Saat kita hamil, kadang pikiran kita sudah dipenuhi ekspektasi A, B, C sampai Z tentang gimana-gimana nya ngasuh anak nanti. Misalnya apa? Banyak. Harus S2 ASIX *eh gelar tertinggi masih S2 atau udah beda?*, harus homemade mpasi 100%, anak udah harus kelar makan mandi jam sekian sore, apa lagi yah? You name it yourselves yah.
Pengalaman mau punya anak pertama, tepatnya saat hamil Ubii, saya semacam sudah bikin list hal-hal ideal yang bakal saya jalankan dan terapkan untuk Ubii. Bulan-bulan pertama setelah Ubii lahir, saya masih semangat menjalankan idealisme ibu ala saya. Bahkan, kalau mama dan mama mertua saya nggak sejalan, saya bisa tersinggung dan ngambek berat.
Postingan ini untuk tema #GesiWindiTalk yah. Jadi, jangan lupa baca punya Windi Teguh juga.
Punya anak pertama, nggak didampingi mama sendiri, belum punya pengalaman dan ilmu sama sekali tentang parenting, dan tinggal numpang di mertua adalah kombinasi mahadahsyat yang memupuk baby blues syndrome saya. Dikomenin ASI nya sedikit, ngambek. Disuruh makan ini-itu supaya ASI saya lancar padahal saya udah kenyang kayak abis makan menu tiga hari, sebel. Dibilang kok cara gendong saya ke Ubii masih keliatan kaku, tersinggung. Diajarin cara menyendawakan Ubii karena saya nggak bisa-bisa menyendawakan Ubii sampai dia jadi gumoh melulu, merasa nggak becus jadi ibu.
Pokoknya ada aja hal yang bikin saya pengin makan orang.
Lebih sebalnya lagi, kalau idealisme atau ekspektasi yang sudah saya susun sejak saya masih hamil dicibir orang-orang tua dan dikomenin macam,
"Dulu kamu minum ASI cuma dua hari terus minumnya sufor juga malah sehat" - dari Mama.
"Tuh kan jalan aja susah. Coba kamu lahirannya normal. 2 hari setelah melahirkan juga udah bisa nyuci baju pasti" - dari budhe-budhe tetangga.
"Dulu anak saya umur 4 hari sudah dikasih pisang malah montok badannya, nggak kayak Ubii gini, kecil" - dari budhe-budhe tetangga.
"Wah jadi orangtua zaman sekarang ada-ada aja ya. Apa-apa nggak dibolehin dokter. Zaman kita dulu ya kita yang nentuin mau gimanain anak-anak kita ya, Jeng" - masih dari budhe-budhe tetangga.
"Anak zaman sekarang memang beda kok. Apa-apa percayanya sama dokter" - dari Mama.
"Atau, sama internet dan buku!" - dari Nenek menimpali omongan Mama.
Kalau sudah dapet komen begini, saya langsung cemberut dan masuk kamar, pura-pura mau menyusui atau ngapain lah pokoknya biar ada alasan cabut aja. Baru keluar kamar lagi saat mereka-mereka bentar lagi mau pamit pulang. Supaya saya bisa menadahi kado atau angpao dari mereka.
Senyum saya pun mekar lagi. Apalagi kalau mereka ngasih hadiahnya berupa duit.
Baca-baca buku parenting, ASI, dan lain-lain semasa hamil supaya dapat bekal jadi ibu memang bagus banget.
Baca: Buku Panduan Sukses ASI dan Menyusui
At least, kita bisa dapat bayangan dan nggak kaget-kaget amat (meskipun sebenernya pengalaman langsung menangani anak pertama tetep bikin kaget dan kagok walau sudah menelan banyak buku). Tapi, buat saya, efek lainnya adalah... saya jadi kepengin kenyataan berjalan sesuai harapan.
Baca: Buku Panduan Sukses ASI dan Menyusui
At least, kita bisa dapat bayangan dan nggak kaget-kaget amat (meskipun sebenernya pengalaman langsung menangani anak pertama tetep bikin kaget dan kagok walau sudah menelan banyak buku). Tapi, buat saya, efek lainnya adalah... saya jadi kepengin kenyataan berjalan sesuai harapan.
Punya ekspektasi tersendiri yang positif juga bukannya nggak baik sih. Kalau yang pengen diterapkan adalah hal yang terbukti secara medis, dianjurkan dokter, dan memang untuk kebaikan anak, ya pasti baik. Tapi, berapa persen kenyataan bisa berjalan sesuai ekspektasi?
Ngekngok.
Mari dibahas ekspektasi-ekspetktasi saya zaman dulu:
(Sekali lagi, ini ekspektasi yang saya alami, jadi bukan buat nyinyirin ibu-ibu lain).
1) Harus ASIX
Saya pernah ikut kelas parenting semasa hamil Ubii. Di situ dijelaskan pentingnya ASI. Macam-macam tentang ASI dikupas di kelas parenting itu. Tentang manajemen ASI, cara memompa/memerah ASI, cara menyimpan ASI, dan lain-lain.
Baca: Tips Menyimpan ASI Perah
Baca: [REVIEW] Pompa ASI Philips Avent Single Electric
Selain itu, dijelaskan juga tentang kapasitas lambung bayi baru lahir. Bahwa bayi baru lahir butuh minum ASI nggak sering-sering kok, jadi jangan khawatir kalau ASI kita nggak langsung keluar. Satu hal yang saya inget banget adalah saat narasumber bilang begini:
"Jangan panik kalau ASI Anda tidak langsung keluar. Terus berusaha susui bayi Anda. Jangan panik kalau bayi Anda terus menangis karena menangis belum tentu karena lapar minta ASI. Kalau Anda panik, lalu selama ASI belum keluar, Anda memberikan susu formula pada bayi Anda, ya berarti itu namanya bukan ASI eksklusif lagi, meskipun setelah ASI Anda lancar Anda hanya memberikan ASI saja. Lha wong awalnya sudah diberi susu formula toh."
Berbekal wejangan itu, saya jadi mikirnya pokoknya bayi hanya boleh minum ASI tok kalau mau ASI ekslusif. Saya memang remeh dan nggak penting. Rasanya, dulu titel ASI eksklusif terasa sangat penting. Untuk harga diri saya sebagai ibu baru yang ogah dibilang ibu gagal.
Realita: Kalau nggak salah ingat, 2 hari pasca melahirkan Ubii secara SC, ASI saya belum lancar. Ubii nangis terus. ASI saya masih juga seret padahal saya sudah dikasih vitamin untuk booster ASI dari obsgyn dan saya pun juga sudah sesering mungkin menyusui langsung dan memompa. Mama dan mertua sampai komen terus dan menyuruh saya kasih susu formula dulu aja karena nggak tega lah liat Ubii nangis melulu.
Alhamdulillah nya, saat itu ada teman yang menawarkan ASI perahnya untuk Ubii. Thank you, Dama Mama Shelo! Jadi akhirnya ego saya terselamatkan. Ubii miminya ASI perah, bukan susu formula.
TAPI, belakangan saya berpikir, "Kalau emang dulu Ubii sempat dikasih susu formula saat ASI saya masih seret, memangnya kenapa? Untung dulu ada donor ASI perah. Lha, kalau nggak ada dan saya tetap keukeuh nggak mau ngasih sufor sehingga Ubii nangis terus menerus, apa saya, Adit, dan The Eyangs nggak pusing sendiri tuh?"
Saya bukannya mau deny manfaat ASI. Setuju lah ASI itu asupan yang paling baik untuk bayi. Setuju. TAPI, ternyata embel-embel titel ASIX itu bisa jadi beban untuk sebagian ibu, termasuk saya. Apalagi kalau ada anggapan, kalau awalnya sudah pernah minum susu formula walau cuma 1-2 hari, ya tetep namanya bukan ASIX lagi dong, rasanya kok beraaattttt.
