Hola! Seperti yang sudah saya ceritakan di post sebelumnya, si Adit juga mau ikut nulis di blog Diari Mami Ubii ini. Tulisan-tulisannya akan berlabel Diari Papi Ubii. And, here's his first writing.
Tema pertama yang ditulis Adit adalah tentang perasaannya memiliki anak berkebutuhan khusus, Ubii. Selama ini yang kami ceritakan adalah mainly dari point of view saya sebagai Mami Ubii. Meanwhile, cukup banyak juga yang menanyakan gimana perasaan Adit sebagai ayah, how he handled his feeling, and so on and so forth.
Jadi itulah tema yang saya sodorkan pertama kali buat Adit.
Adit:
“Dads are most ordinary men, turned by love into heroes, adventurers, story tellers, and singer of songs.” - Pam Brown.
Nggak pernah terbesit dalam pikiran bahwa saya akan menjadi seorang ayah dari anak berkebutuhan khusus. Boro-boro punya anak, menikah dan berkeluarga aja udah males duluan bayanginnya. Rempong.
Dulu saya beranggapan bahwa pernikahan adalah institusi mubazir. Kenapa? Alasan pertama, menurut statistik separuh dari pernikahan akan berakhir dengan bitter dissolution: divorce. Separuh. 50%. Ini bukan angka yang main-main yah. Gede banget. Dan angkanya makin meningkat makin tahun. Nggak tau deh apa gara-gara tren pertanyaan represi sosial giringan Dajjal laknatullah macam “Kapan kawin?” lalu pada buru-buru kawin tanpa mau tahu esensi dari pernikahan sendiri- lalu terjegal alasan klasik: “Ternyata kami nggak sebahagia dulu” atau “It’s not you it’s me” atau “Perceraian saya adalah buah dari konspirasi Yahudi?" Entahlah. Alasan kedua, nggak semua manusia bisa hidup secara monogamis. Ini bukannya saya mengamini poligami ya. Banyak banget temen saya, temen Papa saya, yang hatinya sudah ditutup hanya untuk pasangannya dan telah terikat tandatangan catatan sipil. Iya, hatinya tertutup tapi resletingnya kebuka (if you know what I mean). Sama aja bohong. Ini kayak ngeludahin institusi pernikahan itu sendiri. Buat apa nikah janji setia on the first place?
Dari segala macam sumpah serapah saya tentang perkawinan, saya inget banget dosen Western Philosophy saya, Ibu Judyka, membacakan kutipan dari filusuf Denmark kesohor, Søren Kierkegaard:
“Marry, and you will regret it. Don’t marry, you will also regret it. Marry or don’t marry, you will regret it either way.”
LHA AKU NJUK KUDU PIYE?
Nggak banyak cingcong, semesta menyuguhkan pilihan pelik ke saya: menikahi seseorang yang belum pernah saya pacari: Grace. Mampus deh. Hahaa…
Saya dan Grace pada waktu itu sama-sama berpendapat bahwa pernikahan itu kotoran banteng lah. Kita tertawa miris saat ada wacana untuk menikah. Namun, sepertinya memang tidak ada pilihan lain selain menikah. Ya sudah- buyar cita-cita saya ngebolang sampai Eropa sendirian backpacking. Lha sekarang apa-apanya saya harus memikirkan Grace (dan jabang bayi juga). Nggak boleh egois. Harus mikir kedepan. Itupun bukan buat diri sendiri. Pikirin istri. Pikirin calon bayi. Ini tanggung jawab kok gini amat yak?
WTF it’s such of great responsibility- but unlike Spider-Man, I didn’t come with great power.
Saya jobless. Baru kuliah ngejar master degree. Nggak punya duit pegangan. Dan saya tidak bisa dilepas begitu saja disuruh mandiri dan mengurus istri dan calon anak. Kenapa? Because I simply couldn’t. No one ever told me that building a family requires you to think selflessly and in the same time to walk with your own feet. Saya didesain oleh orangtua saya untuk menjadi cerdas dan kritis, ya. Menjadi mandiri? Not so much. I was a spoiled brat. Untuk urusan finansial, dari kecil sampai saat itu saya tidak dikenalkan bagaimana susahnya mencari uang oleh orangtua saya. Mereka seringkali bepergian untuk bekerja, dan untuk menebus kealpaan presensi di depan anak-anaknya, semua kebutuhan dan keinginan saya dipenuhi. Qun fayaqun. Thy will be done. Minta A, cling tiba-tiba ada. Pernah mencoba kerja beberapa kali ada proyekan, itupun uangnya langsung habis dibuat hura-hura.
Awalnya saya sangat amat pesimis akan pernikahan ini mau jadi kayak apa. Ditambah lagi Grace nyuruh saya buat ngedrop kuliah lalu mencari pekerjaan. Inget banget dia bilang, “Ayolah, mungkin ini wake up call kamu untuk jadi mandiri.” I want to continue my study, but that’s what I WANT. What I NEED is to let all my privileges go and try to stand with my own feet. I hate it when she said something right, blatantly. Lalu, dengan sekejap- kami menikah, saya drop-out dari kuliah kemudian mencari pekerjaan untuk mengumpulkan uang persiapan kelahiran.
