Pendidikan Seks Usia Dini: Yay Or Nay? Sebenernya ini tulisan lama. Tapi saya edit-edit dan tambahin beberapa hal. Dulu saya menulis ini di tengah maraknya pemberitaan pelecehan seksual anak yang dilakukan oleh Emon dari Sukabumi.
Sampai detik ini, saya masih merasa penting banget untuk nggak menutup mata pada berita sexual abuse towards kids begini. Untuk berita politik, saya sih tutup mata. Tapi kalo beginian, saya ikutin. Takut dan parno memang. Tapi kita butuh tahu modus, background, peluang, alasan, dan lain-lain supaya kita bisa menjaga anak-anak lebih baik lagi.
Rasanya berita tentang pelecehan seksual pada anak bukan hal baru lagi zaman sekarang. Dulu sih ya pasti ada. Tapi kadang nggak ter-blow up. Beda sama sekarang. The good this is ... ini membuka mata kita bahwa pendidikan seks pada anak, bahkan balita, itu penting.
Baca juga menurut Windi Teguh di:
Baca juga menurut Windi Teguh di:
Banyak orangtua yang sudah mulai memberikan pendidikan seks usia dini pada balita mereka. On the other hand, masih banyak juga yang merasa risih. Kadang kita berpikir masa anak balita dikasih pendidikan seks, emang sudah perlu? Emang sudah waktunya? Emang penting? Risih ah, saru ah, endebre-endebre.
Saya termasuk tipe orangtua yang menganggap pendidikan seks anak usia dini itu penting banget. Pendidikan seks untuk anak tentu bukan pelajaran bagaimana sperma bisa membuahi sel telur sebagai sarana reproduksi. Kejauhan. Tentu yang dibutuhkan dan penting adalah sex education yang age-appropriate, dengan tujuan menjaga diri seperti:
- Mengenali dirinya itu laki-laki atau perempuan
- Mengenali alat vital nya sendiri
- Memahami area tubuh mana aja yang boleh dipegang orang lain
- Memahami area tubuh mana yang hanya boleh dipegang oleh diri sendiri dan orangtua
- Memahami bahwa jika ada orang asing yang memegang area tubuh di poin 4 itu berarti maksudnya nggak baik
- Memahami possible forms of sexual abuse
- Tahu harus ngapain kalau (amit-amit) ada tanda-tanda orang asing yang mau melecehkan
*Intermezzo*
Saya pengen sedikit cerita tentang apa yang saya alami di masa SD. Suatu hari saya dan teman-teman pulang berjalan kaki tanpa ditemani orang dewasa. Ada seorang bapak yang duduk di dekat sekolah saya. Bapak itu berkacamata hitam, memakai topi biru, dan berkumis. Wajahnya pun saya masih ingat sampai sekarang. Ketika kami melewati si bapak, dia mengangkangkan/membuka lebar-lebar kakinya. Ternyata dia sudah merancang celana jeans yang dipakainya sedemikian rupa sehingga ketika ia duduk dengan posisi ngangkang, penisnya akan mencuat dan terekspos dengan sangat amat jelas sekali pakai banget. Kami yang melihat penis itu tentu takut, jijik, dan ngeri sehingga kami lari sekencang mungkin.
Eh tapi, ada juga temen saya yang malah diam memperhatikan lantaran mengira itu adalah boneka kelinci.
(((BONEKA KELINCI))) 🐇
How come? Hahaha ini yang paling bikin ngaqaq kalau inget.
Saya pengen sedikit cerita tentang apa yang saya alami di masa SD. Suatu hari saya dan teman-teman pulang berjalan kaki tanpa ditemani orang dewasa. Ada seorang bapak yang duduk di dekat sekolah saya. Bapak itu berkacamata hitam, memakai topi biru, dan berkumis. Wajahnya pun saya masih ingat sampai sekarang. Ketika kami melewati si bapak, dia mengangkangkan/membuka lebar-lebar kakinya. Ternyata dia sudah merancang celana jeans yang dipakainya sedemikian rupa sehingga ketika ia duduk dengan posisi ngangkang, penisnya akan mencuat dan terekspos dengan sangat amat jelas sekali pakai banget. Kami yang melihat penis itu tentu takut, jijik, dan ngeri sehingga kami lari sekencang mungkin.
