anak daripada ibunya. Kebanyakan ibu dalam video salah menebak atau menduga apa yang diinginkan oleh anak-anak mereka. Poin plus untuk pengasuh.
Yang lucu adalah reaksi orang-orang di timeline saya.
Oh ya, lupa nih mau woro-woro. Mulai hari ini, saya dan Windi Teguh bakal punya postingan bareng di blog masing-masing yang namanya #GesiWindiTalk. Bakal ada hari Kamis tiap 2 minggu yah. Kami bakal bahas 1 tema sama-sama dari kacamata masing-masing. Aseeekkk. ^___^
Baca juga #GesiWindiTalk tentang nitipin anak ke ART di blog Windi di sini yah.
Sebetulnya, menurut saya, sekali lagi menurut saya yah, nggak ada yang salah dari video tersebut. Video diawali dengan fakta bahwa keluarga di Singapura memperkerjakan 225.000 asisten rumah tangga asing. Bagian akhir ditutup dengan semacam ajakan atau peningkatan kesadaran agak keluarga di Singapura ini memberikan hari libur yang layak untuk asisten rumah tangga mereka. Hasil interview yang menunjukkan 74% pengasuh menjawab lebih tepat daripada ibu kandung memang menunjukkan bahwa berarti anak-anak tersebut menghabiskan waktu lebih banyak dengan pengasuh daripada dengan ibu, which, I think, is not okay. Karena saya merasa sebaiknya anak-anak lebih banyak menghabiskan waktu dengan orangtuanya masing-masing.
Anyway, ini videonya:
Baca juga #GesiWindiTalk tentang nitipin anak ke ART di blog Windi di sini yah.
Sebetulnya, menurut saya, sekali lagi menurut saya yah, nggak ada yang salah dari video tersebut. Video diawali dengan fakta bahwa keluarga di Singapura memperkerjakan 225.000 asisten rumah tangga asing. Bagian akhir ditutup dengan semacam ajakan atau peningkatan kesadaran agak keluarga di Singapura ini memberikan hari libur yang layak untuk asisten rumah tangga mereka. Hasil interview yang menunjukkan 74% pengasuh menjawab lebih tepat daripada ibu kandung memang menunjukkan bahwa berarti anak-anak tersebut menghabiskan waktu lebih banyak dengan pengasuh daripada dengan ibu, which, I think, is not okay. Karena saya merasa sebaiknya anak-anak lebih banyak menghabiskan waktu dengan orangtuanya masing-masing.
Anyway, ini videonya:
Tapi, BUKAN berarti saya oppose the idea of hiring a nanny or a babysitter or whatever you may call her.
Lucunya, beberapa reaksi yang saya lihat di timeline saya sembari menshare link video tersebut adalah,
"Nah kan makanya aku ogah nitipin anakku ke pengasuh"
"Untung aku ngasuh anakku sendiri"
"Ibu-ibu, setelah melihat video ini, apakah kalian masih akan menitipkan anak-anak kalian kepada pengasuh?" --> ini menurut saya yang paling gengges.
Reaksi ini mirip dengan reaksi beberapa orang di timeline saya saat menanggapi gambar ini:
Ini gambar udah lama banget sliweran di timeline saya. Banyak yang re-share dibarengi dengan caption senada dengan 3 caption di atas.
Saat pertama lihat gambar itu, saya membatin, "Ini kalo ada anak yang beneran nanya begini ke ibunya, wuih kritis amat tuh anak." Hahaha.
Saat pertama lihat gambar itu, saya membatin, "Ini kalo ada anak yang beneran nanya begini ke ibunya, wuih kritis amat tuh anak." Hahaha.
Dalam hati, saya merasa ini orang ngetik nggak dipikir apa gimana sih. Nggak semua ibu punya kondisi rumah tangga atau ekonomi yang ideal sehingga bisa menjaga anaknya sendiri 24/7. Banyak sekali ibu di luar sana yang harus ikut bekerja demi mencukupi kebutuhan sehari-hari sehingga harus menitipkan anaknya pada pengasuh. Kondisi tiap keluarga itu kan beda-beda banget dan nggak bisa dipukul rata. Bisa jadi:
- Kalau suami saja yang bekerja, kebutuhan sehari-hari masih nggak terpenuhi sehingga istri perlu ikut bekerja.