Setelah dijalani, pernikahan tidak semengerikan yang saya bayangkan sebelumnya. Well, pas itu masih sering banget cekcok dari masalah sepele yang dimulai dari pertanyaan “mau makan apa” sampai masalah besar yang diakhri dengan pernyataan “cerai yuk.” We were so effin’ different! Dari A sampe Z saya tidak menemukan kecocokan. Sungguh. Namun segala macam percekcokan tersebut didamaikan oleh motivasi awal kita menikah: demi si jabang bayi. Shallow, I know. Tapi itu yang kita yakini, dan itu satu-satunya hal yang bikin kita set course towards a same direction. Lambat laun kami menikmati prosesnya.
Saat si jabang Ubii sudah ketahuan jenis kelaminnya, saya sangat bahagia. Nggak tahu kenapa, dulu saya selalu ngelamun kalau punya anak, saya pengennya cewe. Mungkin gara-gara kecondongan saya mengidolakan banyak penyanyi wanita macam Björk atau Leslie Feist dan karakter-karakter kesukaan saya di film memang kebanyakan cewe sih ya. Imaji-imaji khayal saya mulai terbentuk: bagaimana mengantarkan anak sekolah untuk pertama kalinya, bagaimana dia merajuk ke saya setelah dimarahi ibunya, bagaimana kepanikan saya saat dia dapet tamu bulanan pertama, bagaimana saya mengintimidasi pacarnya saat berkunjung ke rumah dengan memamerkan semua tato saya, dan masih banyak lagi- semua ini bikin saya ketawa-ketawa sendiri.
Baca: Parents With Tattoos Can Be Great Parents, Too!
Saya saat itu bertekad: anak ini harus dipenuhi dengan cinta. At least dari kedua orangtuanya. Saat itulah ide menamainya “Kayacinta” lahir. Tekad itu pulalah yang membuat hubungan saya dengan Grace menjadi lebih solid. Hari demi hari kami lalui dengan optimis.
Baca: Parents With Tattoos Can Be Great Parents, Too!
Saya saat itu bertekad: anak ini harus dipenuhi dengan cinta. At least dari kedua orangtuanya. Saat itulah ide menamainya “Kayacinta” lahir. Tekad itu pulalah yang membuat hubungan saya dengan Grace menjadi lebih solid. Hari demi hari kami lalui dengan optimis.
Sampai tanggal 19 Mei 2012, where I went through daymare on a daily basis.
Ubii lahir begitu kecil, powerless, tidak menangis, hidungnya dimasukin selang, dan dokter menyatakan ada noise di jantungnya. Saat itu saya menyugesti diri sendiri- semua akan baik-baik saja. Namun, karena dari kecil saya dilatih oleh Papa untuk selalu mengedepankan logika, untuk selalu menjaga agar emosi/perasaan jangan sampai mengaburkan pemikiran logis, saya langsung menggandakan pengandaian terburuk. “Gejala yang timbul waktu lahir aja sudah kayak gitu. Nggak mungkin lah everything is gonna be okay,” — that was what on my mind back then. Tapi kekhawatiran ini saya simpan seorang diri dengan ngomong penuh pretensi “everything’s gonna be okay” ke Grace.
“For now. But I know there’s something wrong.” Yang itu saya ucapkan dalam hati.
Baca: Tentang Anakku, Aubrey
Satu persatu kekhawatiran saya menjadi kenyataan. Bocor jantung, hearing loss, keterlambatan motorik, gangguan intelegensia… Sakit hati banget sih yang jelas. Imaji-imaji khayal yang saya bangun saat Grace hamil- dimana saya mengantarkan Ubii ke sekolah sambil cekikian, itu skenario kalau anak saya sehat. Saya nggak pernah memasukan kemungkinan kalau anak saya berkebutuhan khusus dalam imaji-imaji khayal saya. Mau marah, ke siapa? Dokter? Grace? Tuhan?
Saya mencoba untuk berdoa. Namun Pak Tuhan menjawab doa saya dengan tambahan ujian. Hari demi hari tambah aja daftar “kecacatan” Ubii. Sampai ada saat dimana saya berdoa hanya untuk marah-marah. Saya mengutuk Tuhan. I cursed constantly. “Tuhan bekerja dengan cara misterius,” they said. But I didn’t listen anymore. Entah mulai kapan dan bagaimana, saya berhenti berdoa. Ini chapter terkelam di hidup saya. Ngelihat bayi sehat lainnya gitu rasanya pengen nangis. Di kantor saya blas nggak semangat kerja. Males mau ngapa-ngapain. Di rumah isinya berantem terus sama Grace. Saling nyalahin. Bunuh diri? Pernah kepikiran untuk melakukannya. But somehow I canceled it. Emo banget.
Habis gelap terbitlah terang, seperti itu. Nggak terang-terang amat sih— the tunnel is long, but the light slowly dimmed from the edge. Keluarga terus suportif menguatkan saya dan Grace. Sedikit demi sedikit saya mencoba untuk positive thinking, tapi ya masih tetap pada stance yang sama: dimana saya belum benar-benar menerima keadaan. Bentuk ngga terima saya ke keadaan bukan macem saya malu bawa Ubii keluar rumah atau bagaimana. Saya tidak malu. Apapun keadaannya, saya tidak pernah malu punya anak berkebutuhan khusus seperti Ubii. Nggak terimanya malah lebih ke denial. Saya berharap Ubii bisa seperti anak normal. Saya menyugesti diri sendiri bahwa Ubii bisa. Namun sepertinya saya berharap terlalu tinggi, sehingga setiap Ubii seperti stuck kemampuannya disitu-situ saja, saya selalu kecewa. Bukan kecewa ke Ubii, tapi kecewa ke diri sendiri kenapa harus memaksakan ekspektasi tanpa menimbang realita— bahwa pengapuran otaknya Ubii itu lumayan parah, jadi ya progressnya lambat. Parahnya lagi, yang saya lihat cuma “progress yang lambat” tanpa melihat bagaimana Ubii juga mencoba berusaha keras di setiap sesi terapinya. Yang saya lihat hanya uang dan waktu yang terbuang tanpa mengapresiasi sekelumit progress tumbuh kembang Ubii. Saya lupa bahwa progres yang lambat dan sedikit tetep aja namanya progress.