Eh tapi, ada juga temen saya yang malah diam memperhatikan lantaran mengira itu adalah boneka kelinci.
(((BONEKA KELINCI))) 🐇
How come? Hahaha ini yang paling bikin ngaqaq kalau inget.
Memang, kami nggak sampai diraba/disentuh, syukurlah. Tapi, itu tetap saja PELECEHAN pada anak, bukan? Berarti pelecehan pada anak kecil (apa pun bentuknya) sudah ada loh dari dulu (saya anak SD era 90-an). Sudah lama berlalu tapi nyatanya saya masih ingat wajah bapak itu. Kenapa?
Karena TRAUMA!
Rasa takut, jijik, dan ngeri sangat terasa saat itu. Padahal yang saya alami 'hanya' pelecehan ringan ya. Gimana dengan anak-anak yang sampai diperkosa atau disodomi? Bisa bayangkan trauma mereka seperti apa? Kita tentu tahu kan apa yang mereka alami bisa menimbulkan potensi penyimpangan seksual juga?
Karena TRAUMA!
Rasa takut, jijik, dan ngeri sangat terasa saat itu. Padahal yang saya alami 'hanya' pelecehan ringan ya. Gimana dengan anak-anak yang sampai diperkosa atau disodomi? Bisa bayangkan trauma mereka seperti apa? Kita tentu tahu kan apa yang mereka alami bisa menimbulkan potensi penyimpangan seksual juga?
Saya ada cerita lain. Cerita ini saya dengar dari teman saya. Ada seorang anak lelaki kelas 1 SD yang akan disunat. Dibawalah anak itu ke dokter. Eh, kok dokternya malah menyatakan kalau anak itu belum bisa disunat karena ukuran penisnya nggak normal. Menurut dokter, ukuran penis si anak terlalu besar dibandingkan dengan penis anak seusianya. Shockingly, dokter lanjut berkata bahwa ukuran penis anak tersebut bukan besar yang besar secara alami. Entah gimana caranya, dokter menebak kalau ukuran yang melebihi normal itu kemungkinan besar disebabkan oleh blow job.
Apa yang kalian pikirkan? Wuih gilak anak SD udah tau BJ? atau Astagaaaaa, pergaulan anak masa kini ye, cepet amat matengnye!
SALAH.
SALAH.
Usut punya usut (kronologinya gimana saya nggak tahu), ternyata anak tersebut memang di-blow job oleh... PENGASUHnya! Ya, PENGASUH! Baiklah mungkin ukuran penisnya yang kurang normal bisa diobati. Tapi bagaimana mentalnya? Traumanya? Sedihnya lagi, pengasuh tersebut hanya dihukum selama 6 bulan. What the hell.
Buat saya, itu wake up call sih bahwa pendidikan seks di usia dini itu penting!
Buat saya, itu wake up call sih bahwa pendidikan seks di usia dini itu penting!
❗❗❗
Saking risihnya untuk membahas seks, banyak orangtua yang memakai istilah untuk menyebut alat kelamin anak, misalnya burung, anu, itu, ucok, ucik, dan lain-lain. Sebut saja penis dan vagina, lha wong memang itu namanya. Berikut saya copy paste dari sebuah artikel di http://www.motherandbaby.co.id/article/2014/4/11/1924/Pentingnya-Edukasi-Seks-Sejak-Dini:
"Orangtua sering kali memilih tidak menggunakan nama sebenarnya untuk menyebut alat vital. Padahal, penyebutan alat vital sesuai nama aslinya sangat penting dan membantu menghindari kebingungan si kecil. Jika sewaktu-waktu terjadi masalah pada bagian alat vitalnya, ia pun bisa berkomunikasi dengan jelas kepada Anda atau dokter yang menanganinya. Jadi, sebaiknya Anda tetap mengenalkan organ vital sesuai dengan nama sebenarnya, yaitu penis dan vagina."