Karena memang nyatanya nggak semua ibu langsung lancar ASI nya walaupun sudah berusaha keras. Kalau lantas ada yang menimpali, "Berarti usaha ibu tersebut kurang keras dong, wong nyatanya ibu-ibu lain aja bisa. Kalau emang usahanya udah maksimal sih..." - itu rasanya nggak enak banget didenger. Emang kita bisa menakar usaha maksimal orang lain itu batasannya apa? Dan jangan lupa, kondisi fisik, mental, endebrew-endebrew masing-masing ibu itu pasti beda. Support system juga beda-beda.
**Intermezzo HAP**
Sori, buat saya ini lucu banget. Sampai ketawa ngakak dan pipis sedikit di celana dan sampai sekarang masih geli. Receh banget emang humor saya.
Kalau saya pikir-pikir lagi, saya kepengin banget Ubii mendapatkan gelar ASIX itu lebih untuk kepuasan ego saya aja. After a while, I thought, "Ngapaiiinnnn harus segitunya sih?" Karena apa? Karena menjadi ibu is so much more than label ASIX. PR lain masih banyak, kewajiban lain masih banyak, perjalanan panjang menanti, dan....
label ASIX sama sekali bukan tolak ukur apakah ibu X, Y, Z baik atau nggak baik.
(Sekali lagi, ini ekspektasi yang saya alami, jadi bukan buat nyinyirin ibu-ibu lain).
1) Harus ASIX
Saya pernah ikut kelas parenting semasa hamil Ubii. Di situ dijelaskan pentingnya ASI. Macam-macam tentang ASI dikupas di kelas parenting itu. Tentang manajemen ASI, cara memompa/memerah ASI, cara menyimpan ASI, dan lain-lain.
Baca: Tips Menyimpan ASI Perah
Baca: [REVIEW] Pompa ASI Philips Avent Single Electric
Selain itu, dijelaskan juga tentang kapasitas lambung bayi baru lahir. Bahwa bayi baru lahir butuh minum ASI nggak sering-sering kok, jadi jangan khawatir kalau ASI kita nggak langsung keluar. Satu hal yang saya inget banget adalah saat narasumber bilang begini:
"Jangan panik kalau ASI Anda tidak langsung keluar. Terus berusaha susui bayi Anda. Jangan panik kalau bayi Anda terus menangis karena menangis belum tentu karena lapar minta ASI. Kalau Anda panik, lalu selama ASI belum keluar, Anda memberikan susu formula pada bayi Anda, ya berarti itu namanya bukan ASI eksklusif lagi, meskipun setelah ASI Anda lancar Anda hanya memberikan ASI saja. Lha wong awalnya sudah diberi susu formula toh."
Berbekal wejangan itu, saya jadi mikirnya pokoknya bayi hanya boleh minum ASI tok kalau mau ASI ekslusif. Saya memang remeh dan nggak penting. Rasanya, dulu titel ASI eksklusif terasa sangat penting. Untuk harga diri saya sebagai ibu baru yang ogah dibilang ibu gagal.
Realita: Kalau nggak salah ingat, 2 hari pasca melahirkan Ubii secara SC, ASI saya belum lancar. Ubii nangis terus. ASI saya masih juga seret padahal saya sudah dikasih vitamin untuk booster ASI dari obsgyn dan saya pun juga sudah sesering mungkin menyusui langsung dan memompa. Mama dan mertua sampai komen terus dan menyuruh saya kasih susu formula dulu aja karena nggak tega lah liat Ubii nangis melulu.
Alhamdulillah nya, saat itu ada teman yang menawarkan ASI perahnya untuk Ubii. Thank you, Dama Mama Shelo! Jadi akhirnya ego saya terselamatkan. Ubii miminya ASI perah, bukan susu formula.
TAPI, belakangan saya berpikir, "Kalau emang dulu Ubii sempat dikasih susu formula saat ASI saya masih seret, memangnya kenapa? Untung dulu ada donor ASI perah. Lha, kalau nggak ada dan saya tetap keukeuh nggak mau ngasih sufor sehingga Ubii nangis terus menerus, apa saya, Adit, dan The Eyangs nggak pusing sendiri tuh?"
Saya bukannya mau deny manfaat ASI. Setuju lah ASI itu asupan yang paling baik untuk bayi. Setuju. TAPI, ternyata embel-embel titel ASIX itu bisa jadi beban untuk sebagian ibu, termasuk saya. Apalagi kalau ada anggapan, kalau awalnya sudah pernah minum susu formula walau cuma 1-2 hari, ya tetep namanya bukan ASIX lagi dong, rasanya kok beraaattttt.
Karena memang nyatanya nggak semua ibu langsung lancar ASI nya walaupun sudah berusaha keras. Kalau lantas ada yang menimpali, "Berarti usaha ibu tersebut kurang keras dong, wong nyatanya ibu-ibu lain aja bisa. Kalau emang usahanya udah maksimal sih..." - itu rasanya nggak enak banget didenger. Emang kita bisa menakar usaha maksimal orang lain itu batasannya apa? Dan jangan lupa, kondisi fisik, mental, endebrew-endebrew masing-masing ibu itu pasti beda. Support system juga beda-beda.
**Intermezzo HAP**
Sori, buat saya ini lucu banget. Sampai ketawa ngakak dan pipis sedikit di celana dan sampai sekarang masih geli. Receh banget emang humor saya.
Kalau saya pikir-pikir lagi, saya kepengin banget Ubii mendapatkan gelar ASIX itu lebih untuk kepuasan ego saya aja. After a while, I thought, "Ngapaiiinnnn harus segitunya sih?" Karena apa? Karena menjadi ibu is so much more than label ASIX. PR lain masih banyak, kewajiban lain masih banyak, perjalanan panjang menanti, dan....
label ASIX sama sekali bukan tolak ukur apakah ibu X, Y, Z baik atau nggak baik.
2) Nggak boleh pakai dot saat minum ASIP (ASI Perah)
Zaman Ubii bayi dulu, saya sudah getol memompa ASI karena payudara saya rasanya penuh terus sampai sakit. Ternyata memang berguna sih ASI-ASI perahan saya itu. Saat saya harus ke obsgyn untuk kontrol jahitan pasca SC, Ubii diminumin ASIP.
Saat baby blues saya sudah mencapai ambang lebayatun sehingga saya minta makan di luar sama Adit, Ubii diminumin ASIP. Atau sesimpel saya kepengin mandinya lamaan dikit dan Ubii sudah jejeritan karena haus, ASIP came to the rescue.
Sampai Ubii berusia kurang lebih 3 bulan, saya dan Adit numpang di rumah mertua supaya ada yang mengajari saya merawat bayi. Jadi, siapa yang bertugas meminumkan ASIP ke Ubii saat saya nggak stand-by? Mama mertua.
Semua buku tentang ASI yang saya hap saat hamil bilangnya bayi nggak boleh diminumin pakai dot, nanti dia bisa bingung puting. Minuminnya pakai sendok atau cup feeder. Jadi ilmu itu yang saya transfer ke mama mertua: Ubii minum ASIPnya disendokin atau pakai cup feeder. Titik. Sampai saya blas nggak beli dot sama sekali demi menunjang idealisme ini.
Realita: Ubii nggak bisa minum pakai cup feeder. Tumpah-tumpah terus dan ASIPnya jadi banyak yang terbuang. Dia jadi nangis makin kencang karena kesal. Disendokin sih bisa. Tapi Ubii nya nggak sabaran menunggu sendok di-hap-kan ke mulutnya. Dia jadi makin rewel. Adit juga sudah turun tangan membantu mama nya. Tapi, teuteup Ubii nya nggak nyaman mimi ASIP pakai sendok dan cup feeder.
Akhirnya beli dot. Lancar tanpa bingung puting sama sekali.
Awalnya saya kesal saat ada wacana beli dot. Tapi saya juga nggak bisa protes banyak-banyak karena ingaaattt, judulnya saya numpang. Judulnya saya butuh bantuan mengasuh Ubii saat saya nggak ada di tempat. Jadi bargaining position saya kan nggak kuat. Mau nggak mau ya beli dot juga.