- Ibu memang sudah membangun karirnya bertahun-tahun lamanya dan adalah tipe perempuan yang butuh mengaktualisasikan dirinya dan butuh untuk tetap waras dengan bekerja --> dan ini masuk akal.
- Mungkin gaji yang diterima si istri dari kantornya sebetulnya biasa saja tapi ada benefit-benefit lain yang menguntungkan. Sebut saja asuransi, dana pensiun, dan lain-lain.
- Keluarga kecil tersebut adalah keluarga rantau yang jauh dari orangtua sehingga nggak bisa menitipkan anaknya pada eyang-eyang.
- Atau bisa saja sebetulnya hidup serumah atau berdekatan dengan eyang tapi eyang sudah nggak kuat mengasuh anak.
- Opsi daycare dirasa kurang tepat karena mungkin punya pertimbangan dari segi jarak, biaya daycare, nggak dapat kuota di daycare alias daycare yang oke sudah full, dan lain-lain.
The bottom line is.. saya percaya semua ibu yang menitipkan anak-anaknya pada pengasuh di rumah pasti punya kondisi dan pertimbangan masing-masing. Dan, tentunya, sudah berpikir matang-matang dan menimbang-nimbang plus minusnya entah berapa ratus kali.
Sadar nggak sih, caption semacam, "Untung aku nggak menitipkan anakku ke pengasuh" atau "Apakah kalian masih akan tega menitipkan anak-anak kalian pada pengasuh" itu bisa bikin sedih ibu-ibu yang menitipkan anak pada pengasuh?
True story. Setelah kemarin beredar caption-caption yang menyertai re-share video atau gambar di atas, ada beberapa teman yang curhat ke saya. Semuanya adalah working mothers yang sehari-hari memang nitipin anak-anak ke pengasuh. Curhatnya apa, bisa ditebak kan? Intinya mereka jadi galau, merasa bersalah, merasa kejam dan tega ke anaknya sendiri, dan perasaan-perasaan semacam itu.
Untuk ibu yang memang bisa mengasuh anak-anaknya sendiri, tau nggak sih perasaan kami saat harus menitipkan anak ke pengasuh? Galau, cemas, dan parno berkecamuk. Tapi, semua perasaan itu berusaha kami redam dengan mengucap bismillah dan doa Gusti melindungi anak-anak kami. Gusti melebarkan hati pengasuh kami dan memberinya dengan kesabaran panjang saat menghadapi anak kami yang, misalnya, rewel atau susah makan. Beberapa kali sehari, kami mengirimkan pesan atau menelepon pengasuh sekedar bertanya anak-anak sedang apa atau mengingatkan pengasuh agar jangan lupa menyuapi atau mengganti popoknya kalau sudah basah.
Kenapa akhirnya kami berusaha tegar meredam galau yang berkecamuk, tentu karena kami harus realistis dan menjalani peran masing-masing. Kami punya tanggung jawab pekerjaan yang perlu diselesaikan. Kalau mau terus terbawa arus kegalauan, gimana kami bisa kerja dengan maksimal? Bukan kah bekerja dengan baik dan memberikan hasil maksimal pada kantor juga salah satu bentuk ibadah?
Saya adalah ibu bekerja, tapi saya bekerja dari rumah. Mungkin dibandingkan dengan ibu-ibu yang bekerja kantoran, saya dianggap lebih beruntung karena saya bisa bekerja sambil sekalian ikut mengawasi anak-anak saya. Nyatanya, nggak semulus itu. Seringnya, saya malah nggak bisa fokus sama kerjaan karena anak-anak menangis atau saya tau Baby Aiden ingin nenen.