Sex education juga harus sesuai dengan tahapan usia anak. Pendidikan seks untuk anak usia 12 tahun tentunya beda dengan pendidikan seks untuk anak balita.
Karena anak-anak saya semuanya masih balita, jadi fokus saya di tulisan ini adalah pendidikan seks usia dini untuk balita yah. These are things that I do:
1) Menyebut alat vital dengan sebutan yang sebenarnya
Untuk Aiden, saya menyebutnya dengan penis dan Ubii dengan vagina. Saya nggak menyebutnya dengan istilah-istilah untuk memperhalus atau apa. Tapi, memang saya akui ini nggak bisa dilakukan 100% di rumah karena saya memiliki ART yang nggak biasa menyebut penis dan vagina.
Walaupun sudah saya kasih tahu, mereka kayaknya tetap risih aja. Jadi mereka menyebut alat kelamin anak-anak nggak dengan nama aslinya. Mungkin ini salah satu minus punya ART ya. Kadang kita nggak bisa mengharapkan semua hal berjalan sesuai dengan mau kita.
Baca: Mommy VS Nanny
Tapi ya sudah, saya dan Adit nggak terlalu ambil pusing yang gimana-gimana. Yang penting, kami, orangtua nya, berusaha melakukan dengan cara yang bener dulu minimal.
Baca: Mommy VS Nanny
Tapi ya sudah, saya dan Adit nggak terlalu ambil pusing yang gimana-gimana. Yang penting, kami, orangtua nya, berusaha melakukan dengan cara yang bener dulu minimal.
2) Memberi tahu anak-anak saya itu laki-laki atau perempuan
Saat Aiden mandi, pasti ada ritual saya membersihkan penis nya. Itu sekalian jadi momen di mana saya menanamkan bahwa Aiden adalah laki-laki karena memiliki penis. Biasanya emang saat memandikan Aiden itu, saya sambil ajak ngobrol macam:
"Namanya siapa?" - "Aiden"
"Aiden siapa?" - "Aiden Nebuuuuu...la Kayalaaasssss...ka"
"Aiden umur berapa?" - "Satuu tahun"
"Aiden laki-laki atau perempuan?" - "Lakii-lakiiii"
"Aiden cowok atau cewek?" - "Cowookk"
...dan seterusnya...
Itu yang jawab juga masih saya, bukan Aiden. Hehehe. Dia baru ikut jawab paling di bagian Nebuuu... lalu dia yang bilang "la" nya.
3) Menunjukkan sama / beda dengan mami / papi
Kadang saya memandikan Aiden dengan saya juga mandi. Jadi mandi bersama. Saat mandi bersama saya, ya saya ceritakan bahwa kami berbeda, bahwa Aiden laki-laki dan Mami perempuan.
On weekend, Aiden mandi bersama Adit kadang-kadang. Jadi yang diceritakan adalah Aiden dan Papi itu sama-sama laki-laki.
4) Tidak telanjang di tempat ramai
Ini juga berlaku untuk ganti popok. Misalkan kami sedang makan di restoran atau jalan-jalan di mall lalu popok Aiden sudah penuh dan waktunya ganti yang baru, ya kami ajak Aiden untuk ke toilet / nursing room. Saat ini Aiden 17 bulan. Jelas sudah mulai saya biasakan jangan ganti popok nya di area terbuka mall atau tempat umum lain, karena ganti popok kan pasti terlihat penis nya. Makanya saya agak kurang nyaman saat lihat anak yang udah bongsor telenji di tempat umum karena muntah luber-luber kayak yang saya ceritakan dulu.
Baca: Ketika Anak Muntah di Restoran
Alasannya adalah untuk memberi pemahaman pada Aiden sejak dini tentang rasa malu, tentang membersihkan diri yang terlihat area vital ya tidak di tempat umum, dan tidak di mana banyak orang bisa melihat.
