Pertama kali saya hang out bareng Adit, di KFC Jl. Sudirman Jogja, saya nanya ke Adit, "Tato-tatomu itu artinya apa sih, Dit?" Lalu Adit menjelaskan panjang lebar dengan penuh semangat. Tiap tatonya memang punya meaning buat dia. Nggak sekedar pilih gambar random, lalu oke ini aja, nggak.
Jadi di Diari Papi Ubii #22 ini, Adit mau nyeritain arti dari tato-tatonya. Ini tema tergampang sih di saat sedang blank ide kayak gini. Hahaha. So here we go, about Adit's six tattoos.
Show me a man with a tattoo and I'll show you a man with an interesting past ― Jack London
Well, masa lalu saya ngga menarik-menarik amat sih sebenernya. Hahaha… Cuma, ada satu hal implisit yang bisa ditarik dari kutipan di atas: setiap tato, seburuk apapun tatonya, selalu punya cerita di baliknya. Mungkin di generasi sebelum saya, stigma tato masih lekat dengan premanisme dan penjara. Namun, semakin kesini orang-orang sudah mulai open-minded dan mengapresiasi tato sebagai seni. Saya pernah nulis tentang ini sebenernya di blog saya sendiri, years ago:
Lalu ada TV show keren Miami Ink - serial semi dokumenter tentang aktivitas sebuah tattoo parlor bernama Love Hate Tattoos. Yang menarik, Ami James selaku tattoo artistnya selalu punya satu pertanyaan kepada “pasien” doi sebelum badannya dirajah: “Kenapa kamu pengen ditato dengan desain ini?” -- this “why” question may sound simple, but what he got in return weren’t so simple. Powerful, even. Rata-rata jawaban pasiennya pasti sentimentil dan cengeng. Jauh dari kesan premanisme dan sangarisme dan blablabla -- you name those stereotypes. Nggak sedikit pasien bercerita alasan mereka tato sambil nangis sesengukan lalu diikuti dengan pelukan masal. Mungkin buat sebagian orang, ngelihat scene orang berotot berbadan besar penuh tato minta dipeluk adalah sesuatu yang konyol dan sedikit aneh. But I don’t see that way. It’s really heartwarming.
Pernah ada 1 episode yang berhasil bikin saya nangis: ada satu cowo yang pengen tato gaya old-school bergambar sparrow megang pita yang tulisannya “he ain’t heavy.”
Ternyata, dia punya adik yang berkebutuhan khusus yang kemana-mana harus didorong pake wheelchair. Temen-temennya sering bilang, “pasti berat ya punya adik berkebutuhan khusus gitu. Kemana-mana kamu yang harus dorong kursi rodanya.” Thus, he made those tattoo: partial songtitle from Hollies “He Ain’t Heavy, He’s My Brother” as a tribute for his brother, hence a statement that being there for his brother has never been a burden to him.
Menarik, bukan? Sangat jauh dari kesan premanisme.
Lalu, bagaimana dengan saya?
Anggota keluarga saya nggak ada yang tatoan. Bahkan inner circle saya cuma 1-2 orang yang tatoan. Bisa disimpulkan, saya tato bukannya sekedar pengen keren-kerenan. Semenjak dihadirkan fakta bahwa tato itu adalah sebuah laku refleksi diri nan sentimentil dan sangat jauh dari kesan gagah-gagahan, I found that people with tattoos are delicate, cute individuals. They carve what they love in their skin permanently.
Finally, pada tahun 2005 saya memutuskan untuk membuat tato pertama saya.
1) Fate
It was plain stupid and cringeworthy. Waktu itu prinsip saya: namanya tato harus flashy dan kelihatan. In fact, it was ugly. Saya kurang paham apa yang saya pikirkan saat itu. Impulsif, mungkin. Ini tato pertama saya dan saya masih bereksperimen tanpa pikir panjang. Kenapa? Karena saya sendiri pun tidak percaya akan konsep takdir. Lol. Lalu kenapa saya mentato tulisan TAKDIR segede gaban di jari pun? Entahlah. Mungkin karena terdengar keren, atau FATE itu pas 4 huruf jadi bisa gampang carved di jari-jari saya. Yang jelas saya menyesal mampus. Selang beberapa tahun saya memutuskan untuk menghapusnya (and it turned out to be more painful and way more expensive than the tattoo itself!).
Tato ini menampar saya: lain kali kalau pengen bikin tato, kudu pikir panjang. Ngga asal keren-kerenan aja. Carve your skin with things you consider as important as your life.
Lalu beranjak ke tato ke-2 yang saya bikin setelah melalui pemikiran panjang:
2) Aumkara
Banyak yang tanya, “Kamu Hindu ya Dit?” setelah saya bikin tato ini. Nggak, saya bukan penganut Hindu, dan nggak, saya ngga bermaksud menyepelekan suara sakral ini dengan menjadikannya tato di tubuh saya. Saya bikin ini karena ada 2 faktor: ibu dan linguistik.
Kenapa Ibu? Karena omkara sendiri secara harafiah adalah “the beginning - divine female energy”. “Om” adalah standar gumaman dari setiap mantra. Genesis. Suara yang meresonansi dengan semesta. Awal. Without my mom, I cannot even start my beginning. Thus, I made this tattoo as a tribute for her: Aumkara, dengan dikelilingi bunga favorit Mama: magenta lotus.