Kemarin saya sudah sempat mencari daycare dekat rumah, tapi ternyata biaya nya nggak pas dengan kantong saya. Buat saya, kemahalan. Masih jauh lebih mahal daripada biaya yang selama ini saya keluarkan untuk menggaji 1 pengasuh yang menginap dan 1 ART infal (datang siang - pulang sore). Jadi, coret opsi daycare. Solusinya sekarang adalah: saya full menemani anak-anak sampai jam ART infal saya pulang (jam 5an sore), ART infal saya pulang ke kosan sambil membawa Baby Aiden, saya garap kerjaan di rumah sampai jam 8an malam sementara Kakak Ubii dijaga oleh pengasuh menginap, saya mandi, lalu saya jemput Baby Aiden pulang dari kosan ART infal saya yang memang nggak jauh dari rumah. Buat saya, opsi ini yang paling masuk akal. Pagi sampai siang saya bersama anak-anak (dan juga pengasuh), sore sampai malam saya bisa bekerja, dan malam saya sama anak-anak lagi. Di luar kebiasaan itu, kadang saya menitipkan Baby Aiden ke pengasuh menginap saat saya harus mengantar dan menemani Kakak Ubii terapi.
Walau pekerjaan saya adalah tipe remote di mana saya bisa kerjakan dari rumah, tetap saja saya harus ke kantor pusat di Jakarta paling nggak 1-2x dalam sebulan. Kadang bisa 3 hari atau paling lama 5 hari. Kalau begitu, saya menitipkan anak-anak bersama pengasuh ke rumah eyang. Jadi, eyang tetap bisa mengawasi, namun juga nggak terlalu terbebani karena eyang sudah mulai sepuh. Dan, kadang saya dikomentarin, "Asyik ya jalan-jalan terus. Emang nggak kepikiran ya saat harus nitip Ubii dan Aiden ke Mbak?" Sampai mulut berbusa saya jelasin saya ke Jakarta untuk kerjaan dan pasti saya tetap kepikiran. Akhirnya sekarang saya lebih memilih diam.
Emang segitu dosanya menitipkan anak ke pengasuh? Emang menitip anak ke pengasuh akan membuat saya (dan ibu-ibu bekerja lainnya) serta-merta nggak akrab dan nggak punya bonding dengan anak? Emang situ mau beliin beras, popok, susu, minyak goreng, gula, sayur, lauk, tissue, sampo, sabun, deterjen, dan lain-lain biar saya (dan ibu-ibu bekerja lainnya) bisa di rumah terus 24/7 untuk anak? Ngacung yang mau beliin. Saya list nih. Hahahaha.
Kadang jari kita terlalu cepat mengetik kata-kata yang berpotensi menyakiti hati orang lain sebelum otak kita menimbang konsekuensinya.
Kalau kita memang setuju dengan video atau gambar tersebut, okelah, bebas. Mau re-share juga monggo. Tapi, gimana kalau kita re-share tanpa disertai caption-caption "Untung aku ngasuh anakku sendiri" dan sebangsanya? Gimana kalau kita re-share tanpa disertai dengan caption yang menunjukkan bagaimana seorang ibu yang seharusnya atau sepatutnya untuk anak, karena keharusan dan kepatutan itu juga nggak bisa dipukul rata? Dan, ingat, ibu yang menitipkan anak ke pengasuh bukan serta-merta ibu yang kurang baik.
Untuk ibu-ibu yang menitipkan anak pada pengasuh, tegakkan kepala dan teguhkan hati. Pilihan sudah kita ambil dan peran ini sudah kita jalani. Mari, jalani dan selesaikan tanggung jawab ini dengan hati ikhlas dan legowo supaya hasilnya baik. Supaya kita lebih waras. Supaya kita lebih tenang.
Baca: Berdamai dengan Peran Ibu
Baca: Berdamai dengan Peran Ibu
Meski sehari-hari anak bersama pengasuhnya, banyak hal kok yang bisa kita lakukan untuk tetap menjaga bonding dengan anak. Berikut beberapa cara saya:
- Setelah pekerjaan selesai, letakkan gadget total dan alokasikan semua waktu dan perhatian untuk anak. Kecuali kita lapar atau kebelet. Hehehe.
- Bagi tugas dengan pengasuh. Ada hal-hal yang tetap menjadi tugas kita, ibunya. Nggak semua diserahkan sama pengasuh. Misalnya memandikan, mengajak baca buku cerita, dan lain-lain.