5) Tentang Touching Himself
Kadang-kadang Aiden memainkan penisnya. Lalu dia ketawa-ketawa sendiri. Belum masuk kategori sering dilakukan sih. Tapi hampir tiap kali dia tidak pakai celana, dia akan memainkan penis. Apakah itu normal?
Ya. Very very normal and natural!
Saya kutip dan terjemahkan dari Baby Center berikut ini:
Anak-anak memegang alat kelamin mereka sendiri karena mengeksplorasi tubuh adalah bagian dari pertumbuhan.
Anak-anak belajar berlari, melompat, melempar, menggambar, dan menggunakan toilet dengan antusias. Mereka antusias pada jari tangan, jari kaki, dan anggota tubuh mereka. Sama antusiasnya dengan area vital karena itu bagian dari mereka.
Jadi, normal yah. Jangan keburu langsung diartikan sebagai pornografi atau hal negatif. Mereka ingin tahu. Itu bagian dari proses belajar dan tumbuh kembang.
Untuk anak kurang dari 2 tahun (seperti Aiden sekarang), memegang alat kelamin lebih mengarah pada mereka mengamati cause and effect ketimbang hal yang mengarah pada sexual thingy. Mereka menyadari bahwa memegang area vital terasa enak. Bukan karena dengan sengaja ingin melampiaskan hasrat seksual.
Yang perlu kita arahkan adalah sebaiknya mereka nggak memainkan alat kelamin terlampau sering dan di depan orang lain.
Jika anak kita memegang area vitalnya...
💁 First of all, jangan panik dan khawatir berlebihan.
💁 Jika kebiasaan itu juga dilakukan in public, beri pengertian bahwa sebaiknya mereka nggak melakukan itu di depan orang asing. Kasih contoh seperti kita yang butuh privacy saat kita mandi. Use simple words dan jangan dengan marah-marah.
💁 Dari Baby Center: Touching genital parts nggak menyebabkan resiko fisik, gangguan kesehatan, dan bukan berarti anak-anak kita akan menjadi maniak seks. Kenapa? Karena anak-anak memegang area vital dengan alasan yang berbeda dengan orang dewasa. They don't even know what sex is yet.
💁 Then, distract them. Kita bisa mengalihkan fokus mereka memainkan alat kelamin dengan misal mengajak main puzzle, baca buku, jalan keliling komplek, atau aktivitas apa pun yang kita tahu anak-anak kita pasti semangat kalau diajak melakukan bareng.
Baca: Ketika Anak Muntah di Restoran
Alasannya adalah untuk memberi pemahaman pada Aiden sejak dini tentang rasa malu, tentang membersihkan diri yang terlihat area vital ya tidak di tempat umum, dan tidak di mana banyak orang bisa melihat.
5) Tentang Touching Himself
Kadang-kadang Aiden memainkan penisnya. Lalu dia ketawa-ketawa sendiri. Belum masuk kategori sering dilakukan sih. Tapi hampir tiap kali dia tidak pakai celana, dia akan memainkan penis. Apakah itu normal?
Ya. Very very normal and natural!
Saya kutip dan terjemahkan dari Baby Center berikut ini:
Anak-anak memegang alat kelamin mereka sendiri karena mengeksplorasi tubuh adalah bagian dari pertumbuhan.
Anak-anak belajar berlari, melompat, melempar, menggambar, dan menggunakan toilet dengan antusias. Mereka antusias pada jari tangan, jari kaki, dan anggota tubuh mereka. Sama antusiasnya dengan area vital karena itu bagian dari mereka.
Jadi, normal yah. Jangan keburu langsung diartikan sebagai pornografi atau hal negatif. Mereka ingin tahu. Itu bagian dari proses belajar dan tumbuh kembang.
Untuk anak kurang dari 2 tahun (seperti Aiden sekarang), memegang alat kelamin lebih mengarah pada mereka mengamati cause and effect ketimbang hal yang mengarah pada sexual thingy. Mereka menyadari bahwa memegang area vital terasa enak. Bukan karena dengan sengaja ingin melampiaskan hasrat seksual.