Ujung-ujungnya berantem terus sama Grace. Nggak habis-habis. Sampai dimana saya “dijewer” oleh sesuatu yang amatlah remeh dan trivial.
Ujung-ujungnya berantem terus sama Grace. Nggak habis-habis. Sampai dimana saya “dijewer” oleh sesuatu yang amatlah remeh dan trivial.
*Nerd alert*
Suatu malam habis berantem, saya dan Grace tidur saling memunggungi. Lupa berantemnya gara-gara apa, intinya saking emosinya saya malah nggak bisa tidur. Iseng-iseng buka laptop, baca komik. Saya baca ulang apa yang sudah pernah saya baca, biar cepet ngantuk. Waktu itu randomly I chose One Piece. Saya skip ke chapter yang menurut saya paling seru: The Battle of Impel Down— dimana Luffy mempertaruhkan segalanya demi menyelamatkan Ace sang kakak yang ditangkap oleh Marine. Pertarungan sengit antara bajak laut lawan Marine terjadi. Pas aja waktu Luffy sama Ace udah hampir lolos, si Ace dapet surprise attack, dadanya bolong, terus mati. Kematian Ace bikin Luffy kolaps. Eventually Luffy bisa lolos dari perang, diselamatkan oleh Jinbei, temen satu selnya Ace. Tapi pas bangun Luffy ngerasa jadi worthless trash: dia membiarkan kakaknya mati di depan matanya. Dia marah. Well, perasaan yang sama dengan saya saat merasa semua hal baik telah dirampas dari saya. Lalu saya baca beberapa panel yang bikin saya sadar.
Jinbei to Luffy: “It may be hard right now, Luffy… But you must silence those thoughts! Stop counting only those things that you have lost. What is gone, is gone! So ask yourself this: what is there that still remains to you?!”
Ini si Luffy beneran persis kayak saya.
Saya selalu main hitung-hitung apa saja yang sudah saya korbankan untuk keluarga saya. Saya nggak bisa ikhlas. Dan saya tidak pernah mempertanyakan: alih-alih protes melulu saya sudah kehilangan apa aja, kenapa ngga coba meninjau ulang apa yang masih saya miliki?
Saya selalu main hitung-hitung apa saja yang sudah saya korbankan untuk keluarga saya. Saya nggak bisa ikhlas. Dan saya tidak pernah mempertanyakan: alih-alih protes melulu saya sudah kehilangan apa aja, kenapa ngga coba meninjau ulang apa yang masih saya miliki?
Percaya nggak percaya, habis baca panel ini, saya pergi keluar, sementara Grace ngorok. Saya starter motor, tancap gas, kemana? Ke warung burjo. Karena saya lapar. Habis dari burjo, saya sengaja lewat jalan sepi yang jarang saya lalui. Through the wind blowing on my face, I realized— saya adalah orang paling beruntung di dunia. Papa Mama saya selalu ada untuk support saya. Grace was there too— all the time. Padahal dia punya segudang alasan untuk pergi. I cried.
Pulang-pulang saya peluk Grace dari belakang, mungkin doi nggak nyadar sampe sekarang kejadian ini. Panel komiknya saya jadikan DP BBM saya berhari-hari. Setelah itu, dengan ajaibnya, saya sebisa mungkin menjalani hari dengan sedikit lebih ceria dari biasanya. I tried to lit the spark of life once again. Mungkin Grace ngerasa ada perubahan dari attitude saya, sehingga dia juga kebawa atmosfernya. And yes, since then, there has been sunshine in our home once again, up to now.
Baca: Ikhlas Memiliki Anak Berkebutuhan Khusus
Baca: Ikhlas Memiliki Anak Berkebutuhan Khusus
Setelah itu, saya bawa Ubii terapi— yang mana dulunya saya selalu menggerutu, “Kapan sih ini bakal berakhir?” Pikiran-pikiran tersebut udah sebisa mungkin saya hapus dari kepala. Walaupun sempet ngerasa pesimis dengan perkembangannya Ubii lagi— “Udah keluar banyak duit kok ya gini-gini aja?” atau “Kok ya udah terapi lama kok kemampuannya gitu-gitu aja?” masih sering terlintas di kepala. Beruntung Ubii punya Ibu yang selalu semangat terapi. Kalau ngelihat semangat Grace ini saya seolah-olah diingatkan kembali oleh kata-katanya Jinbei-sensei: “What is there that still remains to you?!” Tapi gara-gara keseringan pesimis ini juga, saya belajar untuk set my expectation low. Dengan ini, saya bisa lebih appreciate segalanya, dan menerima keadaan dengan lebih tulus.
Setiap perjalanan fisioterapi, saat saya menggendong Ubii dari mobil dan melihat mata mungilnya, I said to myself,
“This baby girl, is what still remains to me. I will cherish her, no matter how her condition is. This is MY baby girl.”
All I know, after that night, a dad was born.