- Saat kerjaan selesai dan anak-anak sudah sama kita, ajak mereka ngobrol. Tetap jalin komunikasi dan ajak mereka cerita-cerita apa yang mereka lakukan seharian. Kakak Ubii belum bisa ngomong, tapi saya tetap ajak dia cerita-cerita. Walau akhirnya saya jadi kayak mendongeng sendirian. Hahaha.
- Saat weekend, beri time off untuk pengasuh dan kita yang full mengurus anak. Ini yang belakangan ini saya lakukan. Saat Adit pulang ke Jogja, Adit lah yang full memandikan anak-anak dan meminumkan obat untuk Kakak Ubii, sementara saya yang menyuapi. Ngelonin sama-sama. Pengasuh saya beri kebebasan untuk nonton TV atau jalan-jalan, atau kalau pengasuh tetap keukeuh kerja, ya saya kasih kerjaan rumah tangga saja.
- Kalau ada rezeki, boleh juga kita mengajak anak-anak piknik tanpa mengikutsertakan pengasuh. Jadi betul-betul anak-anak sama orangtuanya.
- Last but not least, bawa dalam doa. Berdoa agar anak-anak kita tetap merasa dicintai orangtuanya walau orangtuanya harus bekerja sehingga nggak bisa 24/7 menghabiskan waktu dengan mereka.
Lalu, mungkin ada lagi bahan nyinyiran lain kayak misal anak nanti makannya apa kalo sama pengasuh, terjaga nggak? Atau, dijahatin nggak dan lain sebagainya. Kalau saya sih, dibikin simple aja. Kalau memang mau nitip anak ke pengasuh, bisa kan kita sudah menyiapkan makanan anak-anak dulu sejak pagi jadi pengasuh tinggal menyuapi. Kalau masalah dijahatin apa gimana, ya memang sih kembali lagi ke bismillah. Kalau punya budget, maybe bisa pasang CCTV sekalian untuk memantau. Kalau saya sih nggak pasang CCTV. Selain karena budget belum ada, juga karena saya takut sama CCTV gara-gara film Paranormal Activity *___*
Jadi yah, selama ini saya ceki-ceki aja anak-anak setelah bersama pengasuh. Ada yang beda nggak dari behavior mereka, misalnya apakah jadi ketakutan atau murung. Ada bruise atau luka, nggak. Untuk masalah luka atau memar, sebetulnya itu bukan hal baru yah untuk anak-anak, apalagi kalau anak tipe aktif suka manjat dan lari-lari. Jadi saya selalu bilang ke pengasuh, kalau memang selama saya tinggal, anak-anak jatuh/kejedot/dan lain-lain, bilang aja sama saya. Bukan untuk saya mau marah tapi supaya saya bisa cari obatnya. Alhamdulillah sih, selama ini pengasuh-pengasuh saya jujur untuk itu.
Tapi, jangan lupa juga untuk menunjukkan appreciation pada pengasuh. Ucapan sesederhana, "Makasih ya, Mbak" itu sudah bikin mereka merasa dihargai kok. Kalau ada rezeki, boleh lah sekali-sekali ajak mereka jalan-jalan atau makan-makan di luar. Dan, ini nih penting. Biasanya kita suka ya membicarakan pengasuh atau ART kita dengan sesama ibu-ibu lain. Entah untuk membandingkan atau yah, sekedar tukar cerita aja. Jangan sampai kita ngomongin mereka dan mereka (nggak sengaja) mendengar. Pastinya nanti jadi nggak enak banget deh.
Tapi, kata teman-teman saya, jangan keseringan juga jajanin ART karena nanti takutnya mereka ngelunjak. Saya pernah sih mengalami. Bingung juga sih, gimana menurut kalian?