Begitu hasilnya lancar dan Ubii nggak bingung puting, saya langsung mbatin, "Kenapa nggak dari dulu aja yah beli dot nya?" LOL.
Untuk mama-mama yang masih teguh pada prinsip minum ASIP pakai sendok dan cup feeder, silakan yah. Soalnya bingung puting karena pernah dikasih dot itu semacam takdir yang nggak bisa diprediksi. Ada bayi yang minum dari dot terus selama ibunya bekerja, lalu ibunya pulang dan nenenin, bayinya mau-mau aja tanpa ada masalah. Sebaliknya, ada juga bayi yang baru sekaliiiiii aja dikasih dot, bener-bener baru sekali doank, eh abis itu nggak mau lagi menyusu langsung. Pengalaman nyata temen saya ini, no HOAX. Makanya saya dan temen saya akhirnya bilang bingung puting itu takdir. Behehehe.
3) Terapkan jam tidur di jam sekian
Ini bener-bener saya praktikkan dengan tiap jam 7 malam sudah mematikan lampu kamar utama lalu menyalakan lampu kecil supaya Ubii mengenal malam dan jam 7 sudah terkantuk-kantuk. Lalu saya bebas nonton TV sambil ngemil. Itu idealnya yang saya pelajari.
Zaman sudah beda. Sekarang saya kepengin bisa segera me time malam-malam buat mampir ke akun hosip instagram. **Katanya mau ngurangin, Gesi?**
Zaman sudah beda. Sekarang saya kepengin bisa segera me time malam-malam buat mampir ke akun hosip instagram. **Katanya mau ngurangin, Gesi?**
Realita: Sampai Ubii usia 5 bulan, cara ini berhasil. Jam tidur Ubii terbentuk dengan pola yang rutin. Lalu, di usia 5 bulan akhir-akhir, saya mendapati ternyata Ubii mengalami Cerebral Palsy yang membutuhkan fisioterapi rutin. Ndilalahnya, kami dapat jadwal fisioterapi adalah jam 8 malam, seminggu tiga kali. Selesai fisioterapi jam 9 malam. Perjalanan pulang sambil mampir beli lauk, sampai rumah jam 9.30 malam. Jam tidur Ubii jadi mundur-mundur dan lalu kacau.
HAHAHAHAHA **tertawa miris**
Blablabla waktu terus berjalan, sempat ada masa di mana Ubii sangat susah tidur malam dan selalu rewel. Menurut dokter dan terapis, fase itu karena tubuh Ubii yang spastik/kaku sehingga dia merasa nggak nyaman dan jadi susah tidur. Dulu memang Ubii sempat yang kakuuuu banget badan nya. Rewelnya ini bisa semalaman. Kalau pas beruntung, jam 11 dia sudah tepar. Kalau pas apes, pernah sampai jam 2-3 dini hari, Ubii baru terkapar. Jam tidurnya jadi makin kacau karena kondisi kesehatannya.
HAHAHAHAHA **tertawa makin miris**
4) Anak harus makan di baby chair
Sebenarnya saya penganut paham anak perlu dibiasakan makan sambil duduk, nggak sambil lari-larian ngejar ayam. Alasannya bukan cuman karena baca-baca di buku parenting. Tapi, saya pernah liat tetangga saya nyuapin anak balitanya yang aktif banget lari ke sana-sini sehingga ibunya harus ngejar sampai ngos-ngos an itu kayaknya kok capek banget. Kayaknya saya nggak bakal sanggup harus lari kejar-kejaran begitu. Terus, pernah juga liat satu keluarga makan di restoran. Anak balitanya nggak mau duduk di kursi. Jadi makan sambil main-main ke meja orang lain dan kayaknya kok mengganggu kenyamanan pengunjung resto yang lain jadinya.
Makanya anak-anak saya masing-masing punya baby chair sendiri-sendiri demi merealisasikan ekspektasi saya: anak harus makan sambil duduk tenang.
Realita: Untuk Ubii sih berhasil. Ya gimana enggak, wong Ubii belum bisa lari-lari.
HAHAHAHAHA **tertawa miris lagi**
Tapi, untuk Aiden, gagal, sodara-sodari. Sigh.
Awal-awal masa MPASI Aiden sih berhasil banget. Aiden selalu mau makan sampai habis di baby chair. Ya, nggak selalu habis deng. But, most of the time, it worked lah. Saat itu memang Aiden belum bisa berdiri, belum rungsing dan belum lasak. Plus, saya masih selalu bisa menyuapi sendiri karena saat itu jadwal terapi Ubii rada siangan.
Berhubung jadwal terapi Ubii dipadatkan, kadang ada yang dari pagi sampai siang, pasti ada jam-jam makan Aiden yang nggak bisa saya dampingi dan dihandle sama ART. ART saya ini nggak tegaan sama Aiden. Jadi kalau Aiden ngakngek sedikit saat didudukkan di baby chair, dia nggak ada perjuangan untuk membuat Aiden betah. Langsung diturunkan dan dibiarkan Aiden mau nya ngapain. Ndilalah Aiden pas itu sedang hobi banget merangkak sana-sini. Alhasil makan nya jadi sambil main dan pindah-pindah tempat.
Awalnya saya KZL banget. Sampai saya marah-marah ke Adit, walaupun ini bukan salah Adit. Hahaha. Ini salah satu kejelekan saya. Suka nyalahin Adit padahal dia nggak salah apa-apa. Sampai akhirnya aib ini dibongkar sama Adit di tulisan Diari Papi Ubii terbaru nya.
Baca: Diari Papi Ubii #6: When You Marry A Monster (And How To Deal with It)
Kata Adit: Ya udah lah, Mi. Emang mau gimana lagi? Wong kamu juga nggak bisa di rumah terus. Wis, syukuri aja. ART kita sayang sama Aiden. Toh, Aiden juga makan kan yang penting. Yang penting sehat aja lah, Mi. Nanti kalau dia dah gedean, baru kita ajari supaya mau makan sambil duduk terutama kalau pas diajak makan ke resto.
Alhasil saya pun kicep. Karena emang udah terlanjur sih. Dibikin jengkel terus juga jadi penyakit hati doank.
Yang penting anaknya mau makan jadi ucapan untuk melegakan deh.
5) Anak harus duduk di car seat selama di mobil
Car seat itu penting banget untuk keamanan anak dan seisi pengendara mobil dalam perjalanan. Setuju ya pasti sama poin ini. Makanya di negara-negara maju, peraturan untuk pakai car seat sudah tertata dengan baik. Bahkan ada denda kalau ada yang melanggar.
Saya setuju banget sama pentingnya car seat. Jadi untuk Ubii, dia sudah punya car seat sendiri entah sejak umurnya berapa. Lupa deh. Car seat nya pink unyu-unyu karena saya yang milih, bukan Ubii sendiri. LOL.
Baca: [REVIEW] Car Seat Pink Madrid Mothercare (including tips memilik car seat!)
Realita: Untuk Ubii, berhasil.
Untuk Aiden, enggaaaakkkk.
Kenapa? Karena sampai detik ini saya belum berhasil nabung untuk beli car seat satu lagi. Hahahahaha. Andaikan saya bisa beli pun, mobil juga sudah nggak bisa dipasangi car seat sih kayaknya. Mobil kami adalah Avanza tipe lama. Adit menduduki kursi driver, of course. Saya di samping Adit karena kami harus selalu bersama sepanjang masa. Ubii dan car seat nya di kursi tengan belakang Adit. Nanny di sebelah Ubii. Harus ada yang menjejeri Ubii kalau-kalau Ubii butuh makan atau minum susu karena Ubii belum bisa ngelakuin itu sendiri. Kursi belakang harus dilipat untuk membawa kursi roda Ubii.
Baca: First Time Experience: Membawa Ubii Ke Mall dengan Kursi Roda
Jadi mau ditaroh di manaaa?