Yang perlu kita arahkan adalah sebaiknya mereka nggak memainkan alat kelamin terlampau sering dan di depan orang lain.
Jika anak kita memegang area vitalnya...
💁 First of all, jangan panik dan khawatir berlebihan.
💁 Jika kebiasaan itu juga dilakukan in public, beri pengertian bahwa sebaiknya mereka nggak melakukan itu di depan orang asing. Kasih contoh seperti kita yang butuh privacy saat kita mandi. Use simple words dan jangan dengan marah-marah.
💁 Dari Baby Center: Touching genital parts nggak menyebabkan resiko fisik, gangguan kesehatan, dan bukan berarti anak-anak kita akan menjadi maniak seks. Kenapa? Karena anak-anak memegang area vital dengan alasan yang berbeda dengan orang dewasa. They don't even know what sex is yet.
💁 Then, distract them. Kita bisa mengalihkan fokus mereka memainkan alat kelamin dengan misal mengajak main puzzle, baca buku, jalan keliling komplek, atau aktivitas apa pun yang kita tahu anak-anak kita pasti semangat kalau diajak melakukan bareng.
Karena, again, saya tipe yang mendukung edukasi seks sejak dini, makanya saya menyambut baik banget kalau ada media yang bisa membantu saya (as parents) dalam memberikan sex education. Baik itu video, buku cerita, pamflet, dan lain-lain.
Sayang banget seribu sayang, masih banyak aja yang menganggap ini tabu dan porno. Ada buku yang menjelaskan bagaimana menyikapi jika anak menyentuh dirinya sendiri, eh malah difoto di halaman-halaman adegan doang lalu disebar dengan narasi provokatif. Bagian pesan moral dan tips untuk orangtua sama sekali nggak ikut difoto. Jahat sih ini.
Seriously...
Kadang kita kebingungan bagaimana sebaiknya menjelaskan ke anak, harus dengan gaya bahasa apa, harus pakai media apa, harus memanfaatkan ilustrasi yang kayak gimana. Ini sudah ada kok malah diboikot rame-rame sampai harus ditarik dari peredaran.
Apakah kita masih sebegitu primitifnya sehingga semua-mua dikaitkan dengan pornoaksi? Sampai kapan kita mau menutup mata bahwa pendidikan seks untuk anak itu penting? Sampai kapan kita akan menyadari bahwa tugas memberikan pendidikan seks ke anak adalah tugas orangtua yang utama, baru kemudian nantinya sekolah, komunitas, dan lain-lain?
Sempat ada gunjingan macam, "Ya soalnya kalau anak lihat gambar-gambar kayak gitu, pasti dia pengin cobain juga. Pengin praktik."
Ya makanya saat belajar tentang sex education, saat melihat/membaca media tentang itu, didampingi dong. Ditemenin sekaligus dikasih tahu kenapa boleh dan kenapa tidak boleh. Kapan boleh dan kapan tidak boleh.
Tugas orangtua loh itu.
Saya bukannya bilang anak-anak tidak mungkin meniru. Mungkin. Dulu banget saya pernah tulis cerita tentang anak yang meniru karena ternyata sering lihat orangtua nya saat berhubungan badan.
Baca: Ayah Ibu, Jangan Sampai Aku Melihat Kalian Berhubungan Badan
But that's a different situation, I suppose.
Mungkin tulisan itu juga bisa menjadi penguat opini saya bahwa saya mendukung early sex education. Apa iya segitunya kita acuh tak acuh pada kebutuhan sex edu anak kita lalu main salah-salahan. Salahin buku nya, salahin pengarang nya, salahin penerbit nya.
DOH!
Lagian, bukannya pasti kita buka-buka bukunya dulu sebelum kasih ke anak ya? Saya kalau abis beli buku, pasti saya buka dulu, lihat isinya apa, gambar dan ceritanya gimana, baru ajak Aiden untuk sama-sama baca.