Baca: Balada Asisten Rumah Tangga (ART)
Jadi yah, selama ini saya ceki-ceki aja anak-anak setelah bersama pengasuh. Ada yang beda nggak dari behavior mereka, misalnya apakah jadi ketakutan atau murung. Ada bruise atau luka, nggak. Untuk masalah luka atau memar, sebetulnya itu bukan hal baru yah untuk anak-anak, apalagi kalau anak tipe aktif suka manjat dan lari-lari. Jadi saya selalu bilang ke pengasuh, kalau memang selama saya tinggal, anak-anak jatuh/kejedot/dan lain-lain, bilang aja sama saya. Bukan untuk saya mau marah tapi supaya saya bisa cari obatnya. Alhamdulillah sih, selama ini pengasuh-pengasuh saya jujur untuk itu.
Tapi, jangan lupa juga untuk menunjukkan appreciation pada pengasuh. Ucapan sesederhana, "Makasih ya, Mbak" itu sudah bikin mereka merasa dihargai kok. Kalau ada rezeki, boleh lah sekali-sekali ajak mereka jalan-jalan atau makan-makan di luar. Dan, ini nih penting. Biasanya kita suka ya membicarakan pengasuh atau ART kita dengan sesama ibu-ibu lain. Entah untuk membandingkan atau yah, sekedar tukar cerita aja. Jangan sampai kita ngomongin mereka dan mereka (nggak sengaja) mendengar. Pastinya nanti jadi nggak enak banget deh.
Dari film The Help |
Baca: Balada Asisten Rumah Tangga (ART)
Ada yang punya tips lain untuk menjalin kedekatan dengan anak meskipun sehari-hari anak dijaga oleh pengasuhnya? Yuk, share what's on your mind di komentar yah.
Every mother has her own battle. Let's respect their choices. Let's be kind.
Love,
Aaaak ini suara hati aku banget. Anak sama pengasuh kenapa ya emangnya?. Biasaaa aja . Toss mami ubu. Kita sehati banget yah
ReplyDeleteKata mas Gibran, BIASA AJAAAAAAAAAAAA. Hahahaha. Mwah!
DeleteSaya working Mom, sempat hancur hati ini dengan bertebaran meme seperti itu padahal setuju dengan yang diulas mami ubii kondisi keluarga kan ga seperti yang tersirat hehehe ditambah ada lagi yang meme suami kerja+istri kerja = 100% suami kerja + istri resign = rezeki ttp 100% malah berkali2 lipat ditambah dengan ayat dari Quran bikin galau sekabupaten. Logikanya saya masih butuh guru TK perempuan u/ anak saya, saya masih butuh dokter kandungan saat kemarin saya hamil jadi rasanya kenapa untuk saat ini saya sbg WM merasa tersudut. Nice share Mami Ubii ^^
ReplyDeleteGak sendirian, Mbaakk. Aku juga pernah ngerasa tersudut dengan meme itu. Kalo aku butuh kerja karena emang suka. Jadi yaaa, this is my choice :D Semangaattt
Deletekalau aku mah mental akunya yg belum siap, selalu merasa gak tega.. jadi paling cmn sesekali aja nitipin ke ortu atau tetangga..
ReplyDeleteApapun pilihannya yg penting berpelukan ala teletubbies yaaa Maakk ^^
DeleteGood job, mami Ubii dan mami Tara!
ReplyDeleteKeren, keren. Aku tunggu postingan saban kamis niiih :)
Doakan konsisten karna kami adalah dedleners sejati hahahaha. Makasiii mak Sidqi :*
DeleteSuka banget sama poin-poin di atas, gak setiap keluarga memiliki kondisi yang sama. Sebagai ibu bekerja, saya yakin dan insyaallah sama pengasuh. Semangaaat
ReplyDeleteYes, betul, insyaallah yakiinn. Semangkaaaaa
DeleteIbu memang sudah membangun karirnya bertahun-tahun lamanya dan adalah tipe perempuan yang butuh mengaktualisasikan dirinya dan butuh untuk tetap waras dengan bekerja --> dan ini masuk akal. ........ ini saya banget :D, untuk menjadi waras maka saya butuh bekerja, aaah keren banget sih artikelnya
ReplyDeleteKalo gitu kita toss dulu, Mak Tian hihihi :D
DeleteMamaku IRT full tapi juga pake pengasuh untuk kami anak-anaknya, Alasannya mudah aja, biar mama yang temani kami, pengasuhnya suruh bikinin susu. hihihihihi.. as simple as that..