Lalu sekarang cara berkendara Aiden sungguh nggak elegan. Dia bisa duduk di depan dipangku sama Mami nya. Bisa di tengah sama nanny. Saat dia sangat amat rewel yang nggak bisa ditenangkan dengan cara apa pun, dia minta dipangku sama Adit ikut sok-sok an nyetir.
Dan dia terlihat amat puas.
Sadar banget ini bahaya dan jangan ditiru yah. Kalau ada yang mau mengkritik, please sekalian beliin mobil baru buat kami. Alphard atau Vellfire boleh lah. Oksip.
**Sekali lagi, jangan ditiru**
6) MPASI harus homemade
Ini antara idealis dan pengin kasih yang terbaik. Kita pasti setuju, makanan rumahan pasti lebih baik daripada makanan instan. No pengawet, no pewarna buatan, no yang lain-lain no, pokoknya MPASI homemade paling iyes. Makanya kita yang dewasa pun makan Indomie, Popmie, Mie Gelas, dan kawan-kawannya juga nggak boleh sering-sering. Walaupun, untuk Indomie, ada pengecualian ya. Karena Indomie sungguh amat sangat menggoda iman. LOL.
Sebelum Ubii mulai MPASI, saya yang nggak pernah menyatroni dapur semasa masih gadis kecuali untuk bikin Indomie, rebus air, dan mencuci beras ini sudah rajin belajar ilmu per-MPASI-an dari sebulan sebelumnya. Ikut kelas MPASI, beli buku menu MPASI, beli perlengkapan perang MPASI, apa lagi yah?
Baca: Daftar Perlengkapan MPASI Bayi dan Harganya
Oh iya, saya juga berlatih siang dan malam. Dengan tetesan keringat, darah, dan air mata, saya belajar bikin MPASI rumahan yang sehat dan penuh cinta. Ngebejek alpokat aja latihan dulu, demi mendapat tekstur yang pas. Lalu ada latihan bikin kaldu daging dan kaldu sayur. Latihan bikin bumbu ungkep. Saat latihan sih semangat, karena latihannya malam-malam saat Ubii sudah bobok. Jadi cuci blender, panci, dan sebangsanya dibantuin Adit.
Baca: Untuk Para Suami, Berbagi Tugas Yuk!
Pertanyaannya, berhasil nggak MPASI selalu homemade?
Realita: Awalnya berhasil terus sampai Ubii usia 9 bulan. Lalu pelan-pelan, kok capek ya, kok mati gaya ya, kok kehabisan ide ya, kok males nyuci peralatan masak ya, dan alasan-alasan lain. Ada alasan lain lagi sih, kali ini agak berkelas dan serius.
Dulu Ubii sempat stuck banget nget nget berat badannya. Selama 4 bulan, beratnya nggak naik sama sekali. Jangan tanya segetol apa saya berusaha menaikkan, karena saya sudah berusaha optimal **menurut standard dan kemampuan saya** jadi kan bingung tuh.
Baca: Tips Menambah Berat Badan Anak
Lalu kami ke dokter ahli gizi. Beliau malah menyarankan dikasih makanan instan. Kebetulan ada satu merk makanan instan yang katanya bisa menambah berat badan anak. Selain formula penambah berat badan itu, ahli gizi juga menjabarkan segambreng alasan kenapa makanan instan juga baik.
Ya wes, akhirnya saya beli merk itu demi berat badan Ubii ada kenaikan. Ternyata kok enak punya stok makanan instan. Saat kami mengajak Ubii main ke luar dan Ubii jam makan, tinggal sobek kertas pembungkus dan tuang air panas lalu lhep lhep. Bawaan pun jadi nggak banyak. Cuma tupperware sebiji, sendok, dan termos air panas kecil doank. Wah, ringkas sekali!
Walau tetap masih mengusahakan makanan homemade, tapi saya jadi nggak bersikeras menolak makanan instan lagi deh. Hidup saya pun lebih mudah. Hahahahahahahahaha.
7) Body back to normal dan foto bersama anak selalu kece
Poin terakhir ini adalah poin yang paling remeh dan receh. Tapi, jujur yah, kalian juga punya ekspektasi ini nggak, hayooooo? BAHAHAHA. Saat hamil bahkan hamil anak pertama, saya sudah membayangkan kalau bakal getol berolahraga minimal sit up demi bentuk badan kembali seperti semula.
Urusan foto sama anak, rasanya pengin ya kalau foto sama anak bisa kece terus. Kece standard saya, yah bisa dipakai lah untuk gonta-ganti profile picture segala media sosial. Kayak kembaran saya, Wulan Guritno ituh. Foto bangun tidur aja cantik. Tanpa harus bersusah payah untuk menghasilkan foto kece pun foto nya nggak ada yang jelek. Ah, demi dewa, saya mauuuu!
Realita: Nyatanya apa? NIHIL senihil-nihilnya. Sampai kini anak sudah dua biji, perut masih buncit dan menantang. Kalau ada foto di mana perut saya tampak agak rata, seperti ini,
...
...
...
...oh itu FAKE! Kuncinya adalah: tahan napas.
Kalau mau lebih ada effort, bisa diakali dengan pakai korset. Sayangnya, saya terlalu malas untuk pakai korset. Korset di lemari ada 3 biji. Sebiji ada yang beli korset bermerk harga ratusan ribu. Dipakai berapa kali? 3 kali saja.
Imbasnya? 1) Harus selalu inget untuk tahan napas saat mau foto, 2) Adit ngambek, dan 3) Adit jadi suka introgasi sebelum saya beli sesuatu, "Yakin nanti dipake? Dipake berapa lama nanti? Awas nggak dipake." Ah, saya lelah punya suami cerewet!
Masalah foto? Banyakan yang nggak kece daripada yang kece. Padahal sudah berusaha maksimal. Entah poni sigar, nggak fokus ke kamera, gaya nggak kompak, atau malah merem dan ekspresi anak kayak abis dipaksa ngapain.
Atau kadang, sudah pasang senyum Pepsodent siap cekrek, rambut kejambak bocak dan jadi meringis.
Yang berusaha keliatan caem aja hasilnya gitu-gitu aja. Apalagi yang apa adanya. LOL.
Makanya, saya iri sama emak-emak yang pakai daster or baju rumah aja bisa tetep terlihat mempesona. Kalau di foto, saya terlihat sedikit mempesona, percaya lah itu karena mujizat aplikasi editan foto doank. Saya mendownload banyak aplikasi. Silakan diintip yah.
Baca: 8 Aplikasi Edit Foto Gratis Favorit Mami Ubii
Menurut saya dari pengalaman pribadi, saat punya anak pertama, wajar banget kalau kita punya ekspektasi ini itu anu. Alasannya macam-macam. Kalau saya:
Sebenarnya saya penganut paham anak perlu dibiasakan makan sambil duduk, nggak sambil lari-larian ngejar ayam. Alasannya bukan cuman karena baca-baca di buku parenting. Tapi, saya pernah liat tetangga saya nyuapin anak balitanya yang aktif banget lari ke sana-sini sehingga ibunya harus ngejar sampai ngos-ngos an itu kayaknya kok capek banget. Kayaknya saya nggak bakal sanggup harus lari kejar-kejaran begitu. Terus, pernah juga liat satu keluarga makan di restoran. Anak balitanya nggak mau duduk di kursi. Jadi makan sambil main-main ke meja orang lain dan kayaknya kok mengganggu kenyamanan pengunjung resto yang lain jadinya.
Makanya anak-anak saya masing-masing punya baby chair sendiri-sendiri demi merealisasikan ekspektasi saya: anak harus makan sambil duduk tenang.
Realita: Untuk Ubii sih berhasil. Ya gimana enggak, wong Ubii belum bisa lari-lari.
HAHAHAHAHA **tertawa miris lagi**
Tapi, untuk Aiden, gagal, sodara-sodari. Sigh.