Baca: Tips Anak Suka Membaca
Ada banyak sekali buku dan media tentang sex education dalam Bahasa Inggris. Nanti kita protes juga, yah nggak tahu artinya, nggak bisa Bahasa Inggris, lalala. Lalu ada media yang pakai Bahasa Indonesia, malah diapain? Dikata-katain porno, nggak moral, bertentangan sama adat dan agama.
Tabu?
Sampai kapan?
I've made myself very clear. For me, sex education for kids is undoubtedly a YAY
Sayang banget seribu sayang, masih banyak aja yang menganggap ini tabu dan porno. Ada buku yang menjelaskan bagaimana menyikapi jika anak menyentuh dirinya sendiri, eh malah difoto di halaman-halaman adegan doang lalu disebar dengan narasi provokatif. Bagian pesan moral dan tips untuk orangtua sama sekali nggak ikut difoto. Jahat sih ini.
Seriously...
Kadang kita kebingungan bagaimana sebaiknya menjelaskan ke anak, harus dengan gaya bahasa apa, harus pakai media apa, harus memanfaatkan ilustrasi yang kayak gimana. Ini sudah ada kok malah diboikot rame-rame sampai harus ditarik dari peredaran.
Apakah kita masih sebegitu primitifnya sehingga semua-mua dikaitkan dengan pornoaksi? Sampai kapan kita mau menutup mata bahwa pendidikan seks untuk anak itu penting? Sampai kapan kita akan menyadari bahwa tugas memberikan pendidikan seks ke anak adalah tugas orangtua yang utama, baru kemudian nantinya sekolah, komunitas, dan lain-lain?
Sempat ada gunjingan macam, "Ya soalnya kalau anak lihat gambar-gambar kayak gitu, pasti dia pengin cobain juga. Pengin praktik."
Ya makanya saat belajar tentang sex education, saat melihat/membaca media tentang itu, didampingi dong. Ditemenin sekaligus dikasih tahu kenapa boleh dan kenapa tidak boleh. Kapan boleh dan kapan tidak boleh.
Tugas orangtua loh itu.
Saya bukannya bilang anak-anak tidak mungkin meniru. Mungkin. Dulu banget saya pernah tulis cerita tentang anak yang meniru karena ternyata sering lihat orangtua nya saat berhubungan badan.
Baca: Ayah Ibu, Jangan Sampai Aku Melihat Kalian Berhubungan Badan
But that's a different situation, I suppose.
Mungkin tulisan itu juga bisa menjadi penguat opini saya bahwa saya mendukung early sex education. Apa iya segitunya kita acuh tak acuh pada kebutuhan sex edu anak kita lalu main salah-salahan. Salahin buku nya, salahin pengarang nya, salahin penerbit nya.
DOH!
Lagian, bukannya pasti kita buka-buka bukunya dulu sebelum kasih ke anak ya? Saya kalau abis beli buku, pasti saya buka dulu, lihat isinya apa, gambar dan ceritanya gimana, baru ajak Aiden untuk sama-sama baca.
Baca: Tips Anak Suka Membaca
Ada banyak sekali buku dan media tentang sex education dalam Bahasa Inggris. Nanti kita protes juga, yah nggak tahu artinya, nggak bisa Bahasa Inggris, lalala. Lalu ada media yang pakai Bahasa Indonesia, malah diapain? Dikata-katain porno, nggak moral, bertentangan sama adat dan agama.
Tabu?
Sampai kapan?
I've made myself very clear. For me, sex education for kids is undoubtedly a YAY
Love,
Postingan yg sangat bermanfaat...MAK Ges..
ReplyDeleteMakasi, Mak Lies. Kapan main bareng sama Ubii lagi? :D
ReplyDeletemampir maak...ulasannya bikin tambah ilmu deh...makasih
ReplyDeleteMakasih Mak Ida sudah mampir ^^
Deletemakasih mommy ubie,,sangat bermanfaat artikelnya
ReplyDeleteMakasih Mak Tian udah mampir ^^
Deletewah keren artikelnya..bermanfaat n nambah pengetahuan...ya sya sendiri dari ngajarkan fitry 2,8 thn klu kemaluan dia adalah virgin..krn dia masih kecil dia nyebutnya viji...sya jg ajarkan jgn mau dipegang kemaluan dia olh orang lain selain saya..