ReplyDeleteDulu memang semua serba simple ya, belum ada mom war >.<
DeleteSetuju dg komentar mba herva bgmn kalau dokter dan guru resign brp banyak pasien dan anak didik yg terlantar. Yg penting bisa balance saja insyaalloh berkah kl niatnya baik �� sbg ibu rumahan saya ma ga anti2 bgt karena siapa yg tahu juga kan mungkin suatu saat saya ingin bekerja dan mau tidak mau harus menitipkan anak. Abaikan meme - meme yg suka menyindir. Hehe
ReplyDelete*malah curhat
Curhat diperbolehkan kookk, Mbaa *gelar lapak, sodorin mic* hihihi
DeleteAku ibu rumah tangga yang sama anak 24/7, malah iri sama ibu-ibu yang bisa nitip-nitipin anaknya. Masalahnya adalah aku nggak tegaan trus anak-anak cenderung nempel banget sama mamanya. Ini kmrn baru nyoba nitipin anak-anak ke mama, aku sama papanya pergi ke acara blogger. Dan itu rasanya yaaaaa, lega! Bisa nggak sih besok-besok aku nitipin anak-anak buat jalan-jalan berdua aja sama papanyaaaa x')
ReplyDeleteCiye ciye yang abis pacaran sama suami hihihi. Lumayan kan ke acara blogger berdua suami, serasa jelong-jelong :D
DeleteAku kerja tp memang lebih percaya sm daycare atau nitipin ke eyang ketimbang pengasuh/ART. Alhamdulilah meskipun ga bs 24 jam full nungguin anak tp bonding ttp bs terbangun dgn kuat sm anak-anakku. Kuncinya memang di manajemen waktu. Tiap pagi jam 5 anak-anak udah aku mandiin semua trus sarapan. jam 6.30 udah berangkat buat nitipin tifa dan nganter tayo sekolah. Jam 7 aku dan suami otw ke kantor masing2 biar gak telat. Ntar pulang kantor lsg jemputin anak-anak dan tinggal main2 sm mereka sampe malam. Jam 8 udah pd tidur, br deh bisa ngeblog atau ngecek hp.itupun klo nggak ngantuk. Untung anak2 juga bisa ngikutin pola ky gitu dan itu malah bikin mrk jd disiplin waktu juga.
ReplyDelete*nyatet tips Mak Ari* Hehehe. Salam buat Tayo dan Thifa yaaa ^^
Deletemenitipkan anak..ke eyang atau pengasuh dll...bukan karena malas ngurus anak..tapi karena tuntutan hidup....
ReplyDeleteTuntutan beras sekarang sekilo sekian, cabe seplastik sekian, dan masih banyak lagi. Hihihihi *curhat*
DeleteTambahin dong mami ubii, yang ibu bekerja dari rumah atau ibu tidak bekerja juga pakai pengasuh, hehe. Alasannya sama kayak mak prima, biar tetep bisa salat dan mandi dengan tenang, pengasuh ngerjain kerjaan rt, ibu main sama anak. Soalnya aq jg pernah tuh emosi jiwa dibilang udah ibu ga kerja, anak ditinggal sama pengasuh=(,padaha al waktu itu harus ke jakarta karena ada kerjaan juga.. #curcol
ReplyDeleteSama tips memilih pengasuh yang baik, plus memanage pengasuh. Banyak deh requestnya=)
Tips memilih pengasuh yg baik --> minta sama Gusti. Hahaha. Serius. Aku pass deh kalo itu mah. Bismillah aja bisanya karena ART nggak bisa ditebak kadang-kadang :v
DeleteTips memilih pengasuh yg baik --> Minta sama Gusti. Hahahaha. Tapi, serius, kayaknya cuman bisa berdoa deh. Abis kadang ART susah ditebak. Kadang di awal tampak baik, lama-lama bisa beda. Aku pass deh itu. :v
Deletekembali lagi ke masing-masing ibu, ada yang pengen ada pengasuh biar ada yang bantu-bantu, sekalipun anak sama pengasuh dan ibu kerja sebisa mungkin sepulang kerja jangan langsung tidur. Misal, ajak anak belajar. Ajak bercerita ngapain aja seharian ini. Kalau begitu, kedekatan orang tua gak akan putus..