Baca: Untuk Orangtua Anak Berkebutuhan Khusus, Mari Tegakkan Kepala!
Baca: Untuk Orangtua Anak Berkebutuhan Khusus, Mari Tegakkan Kepala!
***
Grace:
Saya baru tau Adit meluk saya dari belakang malam-malam itu juga baru setelah baca draft tulisan dia ini. LOL.
So that's pretty much all di tulisan perdana Adit. Semoga kalian suka dan berkenan mampir di tulisan-tulisan Adit selanjutnya yah!
Love,
Sumpah aku suka banget tulisan Adit ini, huaaaa mewek pas baca Adit menangis di jalanan sepi. Banyak yg support dia dan dia blm menyadari .
ReplyDeleteUbii sayang, kamu beruntung punya orang tua macam Adit dan Grace. Makin sayang sama Ubii ini hiks hiks
Hanya perlu belajar ikhlas bukan perhitungan, karena banyak yg telah kita miliki . Itu poinnya.
Aaakkk kalian keluarga keren. Benci aku benciiiiii :p
(Grace)
DeleteDia ke jalanan sepi nyari burjo. Bapak-bapak banget yak. Hahahaha! PR banget ikhlas gak perhitungan. Lhah kalo masih perhitungan kayaknya berarti belum 100% ikhlas dong ya ��
Kalian berdua, HEBAT. Suatu hari nanti Ubii akan bangga pada kalian. Ubii akan bangga memiliki orang tua seperti kalian. Teruslah berjuang untuk Ubii. Yakin Allah bakalan memberikan rezeki dan kesehatan utk Ubii. Yakin. Semoga rezeki, berkah dan kesehatan tercurah pada keluarga kalian. Aamiin.
ReplyDeleteKiss untuk Ubii dari saya dan Marwah ������
(Grace)
DeleteAmiinn doanya amiinn. Makasih Mak Tian dan Marwah. Semoga Marwah sekeluarga juga selalu diberkahi yaaa ❤️❤️❤️
Mewek deh.. Huaa hiks. Ternyata komik2 itu ada part inspiring nya juga ya=)
ReplyDeleteAku juga baru tau, Mak. Kirain ngocol doank yak. Hahaha.
DeleteActually, banyak banget sih bagian dari komik yang inspiring. It's just like novel, but with graphics.
DeleteTerima kasih sudah mampir dan baca.
yes ...there was something ..but that something turns out to be the biggest inspiration in ur life..ganbatte kudasai papaubi 😊😀
ReplyDeleteYes and amen! Ganbatte!
DeleteTerima kasih banyak! :)
Delete"hatinya tertutup tapi resletingnya kebuka. . ."
ReplyDeleteDIT KERENNYA TULISANMUUU!!
Sihiy, besar kepala pasti dia nanti baca komen Kak Ayu >.<
DeleteMakasih banyak mba Ayu. Salam buat Malika :D
Delete"hatinya tertutup tapi resletingnya kebuka. . ."
ReplyDeleteDIT KERENNYA TULISANMUUU!!
Wuaaa.. terharu... ini Papi Adit lumayan cerewet juga... panjang bangt ceritanya... hehe
ReplyDeleteBangeeett. Tampangnya aja pendiem dan malu-malu. Kalo dah ngomong, ceriwissssss. Kalah deh kita. Bahaha.
DeleteSaya sepertinya mulai terpengaruh grace. sebelumnya saya ngga kayak gini. Tolong aku.
DeleteShoot aku berkaca2
ReplyDeleteKamu pasti baca One Piece juga >.<
DeleteAaaaaaaakkkkk Suka banget tulisan Adit. Meweekkkkkk...
ReplyDeleteBernyawa, jujur, dan mengalir banget. Baper. Kebawa suasana bacanya.
Makasih ya papi Ubii Aiden. Semoga bisa jadi penyemangat, motivasi, dan ispirasi buat orang tua khususnya yang punya anal spesial. Bapa-bapanya kudu baca ini tulisan.
Bangga sama Mami dan Papi Ubii Aiden. You guys ROCK!
Lalu aku mulai khawatir Adit dapet spotlight lebih dari aku :((
DeleteBAHAHAHAHAHAHA!! Makasih Mama Vito for your kind words :)
Terima kasih sudah mau mampir dan atas apresiasinya.
DeleteYes! Spotlight!
Speechless.
ReplyDeleteTuhan Memberkati amin
Aminnn, God bless you too, Mbaa Nitaaaa :*
DeleteMami Ubi & Papi Ubi, every clouds has a silver lining. Semangat terus ya, God bless your little family, Guys. Remember what Feist said : You know that it's cool it's cool to love your family ;)
ReplyDeleteHaish, kalian cocok amat kalo ngobrolin musik. Aku malah jadi kayak obat nyamuk bakar gini. Diem manyun di pojokan karena gak mudeng blas -_____-
Delete"and watching the fire as we grow" :)
Deletethanks!
Behind the clouds, there's silver lining ...
Delete*kok nyasar ke Brad Paisley*
*kebayang Adit sebagai McQueen*
Nancep di hati mak... ispiratif banget
ReplyDeleteThanks, Clara! Kamu apa kabar? Di mana jhe sekarang staynya?
DeleteKabar baik mak... sekarang aq kerja ndek muntilan? Stay nya tetep ndek klaten. Kamu mau salak po? *nduwe ne salak, nek mau minggu depan tak bawain. Sukses terus ya mak. Fix ngefans sama kalian. Terus jadi berkat buat sesama ya mak...