Awal-awal masa MPASI Aiden sih berhasil banget. Aiden selalu mau makan sampai habis di baby chair. Ya, nggak selalu habis deng. But, most of the time, it worked lah. Saat itu memang Aiden belum bisa berdiri, belum rungsing dan belum lasak. Plus, saya masih selalu bisa menyuapi sendiri karena saat itu jadwal terapi Ubii rada siangan.
Berhubung jadwal terapi Ubii dipadatkan, kadang ada yang dari pagi sampai siang, pasti ada jam-jam makan Aiden yang nggak bisa saya dampingi dan dihandle sama ART. ART saya ini nggak tegaan sama Aiden. Jadi kalau Aiden ngakngek sedikit saat didudukkan di baby chair, dia nggak ada perjuangan untuk membuat Aiden betah. Langsung diturunkan dan dibiarkan Aiden mau nya ngapain. Ndilalah Aiden pas itu sedang hobi banget merangkak sana-sini. Alhasil makan nya jadi sambil main dan pindah-pindah tempat.
Awalnya saya KZL banget. Sampai saya marah-marah ke Adit, walaupun ini bukan salah Adit. Hahaha. Ini salah satu kejelekan saya. Suka nyalahin Adit padahal dia nggak salah apa-apa. Sampai akhirnya aib ini dibongkar sama Adit di tulisan Diari Papi Ubii terbaru nya.
Baca: Diari Papi Ubii #6: When You Marry A Monster (And How To Deal with It)
Kata Adit: Ya udah lah, Mi. Emang mau gimana lagi? Wong kamu juga nggak bisa di rumah terus. Wis, syukuri aja. ART kita sayang sama Aiden. Toh, Aiden juga makan kan yang penting. Yang penting sehat aja lah, Mi. Nanti kalau dia dah gedean, baru kita ajari supaya mau makan sambil duduk terutama kalau pas diajak makan ke resto.
Alhasil saya pun kicep. Karena emang udah terlanjur sih. Dibikin jengkel terus juga jadi penyakit hati doank.
Yang penting anaknya mau makan jadi ucapan untuk melegakan deh.
5) Anak harus duduk di car seat selama di mobil
Car seat itu penting banget untuk keamanan anak dan seisi pengendara mobil dalam perjalanan. Setuju ya pasti sama poin ini. Makanya di negara-negara maju, peraturan untuk pakai car seat sudah tertata dengan baik. Bahkan ada denda kalau ada yang melanggar.
Saya setuju banget sama pentingnya car seat. Jadi untuk Ubii, dia sudah punya car seat sendiri entah sejak umurnya berapa. Lupa deh. Car seat nya pink unyu-unyu karena saya yang milih, bukan Ubii sendiri. LOL.
Baca: [REVIEW] Car Seat Pink Madrid Mothercare (including tips memilik car seat!)
Realita: Untuk Ubii, berhasil.
Untuk Aiden, enggaaaakkkk.
Kenapa? Karena sampai detik ini saya belum berhasil nabung untuk beli car seat satu lagi. Hahahahaha. Andaikan saya bisa beli pun, mobil juga sudah nggak bisa dipasangi car seat sih kayaknya. Mobil kami adalah Avanza tipe lama. Adit menduduki kursi driver, of course. Saya di samping Adit karena kami harus selalu bersama sepanjang masa. Ubii dan car seat nya di kursi tengan belakang Adit. Nanny di sebelah Ubii. Harus ada yang menjejeri Ubii kalau-kalau Ubii butuh makan atau minum susu karena Ubii belum bisa ngelakuin itu sendiri. Kursi belakang harus dilipat untuk membawa kursi roda Ubii.
Baca: First Time Experience: Membawa Ubii Ke Mall dengan Kursi Roda
Jadi mau ditaroh di manaaa?
Lalu sekarang cara berkendara Aiden sungguh nggak elegan. Dia bisa duduk di depan dipangku sama Mami nya. Bisa di tengah sama nanny. Saat dia sangat amat rewel yang nggak bisa ditenangkan dengan cara apa pun, dia minta dipangku sama Adit ikut sok-sok an nyetir.
Dan dia terlihat amat puas.
Sadar banget ini bahaya dan jangan ditiru yah. Kalau ada yang mau mengkritik, please sekalian beliin mobil baru buat kami. Alphard atau Vellfire boleh lah. Oksip.
**Sekali lagi, jangan ditiru**
6) MPASI harus homemade
Ini antara idealis dan pengin kasih yang terbaik. Kita pasti setuju, makanan rumahan pasti lebih baik daripada makanan instan. No pengawet, no pewarna buatan, no yang lain-lain no, pokoknya MPASI homemade paling iyes. Makanya kita yang dewasa pun makan Indomie, Popmie, Mie Gelas, dan kawan-kawannya juga nggak boleh sering-sering. Walaupun, untuk Indomie, ada pengecualian ya. Karena Indomie sungguh amat sangat menggoda iman. LOL.
Sebelum Ubii mulai MPASI, saya yang nggak pernah menyatroni dapur semasa masih gadis kecuali untuk bikin Indomie, rebus air, dan mencuci beras ini sudah rajin belajar ilmu per-MPASI-an dari sebulan sebelumnya. Ikut kelas MPASI, beli buku menu MPASI, beli perlengkapan perang MPASI, apa lagi yah?
Baca: Daftar Perlengkapan MPASI Bayi dan Harganya
Oh iya, saya juga berlatih siang dan malam. Dengan tetesan keringat, darah, dan air mata, saya belajar bikin MPASI rumahan yang sehat dan penuh cinta. Ngebejek alpokat aja latihan dulu, demi mendapat tekstur yang pas. Lalu ada latihan bikin kaldu daging dan kaldu sayur. Latihan bikin bumbu ungkep. Saat latihan sih semangat, karena latihannya malam-malam saat Ubii sudah bobok. Jadi cuci blender, panci, dan sebangsanya dibantuin Adit.
Baca: Untuk Para Suami, Berbagi Tugas Yuk!
Pertanyaannya, berhasil nggak MPASI selalu homemade?
Realita: Awalnya berhasil terus sampai Ubii usia 9 bulan. Lalu pelan-pelan, kok capek ya, kok mati gaya ya, kok kehabisan ide ya, kok males nyuci peralatan masak ya, dan alasan-alasan lain. Ada alasan lain lagi sih, kali ini agak berkelas dan serius.
Dulu Ubii sempat stuck banget nget nget berat badannya. Selama 4 bulan, beratnya nggak naik sama sekali. Jangan tanya segetol apa saya berusaha menaikkan, karena saya sudah berusaha optimal **menurut standard dan kemampuan saya** jadi kan bingung tuh.
Baca: Tips Menambah Berat Badan Anak
Lalu kami ke dokter ahli gizi. Beliau malah menyarankan dikasih makanan instan. Kebetulan ada satu merk makanan instan yang katanya bisa menambah berat badan anak. Selain formula penambah berat badan itu, ahli gizi juga menjabarkan segambreng alasan kenapa makanan instan juga baik.
Ya wes, akhirnya saya beli merk itu demi berat badan Ubii ada kenaikan. Ternyata kok enak punya stok makanan instan. Saat kami mengajak Ubii main ke luar dan Ubii jam makan, tinggal sobek kertas pembungkus dan tuang air panas lalu lhep lhep. Bawaan pun jadi nggak banyak. Cuma tupperware sebiji, sendok, dan termos air panas kecil doank. Wah, ringkas sekali!
Walau tetap masih mengusahakan makanan homemade, tapi saya jadi nggak bersikeras menolak makanan instan lagi deh. Hidup saya pun lebih mudah. Hahahahahahahahaha.
7) Body back to normal dan foto bersama anak selalu kece
Poin terakhir ini adalah poin yang paling remeh dan receh. Tapi, jujur yah, kalian juga punya ekspektasi ini nggak, hayooooo? BAHAHAHA. Saat hamil bahkan hamil anak pertama, saya sudah membayangkan kalau bakal getol berolahraga minimal sit up demi bentuk badan kembali seperti semula.