ReplyDeleteYess, bijak banget deh ini istrinya mas Ocid. Calon mamah muda jempolan niihh ^^
Deletememang tergantung kondisi rumah tangga juga sih.. tidak semua IRT itu diam dirumah,jadi yang penting waspada saja dalam memilih ART nya.
ReplyDeleteYak, setuju, waspada dan bismillah :D
DeleteKalau aku nitipin anakku ke Ibuku, aku kerja di sekolah jadi cuma sampai jam 1. Alasan kenapa ke Ibu, soalnya ibu memang pengen banget ngerawat anakku, apalagi anakku cowok dan anak ibuku dua cewek semua. Selain itu, ortu juga ngedukung pekerjaan aku. Toh setelah aku pulang kerja anak sama aku. weekend dan hari libur juga full buat anak, jarang bangetlah pokoknya pas libur ada acara sendiri.
ReplyDeleteLagian aku yakin,setiap ibu pasti ingin yang terbaik buat anaknya kok. Kondisi kehidupan setiap orang juga beda, makanya aku sih no problem buat ibu yang nitipin anak ke pengasuh.
Memang yang penting saling menghargai pilihan masing-masing ibu ya, Mamak Juna :)
DeleteSaya sering di curhatin temen yg working mom nitip anak ke pengasuh dan feeling guilty krna bullyan sosmed. Padahal temen saya ituh klo pulang kerja anaknya full sama dia. Saya yakin dia lebih capek dr seorang ibu rumah tangga. Saya suka kasih semangat buat ga terlalu mikirin omongan orang lain..emangnya mereka yg mau bayar cicilan rumah..toh masing masing ibu pengin yg terbaik buat anak. Lagian iklannya kan ttg art yg butuh liburan ya kok bisa kemana mana
ReplyDeleteYa itulah, kita suka misfokus. Mungkin kurang aqua bahahahaha
Deleteakuu belom pernah nitipin anak ke pengasuh.. ya karena aku di rumah terus, huee..
ReplyDeleteintinya mah kondisi tiap orang gak bisa disamain, jadi yaa gak bisa ngejudge dalam sekali ngeliat deh :D
Setujuuuu, tapi kadang kita suka sekali liat langsung ngejudge >.<
Deletekebetulan pernah punya dua kali punya pengasuh, lumayan baik sih..tapi sebagai ortu saya tetap harus punya kendali terhadap anak dan pengasuh, dan itu kadang jadi dilema.. hiks..
ReplyDeleteIya, tetap harus punya kendali dan kontrol penuh ya, Mak Juli. Dilema kayak lagu nya Nelly Kelly :D
DeleteAku belum pernah nitip ke daycare, lebih nyaman aja nyari ART. Seperti yg Windy blg, nyari ART itu susah, lebih mudah nyari calon suami, hihihiii
ReplyDeleteAku dulu biasanya pesen sama tukang becak langganan, adiknya pembantu bumer, pokoknya yang kenal. Dan alhamdulillah selama ini juga dapat ART yg baik, yang sayang sama anak-anak.
Hahaha, iya. Cari ART kok malah lebih susah daripada calon suami yah? Tanya kenapa. Alhamdulillah dapat yg baik. Ikut hepi, Mak ^^
DeleteSebenarnya video itu tujuannya bagus ya membentuk awareness dan wawasan baru, ngasih tahu juga banyak pengasuh yang keren di luar sana,emang lebih baik share-share aja yaa..nggak usah pake caption apalagi sampai ngejudge..
ReplyDeleteYang bikin melipir itu caption nya ya sebenernya. Soalnya kalo videonya sih bagus-bagus aja. Keren malah menurutku.
Deletetitip pengasuh kalau pengasuhnya oke nggak apa kok...