DeleteKabar baik mak... sekarang aq kerja ndek muntilan? Stay nya tetep ndek klaten. Kamu mau salak po? *nduwe ne salak, nek mau minggu depan tak bawain. Sukses terus ya mak. Fix ngefans sama kalian. Terus jadi berkat buat sesama ya mak...
DeleteMas adit cocok jadi penulis, tulisannya nggak ngebosenin banget, bikin mewek...mb grace dan mas adit orang tua yang luar biasa.
ReplyDeleteDuh besar kepala dia pasti baca ini. Jangan terlalu muji-muji Adit lah, Mba. Aku kan jeles. BAHAHAHAHA! Makasih sudah mampir! <3
Deletehahah.. thank you! beginner's luck i guess. semoga tulisan berikutnya masih bisa dinikmati.
DeleteMashaallah . . .
ReplyDeleteMami Grace dan Papi Adit.
Semangaatt teruuss..
Tulisannya semoga bisa menginspirasi banyak orangtua.
Saya salut dengan pasangan Mami Papi Ubii.
Semangat!! Thanks mba Lendy ❤️ Kami jadi makin semangat cari bahan buat #DiariPapiUbii selanjutnya nihh ☺️🙌🏻
DeleteMas Adit, Mbak Grace, anak pertamaku BBLR, tumbangnya lambat. Suatu hari suamiku pernah cerita2, ternyata gak cuma emak2 yg rempong nanya2 "anakmu dah bisa apa?" tapi bapak2 di kantornya juga, kyknya apa yg dirasa saat itu seperti perasaan Papi Ubii, "denial"nya itu. Hehehe bapak2 jg rempong yaaa...
ReplyDeleteWah ternyata bapak bapak juga gak jauh beda sama emak-emak ya. Tapi wajar sih menurutku. Kadang nanya gitu maksudnya sebenernya kan pengen nunjukkin perhatian aja :D
Deletebapak2 dan ibu2 sama2 rempong sih to be honest- but we're doing better hiding it. hehehe..
Deletespeechless..two tumbs up for both of you!
ReplyDeleteSmooches for Mak Juli!! 😚😚
DeleteKaliaaaaaannnnn....Grace dan Adit tuh yaaaa...
ReplyDeleteKenapa kalau bikin tulisan selalu menyentuh begini siiiihhh....
Well, mengamini tulisan Adit diatas,sedikit banyak juga aku rasain, mungkin itu juga yang dirasain ayah Shoji saat ini yaaa...
Jadi menanti nanti tulisan Adit (dan Grace) berikutnya :)
Kalian kereen :)
COba cek en ricek sama ayah Shoji. Hehehe. Makasih Mak Ayaaaa <3
Deleteterima kasih sudah sudi mampir dan baca. thanks for the appreciation as well. salam buat Shoji.
DeletePasangan orang tua hebat dan pasangan blogger keren nih ((ditunggu next postingannya mas Adit)). Semangat yaaa Ubii pasti bahagia punya mami Ge n Papi Adit😃
ReplyDeleteHahaha jadi yang ditungguin Adit doank niihhh. Aku gimana Kak? :(
Deletethank you! stay tuned :)
DeleteMasih lama lagi nih nunggu tulisan adit selanjutnya,2 minggu lagi #eh
ReplyDelete2 minggu lagi... kalo dia lagi gak males nulis. Hahaha. Tapi semoga gak malesss >.<
Delete:Salam kenal mbak :) Tulisannya nendang euyyy...suka juga^^ Kalian berdua terpilih oleh Tuhan untuk menerima tantangan yg ga semua orang bisa melaluinya. Keep rock ono mbak Grace dan mas Adit...
ReplyDeleteHalo, Mba Prita! Salam kenal juga yaaa. Trimakasih semangat dan supportnya. Nantikan tulisan kami selanjutnya *halah promosiong*
DeleteUhuuiii...I love love how you find new ideas for your blog, Ges.
ReplyDeleteIde Diari Papa Ubii ini keren banget loh..setelah kolaborasimu GesiWindiTalk itu. Salute.
Aku juga salut untuk Adit n Gesi. Liat kalian ada di titik ini pasti sudah melewati berbagai macam cerita, semoga ke depan akan banyak lagi cerita2 indah dari kalian berempat.
Aminn, thankyou mami Abby and Nolan ^^ Ini modus karena Gesi anaknya suka kehabisan ide. Bahahahahaha. Buka kartu :D
DeleteWah keren tulisan Papi Ubii. Ternyata Papi Ubii suka One Piece juga, ya, Mbak.
ReplyDeleteIyaaa, kamu juga suka yah, Tya? Kalian cucok. Hahaha.
DeleteAll hail Eicihiro Oda-sensei!
DeleteAaakkk aku terharu baca tulisannya Papi Ubii. Biar kata sangar banyak tatonya tetapi hatinya tulus dan lembut yaa. Ubii beruntung sekali punya Papi kayak Adit.
ReplyDeleteKulit boleh tatoan, tapi hati teuteup Hello Kitty. Hahaha. Eh, Hello Kitty apa Frozen yak >.<
Deletebesok saya mau menumbuhkan kumis agar terlihat sangar.
DeleteI'll definitely come back to read more from u guys!! *mewek* Dan ak bru tau kalo mas Adit jga ska baca one piece!