ReplyDeleteHai mba. Keren keren, sudah mulai ngajarin Fitry di usia dini ya. Perlu dicontoh nih :))
Deletetrims infonya Mak, sudah mengingatkan
ReplyDeleteSama-sama Mak. Sebagai sesama ibu, saling mengingatkan ya :)
DeleteIya mak, harus sudah sejak dini mestinya....
ReplyDeleteIya, setuju :D
DeleteMak Ngkong.. kalo emang di google jarang ada 'media lucu' tentang pendidikan seks, kenapa gak kita yang bikin ada? :D *semacam kode*
ReplyDeleteNah sekarang sudah km realisasikan, kan Pung? *wink*
Deletependuduk indonesia memang beragama,,,tapi sebahagian yg beragama itu tidak ber-Tuhan...karena mereka suka melakukan hal2 yg dilarang oleh agama...salah satunya ya pedofilia yg terjadi di JIS dan yg dilakukan oleh orang2 sejenis "EMON"..
ReplyDeletedan menurut saya,,salah satu penyebabnya,,adalah kurangnya perhatian orang tua terhadap pendidikan sex dini kepada anak2 mereka,,,karena orang tua terlalu sibuk nonton sinetron yg tidak bermutu,,,nonton YKS dan joget selama 4 jam...sehingga anak2 menjadi terlantar dan mencari dunianya sendiri.....sehingga akhirnya mereka terjebak dalam perangkap buas para pedofilia...dan yg lebih menyedihkan hukum tidak berpihak kepada mereka....., coba saja bila hukum bisa memerintahkan agar alat bukti yg dipakai pelaku pedofilia atau sodomi,,,disita untuk negara....,
keep happy blogging always...salam dari Makassar :-)
Setuju, Mas Yanto. Salam kenal ya. Terima kasih sudah berkunjung :))
DeleteAda video bagus juga tentang pendidikan seks untuk anak, semoga bermanfaat :)
ReplyDeletehttp://www.youtube.com/watch?v=7WJpdvlBMlE
Terima kasih, saling melengkapi ya :)
Deleteaku juga udah mulai dikit2 ngasih tahu ke thifa tentang organ2 yang boleh dan tidak boileh disentuh
ReplyDeleteSemoga nggak ada lagi kasus pelecahan maupun kekerasan seksual terhadap anak lagi. Ngeri dan prihatin banget.
ReplyDeletepostingannya top mak ges. kemana aja nih jarang nongol??
ReplyDeletekenapa anak-anak yaa korbannya, jadi mengerutkan kening
ReplyDeletesetuju tentang pendidikan seks itu.
ReplyDeletedan sekarang naeema juga mulai diberi pengertian ttg private area.
Thanks for share Ge....
Hai Mak Gesi, ini award dariku untukmu :) http://rumahjurnalku.blogspot.com/2014/05/the-liebster-award-dariku-untukmu.html
ReplyDeleteUlasannya menarik banget, dan lengkap, dapat dijadikan refrensi nich untuk merencankan pendidikan anak usia dini di PAUD, terimakasih Udah di share, salam kenal.
ReplyDeletemakasih banyak mbak. ulasannya sangat jelas, mantap, dan yg pasti membuka mata saya.