Urusan foto sama anak, rasanya pengin ya kalau foto sama anak bisa kece terus. Kece standard saya, yah bisa dipakai lah untuk gonta-ganti profile picture segala media sosial. Kayak kembaran saya, Wulan Guritno ituh. Foto bangun tidur aja cantik. Tanpa harus bersusah payah untuk menghasilkan foto kece pun foto nya nggak ada yang jelek. Ah, demi dewa, saya mauuuu!
Realita: Nyatanya apa? NIHIL senihil-nihilnya. Sampai kini anak sudah dua biji, perut masih buncit dan menantang. Kalau ada foto di mana perut saya tampak agak rata, seperti ini,
...
...
...
...oh itu FAKE! Kuncinya adalah: tahan napas.
Kalau mau lebih ada effort, bisa diakali dengan pakai korset. Sayangnya, saya terlalu malas untuk pakai korset. Korset di lemari ada 3 biji. Sebiji ada yang beli korset bermerk harga ratusan ribu. Dipakai berapa kali? 3 kali saja.
Imbasnya? 1) Harus selalu inget untuk tahan napas saat mau foto, 2) Adit ngambek, dan 3) Adit jadi suka introgasi sebelum saya beli sesuatu, "Yakin nanti dipake? Dipake berapa lama nanti? Awas nggak dipake." Ah, saya lelah punya suami cerewet!
Masalah foto? Banyakan yang nggak kece daripada yang kece. Padahal sudah berusaha maksimal. Entah poni sigar, nggak fokus ke kamera, gaya nggak kompak, atau malah merem dan ekspresi anak kayak abis dipaksa ngapain.
Atau kadang, sudah pasang senyum Pepsodent siap cekrek, rambut kejambak bocak dan jadi meringis.
Yang berusaha keliatan caem aja hasilnya gitu-gitu aja. Apalagi yang apa adanya. LOL.
Makanya, saya iri sama emak-emak yang pakai daster or baju rumah aja bisa tetep terlihat mempesona. Kalau di foto, saya terlihat sedikit mempesona, percaya lah itu karena mujizat aplikasi editan foto doank. Saya mendownload banyak aplikasi. Silakan diintip yah.
Baca: 8 Aplikasi Edit Foto Gratis Favorit Mami Ubii
***
- Pengin maksimal jadi ibu
- Ikut kelas parenting atau baca buku yang menyatakan bahwa X adalah pilihan terbaik untuk anak sehingga saya penginnya kasih yang the best. Ibu mana coba yang nggak pengin kasih yang terbaik?
- Belum ada gambaran bahwa ternyata jadi ibu itu rempong dan banyak PR
- Belum ada bayangan bahwa ternyata lebih baik waras dan happy daripada ribet sama perintilan lalu akhirnya stress sendiri
- Terlalu percaya diri
- Punya jiwa kompetitif
- Kombinasi dari alasan-alasan di atas
- Apa lagi yah?
Namanya juga ekspektasi, kita boleh punya ekspektasi apa pun. Tapi, tetap, kita perlu sadar bahwa realita bisa jadi nggak sesuai dengan ekspektasi yang sudah kita susun rapi. Sehingga, pada akhirnya, kita harus berdamai dengan kenyataan bahwa nothing's perfect and no mom is perfect.
Baca: Berdamai dengan Peran Ibu
Baca: Berdamai dengan Peran Ibu
Akhirnya saat masanya Aiden, saya jadi lebih santayyy. Nggak terlalu harus idealis yang gimana-gimana. Yang penting saya bahagia, supaya Ubii dan Aiden juga ikut bahagia. Yang penting saya nggak kecapekan, supaya anak-anak nggak jadi korban emosi saya karena saya terlalu capek. Yang penting saya tetap mengasuh dengan cinta. Titik. Apalagi punya anak lebih dari satu kan pasti nambah effort dan macam-macamnya.
Baca: 10 Hal Yang Berubah Setelah Punya 2 Anak
Baca: 10 Hal Yang Berubah Setelah Punya 2 Anak
Punya ekspektasi macam apa pun itu hak dan pilihan kita masing-masing. Kalau ada ibu-ibu muda **saya ngomong gini kesannya kayak saya udah tua** yang saya tau punya idealisme A, B, C, saya pasti menahan diri sebisanya untuk komentar kalau memang nggak diminta. Tapi, kalau mereka nanya pendapat dan masukan saya, biasanya saya cuman bilang, "Nggak usah terlalu ngoyo. Ibu bahagia, anak bahagia. Udah itu aja yang penting."
Kalau kita sendiri masih menjunjung tinggi idealisme dan ekspektasi kita sendiri untuk anak-anak kita, ya silakan dan monggo. Wong namanya anak juga anak kita sendiri. Capek juga capek kita sendiri. Satu aja sih pesen saya.
Jangan lantas merasa idealisme kita sudah paling benar sehingga kita merasa berhak mengkritik pola peranting ibu-ibu lain. Kalau kita masih getol menyiapkan MPASI homemade untuk anak kita sendiri, jangan lantas mencibir ibu-ibu lain yang terkadang kasih makanan instan. The same thing goes to idealisme lain selain MPASI yah.
Karena sesama ibu itu baiknya bersatu. Bahahaha. Sok romantis.
But you've got the idea, right?
Naaahh, sekarang, gantian kalian yang cerita dong dong dong. Kalian pernah punya ekspektasi apa aja nih? Dan gimana realita nya? Ada yang ekspektasi VS realita nya sama kayak saya nggaaaakkk?
Atau mau curhat dinyinyir karena pola parenting kita juga boleh. Mau menyemangati ibu-ibu di luar sana juga boleh. Cerita apa pun boleh pokoknya.
Atau mau curhat dinyinyir karena pola parenting kita juga boleh. Mau menyemangati ibu-ibu di luar sana juga boleh. Cerita apa pun boleh pokoknya.
Yuk ah jangan malu-malu cerita.
LOL.
**Betewe, maaf post ini panjang banget dan maafin juga saya nempel banyak link ke postingan-postingan sebelumnya**
Baca juga: Ekspektasi VS Realita Pernikahan - lucu nggak menurut kalian? Hahaha.
**Betewe, maaf post ini panjang banget dan maafin juga saya nempel banyak link ke postingan-postingan sebelumnya**
Baca juga: Ekspektasi VS Realita Pernikahan - lucu nggak menurut kalian? Hahaha.
Love,
Aahhh semuanya bener bangeetttt.. hahahaha..
ReplyDeleteAahhh semuanya bener bangeetttt.. hahahaha..
ReplyDeleteGesi yang punya anak baru dua aja ke Aiden lebih santai, gimana sayaaaah? Hahahaha...
ReplyDeleteUdah 3 bijik, jadi seloooww banget sekarang.
Idealisme menjadi "ibu yang sempurna akan terkikis seiring jumlah anak yang bertambah" wkwkwkw. Nggak tau yang lain, saya sih gitu wkwkwkwk
Yang penting anak happy, ibu waras. Cukup :D
Bener mbak?saya mau promil anak ke-3, tp ragu2 soalnya saya gampang bgt spaneng,blm bs santai,jd sering ngamuk2
DeleteSuka sekali, dan itu semua benar sebenar-benarnya ^_^
ReplyDeleteHaha, makanya sekarang aku lagi mengurangi baca buku parenting. Takut stres hiks. Kata suami, kebanyakan ilmu juga ga baik *eh :v ya mungkin maksudnya takut ga sejalan kali ye :D
ReplyDeleteEh emang mirip kok kalian, sama kerennya dan sama hebatnya :D , hihihi
ReplyDeleteyaampunn aku lagi hamil 8 bulan, lagi banyak-banyaknya baca soal parenting,, dan emang bener bangettt.. saat baca, ekspektasi-ekspektasi menjadi ibu idealis mulai tergambar hihihi ngebuka pikiran bangetlah ini tulisannya makasih kakak :)
ReplyDeleteyang penting jalananin dengan ikhlas dan tetep bahagia kali yaah.. thx for sharing looooh :) :) :)
Ekspetasi: berat hamil 15 kilo turun dalam 3 bulan karena menyusui
ReplyDeleteRealita: turun 12 kilo dalam 1.5 tahun hahahahaha.... berasa dibohongin ktnya nyusuin nurunin berat badan, padahal lapernya ampun2.... Thanks for sharing Mami Ubii, we are not alone hahahaha :* (btw ponakanku jg cerebral palsy so I feel u)
Gapapa anak ikutan nyetir yg penting anteng. Anak sy dua duanya dulu kecilnya juga kalo naik mobil duduknya di belakang kemudi hehehe
ReplyDeleteMami Ubii Aiden kece banget kl nulis.