ReplyDeleteHai Gustin! Apa kabar?? Iya. Kamu juga suka kan? Eh, masih suka gak sih? Lagi suka baca apa nih? Jangan mewek, nanti ketampananmu hilang, Tin. Hahahaha!
DeleteHi Gustin! thanks udah mampir. yep, who doesn't love One Piece anyway? hehee..
DeleteI don't 😐
DeleteSetiap anak hebat punya Ortu hebat ya, hati yang luas menerima pemberian Tuhan, cakep tulisannya
ReplyDeleteAmiiinnnnn. Trimakasiii Mak Naqi :*
DeleteNampol banget pas tulisan: Saya selalu main hitung-hitung apa saja yang sudah saya korbankan untuk keluarga saya. Saya nggak bisa ikhlas. Dan saya tidak pernah mempertanyakan: alih-alih protes melulu saya sudah kehilangan apa aja, kenapa ngga coba meninjau ulang apa yang masih saya miliki?
ReplyDeleteNggak bisa dipungkiri memang sudah banyak yan kita 'korbankan' demi keluarga namun di sisi lain begitu banyak juga yang kita dapatkan dari keluarga, yang orang lain belum tentu memilikinya.
Salam kenal buat Papi Ubii, salut saya
Yes, betul, Mas Ihwan. Kalo kata peribahasa Jawa, wang sinawang ya, Mas. :'))
Deletelose something to gain something, ain't it? thanks sudah mampir! :)
DeleteSaya menikmati banget tulisan diari papi ubii dari awal sampai akhir. Papi yang cuek tapi dalemnya perhatian banget. Semoga mami dan papinya ubii jadi ortu yang hebat :)
ReplyDeleteIstrinya kalah diperhatiin sama anak, tapi. Bahahaha. Aminn. Makasi doanya ya, Mba ^^
Deleteterima kasih banyak sudah mampir ya. tunggu tulisan selanjutnya.
DeleteMami dan papi Ubii... terus kuat dan semangat yaa... kalian berdua HEBAT😊
ReplyDeleteAmiinn, makasih banyak supportnya ya, Mba Rita ^^
DeleteIhh aku mewek bacae hahahahaahha adit so swit bgt Lol
ReplyDeleteAh dasar kamu wanita cengeng! Wkwkwkw. LOL. Dina apa kabar kamuuu??
DeleteIhh aku mewek bacae hahahahaahha adit so swit bgt Lol
ReplyDeleteLove this, so much. Kalian, berjuanglah tanpa letih, ada do'a dan cinta dimana2 (Y)
ReplyDeleteSiap laksanakeun, Jendral! Hahaha. Thanks yaaa, Mak Alfath ^^
Deletetumpahlah air mata saya pas bagian "Setiap perjalanan fisioterapi, saat saya menggendong Ubii dari mobil dan melihat mata mungilnya,..."
ReplyDeleteSemoga keluarga kalian selalu dilimpahi keberkahan dan kebahagiaan yaaa....
Amin amin amin. The same prayer goes back right at you ya, Mas Dani and family! :))
Deleteterima kasih mas Dani udah mampir, dan apresiasinya :)
DeleteHai mba, salam kenal yah. Pertama kali tau profilnya waktu baca di majalah/tabloid gitu, tapi lupa tepatnya. Keren euy bisa menyemangati banyak orang tua dg anak2 spesial. Kebetulan nih ponakanku jg spesial, kalo ga salah mikrosefali jg. Jujur baru kali ini nengokin blognya, pas baca di grup FB KEB minggu kemarin. Tetaplah menginspirasi yah��
ReplyDeleteHai hai, Mba Nia! Salam kenal juga yaaa. Thank you so much for visiting. Salam untuk keponakannya, semoga ortunya tetap semangat dengan ikhtiar kesehatan ananda ya. Thanks doanya. Aku juga baru aja mampir ke blog mba Nia, baru main-main belum komen. Hehehe. Keren loh entries nya. Keep blogging ^^
DeletePapii Ubii sukses bikin mata kembeng2 mbrambangi baca tulisannya.
ReplyDelete'A dad was born since then'
Sukses teyus buat kerjaannya di Jkt ya caPapmer :p
Buat caMamer mari kita setrong jadi istri jarak jauh :D
Smooch kiss muaaacchhhh
hehe makasih banyak mbak. salam buat Iyus ya :D
DeleteHuwaaaa...
ReplyDeleteSukaaa tulisan perdana ini. Gimana perasaan Adit saat dia merasa terpuruk sekali, itu yang bikin trenyuh di tulisan ini
terima kasih banyak sudah mampir :)
Deleteternyata papi bertatto bisa mewek juga yah...hihi... but you guys awesome..!!
ReplyDeleteubii dan aiden pasti bangga punya ortu seperti kalian.
Ya dong, kan pria bertato juga manusia. :D
DeleteMuch respect for both of you..
ReplyDeleteIni pertama kali saya mampir disini..
meski masih single, saya suka cerita mas Adit..
Good luck,
Terima kasih banyak apresiasinya :)
DeleteKirain maminya ubii aja yg keren..ternyata papinya juga.. love you both :* aku yakin oneday ubii baca tulisan kalian ini doi pasti mewek terharu bangga punya orangtua kaya kalian. Ga sempurna tp luarbiasa banget banget buat ubii.. salam kiss peluk buat ubii buat dede cimol :* ♥♥♥
ReplyDeleteWhoa, thank you so much for the kind words. Aminnn. Kata Ubii dan Cimol, salam kiss peluk kembali <3
DeleteTulisannya bener2 menyentuh. Terlalu banyak insight dari satu tulisan tentang seorang anak. Keren mas Adit tulisannya. Dan Mbak Grace - makasih dah mengajak sang suami menulis di sini. Tulisannya bakalan saya nantikan terus habis ini.