ReplyDeleteBagus bgt tulisannya mba. Tapi kok bahasan ttg pendidikan seks berdasarkan rentang usia ga ada artikelnya mba. Kmn ya? Terima kasih mba
ReplyDeleteBagus banget tulisannya buat membuka mata orang tua maupun keluarga dan kerabat dekat anak tentang perlunya pendidikan seks sejak usia dini. Semoga orang" Indonesia makin aware sama isu ini :)
ReplyDeletethanks for sharing mb, salam kenal. Saya juga baru ngalamin kejadian yang bikin saya shock bgt minggu kemarin jadi anak saya (co 5yo) pas lg.main sama anak tetangga (ce 6yo) d samping rumah ternyata celana anak saya lg dplorotin sama anak cew itu dan penisx lg dpegang2 sama tu anak cew. Yang liat adek sya sih, langsung dia lapor ke saya. W
ReplyDeleteWahh saya marah sampai ubun2 pengen rasanya saya samperin tu ortunya, tp sy pendam dan tunda smpai keesokan harinya. Besoknya saya datengin ortunya dan bicarain hal ini, tapiii baru sampai sy blg anaknya pelorotin celana anak sya ortunya udh histeris dan shock jd g sy terusin yg bagian penis anak.sy dpegang2.
Hiks...ad saran g ya mak, apa harus dbatasin waktu maen sama tu anak soalnya plg dekat main.sama.dia terus. hadehh...anak jaman sekarang kok y dh gt ya
makasih untuk postingannya Mamiii... Juna sampai sekarang belum tahu penis, tahunya titit... tapi senenganya itu kalau tititnya dipegang mbah-mbah (tetangga) biasanya dia enggak boleh...
ReplyDeleteThanks Mbak sharingnya.. bermanfaat sekali..
ReplyDeleteuntunglah ini sudah 2017 dimana sex education dianggap penting.
ReplyDeletesaya asalnya dari kota kecil yg semasa sekolah tidak ada sex education. suatu hari teman sedaerah yg sekelas dgn saya saat kuliah cerita habis ketemu dgn ekshibisionis.
teman saya yg ikut dengar menimpali, "ih, itu orang mah sakit"
teman lain lagi bertanya, "kalau itu penyakit, gimana cara nularinnya?"
ini yg ngomong anak kuliahan, lho :)))
makanya sex education itu penting, karena generasi 90an saja masih ada yg ngira itu bisa ditularkan.
Berbeda dengan teman kantor saya yg cerita dulu ada sex education di sekolah yg bilang kalau ketemu ekshibisionis jangan teriak karena pelakunya tambah senang. Saat ia bertemu ekshibisionis, ia melakukan persis yg diajarkan yaitu tidak berteriak tapi malah melototin pelakunya meskipun dalam hati gemetaran. pelakunya kabur :D
thanks mba buat ulasannya, bermanfaat banget.. saya kemarin kepikiran juga sama orang yang nyebarluaskan buku itu.. dia foto cuma bagian tabunya aja, yang bagian tips untuk orang tua engga difoto.. :| kok tega..
ReplyDeletebuat saya yay, karena sejak kecil emang harus diberitahukan mana alat vital, yang mana tidak boleh disentuh siapapun juga kecuali dia, karena itu adalah privacynya, semoga anak2 kita selalu dilindungi yaa Grace, aamiin.
ReplyDeleteNgga bisa bilang ngga setuju sama postingan ini. Yay bangeet. Saya juga biasain bilang alat vital sesuai namanya ke Sera sejak dia 3 tahun. Pokoknya mah saya pengen ajarin dia kesehatan reproduksi, menjaga organ vital, dll. Ngeri euy kalo sampai keduluan TV or internet.. Selalu suka tulisannya Mami Ubii.. smooch!
ReplyDeleteyay banget..
ReplyDeletesex education itu 100 perlu banget buat anak..
menurut gua, perlu juga loh penyuluhan mengenai ini untk orang tua dan guru, agar kita tahu bagaimana penyampaian yang tepat bagi anak..
yess banget.. kayaknya di Indonesia ini emang udah harus ada mata pelajaran sex education dan juga penyuluhan ke orang tua, guru dan masyarakat. Karena apa kalo anak2 kedulu an tau dari internet ato tau dari yang lain yang belum pasti valid pengetahuannya, kan bisa bahaya.
ReplyDeletejadi penting banget itu mbak ges..
bagus kak informasinya. Lanjutkan. https://bikinkaosmurah.com/bikin-kaos-di-jogja/
ReplyDelete
ReplyDeleteterimakasih atas infonya semuga sukses selalu. https://squabumin.com/