ReplyDeleteSama, mamih..
Saya juga berharap bisa teteup langsing setelah melahirkan.
Kenyataannya...saya gak akan pernah turun BB selama masih menyusui.
Lagi seneng-senengnya punya anak usia 16 bulan, ndilalah hamil lagi.
Kapaaann langsingnyaaa...?
Alhamdulillah,
Suami setuju KB.
Sekarang balas dendam dengan ikut kelas zumba.
Yeeaayy...lumayan.
Apa yang dibilang mami Ubi ini bener dan real banget,,,serasa ngaca ke diri sendiri...bahaha.Yang penting anak sehat ibu bahagia dan terpenting no stresss....
ReplyDeleteApa yang dibilang mami Ubi ini bener dan real banget,,,serasa ngaca ke diri sendiri...bahaha.Yang penting anak sehat ibu bahagia dan terpenting no stresss....
ReplyDeleteSama banget mba Grace apalagi soal asi dn MPASI. . .😁. Ternyata aq nggak sendirian ngalamin hal begini. . .horee yeyeye
ReplyDeleteKamu tuh kok ya lucuuu toh geesss.... ini nasibnya sama, tapi abis dijembrengin begini malah jadi mesem2 cengar cengir sendiri...
ReplyDeleteSemangaaatttt!!
ges, dari semua poin yg kamu tulis, cuma no 7 trakhir, yg aku sukses lakuin hahahah ;p.. bera bdn justru jd underweight -__- . sampe [using aku naikinnya... tp yg lain2nya, trpaksa hrs ngaku ga ada yg berjalan ;p.. tp memang dr`awal aku ga mau pasang ekspektasi tinggi sih pas punya anak.. jalanin ajalah.. drpd stress sndiri nantinya ;p..
ReplyDeleteSama. Anak pertama idealis..Anak ke 2 lebih santai. Soalnya klo kekeh teori parenting..capek. Kadang susah diterapin.
ReplyDeleteaku sampe baby blues syndrome yg lumayan blue pas anak kedua, karena beban ekspetasi itu... walopun anak pertama jg ga ideal bgt tp masih dalam tahap saya ikhlas hehe, ketika anak kedua lahir dan idealisme bener2 harus dikompromikan demi kesejahteraan bersama, saya jadi down banget dan merasa gagal, dan lahirlah pemikiran seperti mbak gebi ini, tetep.hepi dan waras pertimbangan yg penting juga dlm menjalankan parenting... ��
ReplyDeleteSaya ngakak pas baca minum kopi saja ya nak daripada sufor :)
ReplyDeleteHehehe, realita akan terasa indah bila dijalani dengan cinta ya, Mbak.
*ngakakkkkk
ReplyDeleteNyengir-nyengir aja baca ini. Astagaaa ngalamin juga ternyata. Hahaha
ReplyDeletetapi aku ga gitu2 juga seh ges.. :P
ReplyDeleteIni sama banget, almost all of them. HAHAHAHAHAHA.
ReplyDeleteBedanya aku dari awal udah rencanakan pake dot, biar pas ditinggal anake gelem nyusu. Pas banget 3 bulan masuk kerja, sukur alhamdulillah dedenya mau pake dot, malam nyusu langsung, aku justru yang bingung, "Bingung puting itu apa ya?" HAHAHA.
Applause yang anaknya bisa minum pakai cup feeder, kalian juara! Sungguh ribet membayangkannya.
MPASI aku masih bikin sendiri, tapi dari awal ga nolak instant (in case kalau kepepet),dan aku malah giroh sendiri pengen buru-buru liat anaknya mam biskuit.
Plus satu lagi, anakku gak boleh minum obat apalagi antibiotik! Obatnya hanya 1, yaa ASI :D
Gak minum obat bertahan sampaaaaiiii akhirnya anakku diare dan batuk -___-"
Yasudahlah yang penting anaknya jadi sehat, daripada sakit malah sedih kepikiran ninggalinnya tiap hari.
Semangat mamskiiii yang penting anak sehat, ibu waras HAHAHAHAHA.
ini mah aku kayak baca curhatan sendiri mami gesi... punya 2 anak, 1 toddler dan 1 baby rasanya luar biasa.
ReplyDeleteohiya ilustrasinya lucu banget aku sampe ngakak.
keep inspiring dan sehat terus ya.
waktu melahirkan anak pertama aku ada di jakarta dan ekspektasiku sebagai ibu ughh... banyak diatur-atur oleh orang-orang tua dan sepuh... tapi pas melahirkan anak kedua di sydney yang nggak ada keluarga atau kerabat, malah lebih enjoy akunya karena aku nggak punya ekspektasi apa2 selain do the best aja deh...
ReplyDeleteintinya teori harapan dan fakta itu... bagai dua kutub... jauhhhhhh..banget nget,,
ReplyDeleteperempuan kemana2 perut..jadi urusan..he2
Anak ketiga mau seloow malah ga bisa, mau kasih makanan instan dilalah alergian-matek lah awak bkin MPASI, makanan buat diri sendiri aja sulit. Tiap mw beli pospak LBH byk, eh duitnya kepake buat urusan kakak2nya, yah suds nge clodi aja dulu ^^ paling skrg dah ga ad LG tuw bedain cucian baju bayi sama baju yg lain, campur semua pakai deterjen dewasa. Hayati lelah
ReplyDeleteHahahahha saya cita-cita langsing, dan terus diperbaharui resolusi itu tiap tahun sampe sekarang sampe anak udah SMP....
ReplyDeleteAduh jadi konsen mau ngakak aja nih...
ReplyDeleteTahan nafasnya mau kutiru ah hHahaha
Mbak grace makanan instan buat penambah bb apa ya? Rumaisha udah 9 bulan tapi bb nya segitu aja selama 3 bulan ini, ngga naik2, padahal makannya lahap banget.
ReplyDeletelo harus denger komen emak gw ..
ReplyDeleteGw: Mama.. aku udah sebulan nih aku jadi ibu. Udah banyak bisa ngurus bayi (yg tadinya clueless).
Mom: Congratz ya, untung dia hidup.
Anakku sukses gk mkn MPASI instan tp pas udh umur 2thn mulai nyicip indomie LOL
ReplyDeleteMbak grace makanan instan buat penambah bb apa ya? Rumaisha udah 9 bulan tapi bb nya segitu aja selama 3 bulan ini, ngga naik2, padahal makannya lahap banget.
ReplyDeleteMbak grace makanan instan buat penambah bb apa ya? Rumaisha udah 9 bulan tapi bb nya segitu aja selama 3 bulan ini, ngga naik2, padahal makannya lahap banget.
ReplyDeleteMbak aku prnah lihat ada Milna weight gain namanya..khusus buat boost berat badan. Cuman ga tau deh yg momi grace pake milna jg atau bukan.
DeleteTeori n praktek mah jauh Mak Ges, ASI full sih tapi tetep pake dot, kasian juga kalo mertua mesti nyendokin atu atu. Point 7 bener banget, dulu pas Ngasi pengen segera lulus ASIX terus bisa puasa atau diet, tapi prakteknya nol. OMG.
ReplyDeleteiya yah, aku amh akhirnya try and eror dan disesuaikan dg kondisi anak juga ya, maunya gimana
ReplyDeleteMamiii Ubiiii, ini postingan panjang bener. tapi aku tetep baca gak dilewat satu kata pun.