ReplyDeleteI love how manga can turn Mas Adit around.
I'm so glad that this idea turns out good. Hehehe. Adit juga jadi makin semangat nyumbang konten lagi deh. Thank you so much for leaving such kind words, Mas Febriyan. Ini partner in crime nya mas Dani yah? Huehehe.
DeleteInspiratif..!!
ReplyDeletesemoga saya bisa seperti ayahnya ubii, sebab saya dan istri dianugerahi oleh Tuhan putri cantik istimewa seperti ubii..
terima kasih sharingnya mas adit..
ditunggu coretammya lagi..
*ayahnya elsa*
Amin amin. Pasti dan harus bisa, Mas. Salam untuk Elsa, sang putri istimewa. Salam semangat. Mari berjuang bersama! :D
DeleteTerharu....waah bukan mami ubi aja yang hebat.Papanya jugaaa...
ReplyDeleteWhaaaaa makasih mbaaaa *mewakili Adit* bahahaha
DeleteGak ngerti deh klo aku ma suami yg ngalamin kayak kalian...pasti udh bunuh diri beneran...kalian ini keren!!! Terus kompak ya grace & adit... jaga baik2 amanahNya...soal ikhlas itu..aku jd tertohok banget.jyahahahaha
ReplyDeleteGak kamu doank. Aku juga ketampar pas baca draft nya. Heuheuheu. Kamu juga kereennn Chel. Intan jugaa! Papa Widi jugaa! Salam ya buat mereka semua 😚💖
DeleteAduh, mak, aku nangis baca ini. Kalian memang luar biasa. Semangat Gesi, mas Adit, dan Ubii.... :)
ReplyDeleteAiden nya ketinggalan :p Heuheuheu. Makasih, Mak Nia. Semangat juga untuk Mak Nia yaaa :*
DeleteOrang tua yang puny anak-anak Super berkebutuhan khusu adalah Orang Tua Jagoan. Tak bisa membayangkan bagaimana sabar dan kuatnya mereka
ReplyDeleteIt turns out to be life lesson experience, Mas! ^^
DeleteSemangat Gesi, semangat Papi Adit (arep ta celuk jeneng thok kok aq sing pakewuh, halagh). Ketawa nyambi mbrambangi baca postingan ini. Jujur tulisan ini tdk hanya u orang tua anak2 berkebutuhan khusus tapi untuk semua orang tua. Karena ikhlas itu untuk semua hati
ReplyDeleteMak Iruuuul, aku sempet bingung Mrs. Walker itu siapa. Ternyata catatan si emak. Hihihi. Kayaknya biasanya namanya bukan ini deh. Halah pekewuh barang niihh. Alhamdulillah kalo tulisannya bisa dinikmati :*
DeleteHuaaaa... papi ubii.. mbrebes mili aq bacanya.. T_T
ReplyDeletenggak nyangka ada juga bapak2 yang bisa mengungkapkan perasaannya kayak gini.
ternyata ya memang kita cuma manusia biasa, of flesh and blood we're made...
tetap semangat, tetap saling cinta... terus menjadi inspirasi ya mami papi ubii :*
Amiiin! Terima kasih suda mau mampir :)
Deleteiiih..jadi bertahan lama baca pelan2 supaya dapat feelnya..plus bacain komen semua orang
ReplyDeletebener kata Gesi, papi Ubii ini suka nulis serius ya..tapi keren dan touching banget
keep fighting ya kalian berdua..
Terima kasih banyak. Glad to know that you enjoyed my writing.
DeleteApa yang kadang kita pandang baik-baik saja ternyata menyimpan sejuta pergulatan. Aku merasa kalian bener-bener perfect, tapi setelah baca ini.. Ketidaksempurnaan bikin kalian 'sempurna'. Tetep semangat, Mba Grace dan Mas Aditya.
ReplyDeleteMenulis seperti ini kadang jadi terapi juga, apalagi menulis yang 'jujur' seperti ini. :)
oh yea totally agree. nulis, nggambar, anything yang melibatkan otak kanan bisa dijadiin terapi ampuh. Thanks sudah mau mampir anyways :)
DeleteKeren, mas Adit. Tulisannya lugas, apa adanya tapi tapi menyentuh dengan cara penyampaian gamblang. Ditunggu cerita selanjutnya.
ReplyDeleteThanks! Itu tulisan saya yang kedua sudah published. Next post will be published next Friday.
Deletebaru kali ini baca tulisan cowo, dan sukses berkaca2 setelahnya ... :) bisa ikut ngerasain apa yg kalian alami mbak, mas. dan jd pelajaran juga buatku, utk slalu sabar ngadepin anak :(.. bener ya, kdg kita srg lupa apa yg masih kita punya, dan cuma fokus dengan apa yg udh kita keluarin/korbanin..
ReplyDeleteIya mba. Kadang sesuatu yang bikin sedih memang ngambil porsi besar di kita. Dan bertahan lama. Beda sama happiness. Cepet ilangnya hehe... Thanks sudah mampir.
DeleteMba Grace dan mas Adit bener bener orang tua inspiratif.