ReplyDeleteaku pun bekerja, tapi syukurnya anak2 tetap dekat dengan ibunya...,
Alhamdulillah. Banyak kok ya ibu bekerja yg bisa tetep akrab, dekat, intim sama anaknya. Tinggal gimana manage waktu dan atensi aja ya kan ya kan :D
DeleteGood job, mami Ubii dan mami Tara!
ReplyDeleteKeren, keren. Aku tunggu postingan saban kamis niiih :)
Asiikk, makasi mba Vani! Ganti yah, tiap Rabu hihihihi
Deletekebetulan pernah punya dua kali punya pengasuh, lumayan baik sih..tapi sebagai ortu saya tetap harus punya kendali terhadap anak dan pengasuh, dan itu kadang jadi dilema.. hiks..
ReplyDeleteEh iya ya, haus pengakuan mungkin cukup tepat menggambarkan. Tapi haus pengakuannya malu-malu, tersirat, implicit. Nyanyanya >.<
ReplyDeleteaku udh nonton videonya, dan ketawa aja sih ;p.. apalagi ama komen2 yg nyinyir "masih mau nitipin anak loe ama babysitter?" hihihihi... buatku ya mbak, nyamain anak ama perhiasan dan uang yg dititipin ke pembantu sih, ga relevan. Lah pembantuku aja megang ATM ku ;p, dan tiap bulan dia tau harus ngambil berapa utk keperluan RT. anakku bisa dibilang setengah harian ama baby sitter, ato full seharian kalo aku lg traveling.. poinnya di sini kepercayaan. Aku percaya dengan si mbak ART dan mabk babysitter, makanya aku nitipin anakku even ATM juga ke mereka. toh itu semua bisa dicek juga kan.. dr CCTV ato internet banking utk cek pergerakan uangku. :).
ReplyDeletebtw, itu film THE HELP ya?? ya ampuuun ada filmnya ternayta? sekarang ini aku lg baca novelnya :D, dan bgs bgt.. ih jd pgn cari filmnya :D
Hari ini baru mulai nitip umar ke pengasuh. kebetulan pengasuhnya itu tetangga sebelah rumah banget.pas sebelah rumah..tapi perasaan jg agak gimana gitu mbak? mgkin karena pertama ya...sampe aku nangis pas ninggalin baby umar...ada tips g mbak?
ReplyDeleteNemu ini pas galau setelah 3 bulan ninggalin anak seharian sama pengasuh. Kami tinggal di rantau jauh dari orang tua dan suami bekerja di lain kabupaten yang hanya bisa pulang weekend. Wah artikel mbak buat saya merasa gak sendirian. Terima kasih:)
ReplyDeleteDalam surat Ar-rahman,
ReplyDeleteTelah berkali-kali Allah.SWT bertanya.."Nikmat manakah lagi yang engkau dustakan..?"
Wahai ukhti, keberadaan kalian adalah lentera dalam kegelapan.
Anak-anak kalian adalah amanah yg Allah.SWT titipkan pada kalian krn Allah.SWT tahu kalian sanggup.
Mentitipkan amanah kepada orang lain adalah sesuatu yg tidak bijak.
Ingat, diluar sana masih banyak pasangan yg Allah.SWT belum kabulkan permintaanny tuk diberi amanah (keturunan).
Jika memang untuk mengaktualisasikan diri, hendaknya berpikir jutaan kali untuk menikah, apalagi memiliki keturunan.
Syukron.
Ya ampun mas, sudah dijelaskan di atas, kalau keadaan setiap keluarga itu berbeda2.Kita tdk bisa pukul rata. Ada istri yg jadi tulang punggung bagi keluarga dan ortu nya. Mereka yg membantu ortunya bayar kontrakan rumah, uang listrik, biaya mkan sehari2. Karena ortu mereka sudah tua, tdk sanggup lg bekerja. Sedangkn islam melarang hidup membujang (dg niat disengaja). Makanya mohon kebijaksanaanya. Lagi pula itu tergantung cara mengasuh dan mendidik anak. Saya juga pernah baca, seorang janda bisa menjadikan ke 3 anaknya hafidz Al Qur'an, sementara dia sendiri jg bekerja.
Delete