ReplyDeleteIya bener banget, saya juga punya ekspektasi dan realita. ada sebagian yang goal berhasil dilakukan ada yang gagal.
dan iya, setelah punya anak 2 atau lebih, prinsip yg dianut itu : yang penting ibi bahagia, jadi anak bahagia.
untuk pekerjaan rumah juga jadi enggak ngoyo harus beres dan rapi sesuai jadwal. prinsipnya jadi : yg penting saya enggak kecapean, yg penting anak bebas main.
Happy mom, happy kids
Kamu ngerti aku banget deh mba hahaha. Iya aku kok rasanya makin ngepoin postingan mpasi para selebgram jadi makin pusing lol. Ah selow ae lah saiki hihihaha
ReplyDeleteMama Ivon perlu baca ini nih, makasih Mbak udah sharing.
ReplyDelete& saya pun ngekek dari awal sampai akhir baca...hahaaaa..
ReplyDeleteWes ngono wae,, wkwkwkkkkk
Pengalaman zaman Aiman ini hehehe
ReplyDeleteWah malah gagal fokus sama hap. Ngakak abis sambil nahan pipis. Seriusan.
ReplyDeleteHihihihi.. semuanya aku pernah ngalamin. Dari yang ASIX gagal, krn 3 hari pertama kena sufor. Trus merasa berdosa, takut dinyinyirin sama ibu2 lain, makanya aku diem aja. Biar taunya ASIX sempurna. :)))) Fake banget.
ReplyDeleteaku malahan nyeselin dulu kok kayaknya kurang info deh, nggak ada blog mahmud yang bisa difollow..., jadi banyak takutnya ngurus anak
ReplyDeletewkwkwk. daku mah enggak sesuai harapan semua miii
ReplyDeletepengen lahiran normal tapi panggul sempit, yaudah sc
pengen ASIX tapi ASI baru keluar setelah 2 hari padahal Juna nangis terus, ggada donor ASI yaudah sufor
maunya ngasih ASI sampai 2 tahun tapi setahun anaknya udah enggak mau sendiri
dan banyak idealisme lain yang kalau aku paksa malah bikin Juna tersiksa, kayak enggak boleh ini itulah..heheh
tapi yaudahlah, aku mah sekarang enggak idealis
yang penting Juna sehat dan aku ngasuh enggak nyalahin aturan
soal entar mau dibilang ibu yang gimana-gimana, yg penting sih enggak merugikan orang lain kalau aku mah... heheh
Ekspektasiku malah kebalikan mbak, pas hamil liat body jelek mikirnya ah gak papa yang penting anak asi, anak sehat, tar juga kalau udah pada selesai bisa senam lagi. Realitanya pas ngaca liat PD kendor melorot kewer2 kaya wewe gombel, perut ngglambir kaya tentakel gurita eh aku-nya stress... Hahahaha...
ReplyDeleteAaahhh aku setuju bgt sm postingan ini..
ReplyDeleteDulu anak pertama mompa asi di masukin ke botol dan beneeeer..krn seringnya minum pake dot jd dy gak mau nyusu langsung..mungkin itu yg di namakan bingung puting..
Saking seringnya di pompa persediaan asi entah knp jd menyusuuuttt..baru 4 bln udh berganti ke sufor..yo wes lah di syukuri yg penting anak e sehat kan yeeee..
Lahir anak ke 2 bertekad bwt bisa menyusui langsung..inget pas anak pertama capek mompa tiap 2 jam sekali..nyiapin pompa,botol susu belom nyucinya..jd males bwt mompa..dan sekarang ini yg di sesali..knp dr pertama ga di ajari pake dot???LOL
Minum langsung dr sumbernya jd bikin ribeeettt..menurut aku lho yaaaa..soalnya harus punya baju yg busui friendly sdgkn diriku smua baju nya model kaos..trs aku harus punya celemek bwt nutupin kl lg nyusu di luar *soalnya aku berhijab*..gak bisa di tinggal2 pergi lama..dan mpe detik ini dy sm sekali gak mau pake dot..aaahhhhh nyesel knp gak dr pertama ngenalin dot yaaaa..*hiiikkksss*
Mungkin aku ibu2 yg kurang mensyukuri anak ga mau dot malah di kasih dot..
Tp bwt aku anak yg kl mau micu pake dot enak bs di tinggal ngapa2in..
Apalagi umur anak pertama sm anak ke dua bedanya cm dikit..
Jd si abang masih butuh perhatian dr mama nya..gak pake jasa art jd smua di lakuin sendiri..
Emang terkadang ekspetasi tak sesuai dgn realita..
Di jalanin aja sesuai kemampuan masing2..
Gak usah nyinyirin ibu2 laen..
Kita gak tau bagaimana beratnya mereka berjuang..
Apapun itu pasti ibu2 tau yg terbaik untuk anak2nya..
Cemungut ya buibu di luar sana..
Kerenn mbak sharingnyaa..sesuai bgt di kehidupan nyatanya rata2 ky gt
ReplyDeleteAkhirnya stelah 3hari aq lelah nyendokin aq langsung beli dot 3, putingku msh tetep kecil shg abi mrengek terus karna gbs2 nyedot, akhirnya nyampe skrg tetep dibantu sufor walopun sedih sih, bangun atau ngasih susu tdk 2jam skali tp sebangunnya abi bs 2/3/4 jam tp tdk lebih dr itu dan slalu aku kenyangin biar ga ngrengek nangis kelaperan... Tp yaitu yg dl dibayangkan pas hamil tdk spt realitanya... Jd skrg aq mkirnya, yg penting anakku sehat dan aq slalu brusaha merah sebanyak atau sesedikit apapun asi yg aq dapat aq slalu kasih ke abi... Bodo amat dg endebrew endebrew yg harus ini itu hahaha...
ReplyDeleteHamil anak pertama beli buku seabrek, minum susu utk ibu hamil 2 kali sehari, banyak makanan yg katanya bergizi utk baby, minumin ASI selama 7 bulan. Begitu anak kedua dan anak ketiga, malah lebih cuek :D
ReplyDeleteKabar saya yang dulu waktu hamil tp tetap kece & berbadan langsing, makan apa aj blasss naiknya k bayik dan bb saya ttp ideal hingga harapan badan idela itu terus ada sampe melahirkan apalagi nanti udah nyusuin anak, badan akan kembali langsing bahkan lebih langsing dari masa gadis faktanyaaaaa melahirkan sc lalu asi sereeeettttt cma bisa nyusuin selama 2 bulan aj, nafsu makan bak ibu menyusui tapi gak tersalurkan kemudian bb ini makiin naiiik naiiik naiiiik lebih berat dr semasa hamil dulu (merapat ketembok jedot2in pala ketembok)
ReplyDelete#maafcurhat
Haii mami ubi, kok saya gak bs buka diari papi ubi #6 yaaa, padahal postingan yg lain bisa
ReplyDeleteBtw thanks for sharing, bermanfaat banget �� terutama untuk self reminder 😁
Hai mba Nayla, salam kenal ya. Thanks banget sudah mampir syantiek kemari hihihi. Barusan aku buka bisa tuh mba, kenapa ya :((mungkin jaringan nya aja yg lagi down? Haduh maaf aku bingung juga deh soalnya aku bisa buka :(
DeleteDulu mpasi pertama,1x sehari selama 10 hari, trus naik jadi 2x untuk seminggu #kalo ga salah inget.pokonya ngikut teori abis, dan skrg kalo inget, pelit amat ya jadi emak :/ anak udah makan aja masi kaku gitu, ngasi makan plek aturan, sedih klo inget. Pas makin gede mulai picky makannya baru dijejelin bolak balik
ReplyDeleteIjin share pict
ReplyDeleteIni mah sedikit curahan hati saya mom 🤣🤣 sama persis deh.. Apalgi pas mau diet, ada aja godaan makanan online yg lewat 😆😆
ReplyDelete