ReplyDeleteBaru kali ini baca diari sudut pandang papinya Ubii. Bikin mewek
Terima kasih sudah mampir! :)
DeleteHuaaa sukses mewek! Jadi baca ke cerita2 lainnya juga dan jadi bapeeer. Hehe..
ReplyDeleteTetap menginspirasi yaa mba grace & mas adit. Ubii pasti bangga punya ortu seperti kalian..
Ditunggu tulisan selanjutnya yaa :)
Thanks for the appreciation. Stay tuned.
DeleteHai mba grace salam kenal,aku jg punya anak special needs sprti ubii,tulisan mu dan adit sangat mengispirasi sekali,semua cerita kalian hampi sama seperti kehidupanku mbaaa,aku jd pengeeen ketemu km mbak 😩,semoga aku dan suami bs struggle spt kalian 🙏🏻
ReplyDeleteHalo salam kenal. Silakan mampir aja ke rumah kalo baru di Jogja :)
Deleteada bagian2 dari tulisan ini yg bikin saya ngakak abis. so straight to the point dan manusiawi sekali.
ReplyDeleteKeep up the good work, mami Ubii dan papi Adit.
Need to consult with you both sometime later.
Terima kasih Ibu Dosen. Konsultasi apa btw? asal jangan konsultasi postgrad thesis hahahaha
Deleteaah kalian ini selaluw keren.
ReplyDeletetetap semangat mejalani hidup yang indah ini *uhuk
semangat yaaa kalian... salam untuk Ubi dan Aiden
Terima kasih sudah sudi mampir :)
Deletebikin haru..tulisannya ngena banget,, kerenlah papi adit,, love this article :)
ReplyDeleteThank you. Really appreciate it ;)
DeleteAkuu pembaca setia one piece dan makin amazed ternyata salah satu bagian yang aku suka memberi manfaat besar ke kehidupan Adit, kehidupan kalian.. Terharuuu, huhuhu. Makin suka One piece dah ini #eh
ReplyDeleteSemangat terus yah kalian ��
All hail Oda-sensei. Thanks for the encouragement!
DeleteTerharuuuu sama tulisannya ... semangaat mami grace dan papa adit semog selalu diberikan kekuatan dan kebahagiaan untuk keluarganya amin 😊
ReplyDeleteamiiin!! terima kasih! :D
DeleteTerlepas dari gagasan cerita postingan ini.. Aku suka banget ama penyampaian story-nya Papi Adit. Diksinya segambreng, pandai menjaga mood pembaca, bahkan bisa menggiring emosi jiwa juga huuuuu envy deh.
ReplyDeleteBanyak-banyak belajar ah dari tulisan Papi Ubii ^^
aduh aku nulis gini once in a blue moon aja haha.. beginner's luck. semoga tulisan berikutnya ngga bikin mati bosan. Thanks sudah mampir! :)
Deleteini papi dan mami ubii kok pinter banget merangkai kata-kata jadi tulisan yang keren sik???? *salfok*
ReplyDeletemba gres, aku sering banget mampir k blog mba gres.
ReplyDeletesini ke bandung mba, coba alternatif ke mertua aku..
bnyak pasien yg (maaf) berkepribadian khusus
Baru mampir lagi ke blog ini. Hujan-hujan diem-diem tau-tau brebes mili. Aaah malu deh sama temen sebelah. Jangan sampe bosku lewat nanya "kamu kenapa? ada masalah apa?" Douhh yaa lagi baca blog ampe brebesbrebes wkwkwk
ReplyDeleteKaliaaann mba ges, mas adit, hiks inspiring banget. Aku kayaknya masih itung-itungan sampai sekarang. Makasih loh berasa disentil, after diss ga itung-itungan lagi. Bersyukur alhamdulillah.
Mba graaace aku baca 2 kaliiii, apik tenannn, nanceeep di hati, ditunggu yaaa postingan papi ubii selanjutnyaaaa ☺☺
ReplyDeletePertama tahu tentang cerita Ubii ini, dari IG mami Ubii.. Dan saya langsung tertarik utk mengikuti setiap perkembangan Ubii, bisa dibilang saya kepoin IG nya mami Ubii krn penasaran, hehehehe.. (maklum, pernah jadi tenaga pengajar utk ABK selama bbrp tahun, jadi pst langsung tertarik kalau ada cerita ttg ABK di sosmed, entah kenapa para ABK sll berhasil mencuri tempat di hati saya shg saya sll tertarik dengan setiap cerita tentang mereka).. Kemudian saya buka blog ini&membaca tulisan mami-papi Ubii..
ReplyDeleteTulisan ini sangat menginspirasi, mami-papi Ubii.. Benar2 dibutuhkan kesehatian di antara kalian berdua, hati yang benar2 lapang, cinta yang tulus untuk Ubii, mengingat hal ini pasti tidak mudah untuk dijalani.. Semoga kisah Ubii cantik yang beruntung punya mami-papi hebat seperti kalian bisa memotivasi orangtua yg ada di luar sana untuk lebih memperhatikan anak2nya yg mempunyai kekurangan, agar si anak bisa bertumbuh&berkembang dg baik.. Dan menjadi anak yang hebat di masa depan..
Saya tunggu cerita selanjutnya yaa..
God bless you.. 🙂🙂
Mewek deh.. Huaa hiks. Ternyata komik2 itu ada part inspiring nya juga ya=)
ReplyDeleteMbak , ceritanya yang di blog banyak yang begitu menginspiratif dan keren, terimakasih mbak telah mau berbagi. Semangat terus
ReplyDeleteInspiring...
ReplyDelete