Kenapa linguistik? Because I love it! Di kultur Dewanagari, Om adalah seed syllable - sebuah sukukata benih, yang bisa dipadukan dengan konsonan apapun tanpa mengubah semantikanya. Dalam bahasa Sansekerta, secara fonologis sukukata Om ini bisa bermanifestasi dengan monoftong ke single vowel: o. This syllable is so goddamn fluid. Seperti alif-lam-mim dalam Al-Baqarah: uninterpretable! Seolah-olah syllable ini punya kehendak sendiri. Konsep inilah yang bikin saya kagum lalu pengen mengabadikannya di kulit saya.
3) Yggdrasil
Disclaimer: ini bukan pohon beringin dan saya bukan simpatisan Golkar. This is a tree that grows in the middle of Asgard, where the gods live. Rantingnya menjulang sampai langit dan akarnya menancap jauh ke dalam tanah. Namun, akar dan ranting saling menjerat jadi satu, signifying the connection between all things. Dan apakah yang mempersatuan kita? Family bond. Yes, this tattoo is to honor all members of my family. They are my gods and they live in my own Yggdrasil.
4) Saraswati & Benzaiten in Kannon doll form
Sarasvati:
Benzaiten:
Dua-duanya represent knowledge. Mungkin ini sebuah kutukan yah, lahir dengan rasa keingintahuan yang besar dalam segala hal. Setiap waktu senggang hampir selalu saya habiskan waktu dengan membaca. Apapun. Saya ngga pernah pilih-pilih dalam membaca. Mulai dari panduan menyusui sampai Tractatus Logico Philosophicus-nya Ludwig Wittgenstein saya libas habis. Karena saya percaya, tidak akan ada pengetahuan yang sia-sia walau seremeh apapun itu. So yeah, these two tattoos are for my thirst of knowledge.
5) Om mani padme hum
Banyak banget interpretasi dari “the great six syllables” ini. Tapi, yang paling sering dipakai adalah: Jewel of the lotus, the sound that strengthens compassion in all enlightened beings. Suara yang memperkuat welas asih kepada semua makhluk yang dimuliakan. Nama tengah anak pertama saya, Naiym, juga terinspirasi dari syllable ini- namun dengan bahasa Hebrew.
H.H. Tenzin Gyatso, 14th Dalai Lama mendefinisikan six syllables ini sebagai:
The first, Om [...] symbolizes the practitioner's impure body, speech, and mind; it also symbolizes the pure exalted body, speech, and mind[...]"
"The path is indicated by the next four syllables. Mani, meaning jewel, symbolizes the factors of method: (the) altruistic intention to become enlightened, compassion, and love.[...]"
"The two syllables, padme, meaning lotus, symbolize wisdom[...]"
"Purity must be achieved by an indivisible unity of method and wisdom, symbolized by the final syllable hum, which indicates indivisibility[...]"
"Thus the six syllables, om mani padme hum, mean that in dependence on the practice of a path which is an indivisible union of method and wisdom, you can transform your impure body, speech, and mind into the pure exalted body, speech, and mind.”
The point is, I wanna live that way - full of compassion and wise. At least kalau belum bisa melakukannya ke orang lain, be compassionate to ourselves. Thus, that tattoo was created.
Baca: Memanusiakan Manusia
6) Green Ribbon
My latest tat dedicated to my daughter. Pita hijau sebagai simbol cerebral palsy awareness. Lalu ada wording “defy the hand you’re dealt.” Ini sebenernya plesetan dari proverb “play the hand you’re dealt” yang dalam permainan kartu yang artinya kurang lebih make do with what you have, or make the best out of a situation which confronts you. Complete surrender dan menerima keadaan as it is. Kami dan Ubii refuse to surrender. We’ve been doing something for Ubii’s conditions. The word “defy” here represents our struggle of endless therapies, medicines, surgery sessions and whatnot.
***
Memang saya orangnya random dan kadang mikirin hal yang penting-nggak penting. Waktu itu tiba-tiba terbesit pemikiran tentang agama. Kok ini semua agama pattern-nya sama ya, pikir saya. Muslim dan Katholik berpuasa, sebagian orang Hindu melakukan Thaipusam, penganut Syiah menggelar ritual Ashura, dan lain sebagainya. Semua kegiatan itu memiliki kesamaan: untuk mendekatkan diri kepada Yang Kuasa, mereka memutuskan untuk dekat dengan penderitaan. Baik dalam bentuk rasa sakit, lapar, maupun melalui gaya hidup super ketat seperti para penganut Judaism maupun Mormon.
Lalu ada train of thought, “Apa jangan-jangan segala macem tato atau piercing itu juga bisa dibilang sebuah laku pencarian spiritual ya?”
For me, yes. A big yes. Saat jarum menusuk kulit dengan kecepatan ribuan tusukan per menit, I feel in pain. But that’s the pain that I need to feel alive and content. Saat tato sudah jadi, ada katarsis tak terkira - yang bikin saya lebih bisa merasa dekat dengan semesta.
So, if someone ask me, “Why tattoo?” - I’ll answer, this is the way i pray.
***
Grace:
Saya jadi kepengin ceritain tato-tato saya juga jadinya. Hahaha. Anaknya latah!
Well maybe some other time yah.
Have a nice Friday, y'all!
Love,
Pics credit:
sftimes[dot]s3[dot]amazonaws[dot]com/5/1/2/a/512a6b613f791efc8efbf380463a1100[dot]jpg
sftimes[dot]s3[dot]amazonaws[dot]com/9/7/2/7/97271b95936f7ca39cbba10c94220342[dot]jpg
Cerita di balik tato itu seru ya..thank you papi ubi sudah mau cerita..
ReplyDeletePenasaran versi mami ubi nih..
WOWWW... tulisannya keren! Open minding dan spiritual <3 Aku juga penasaran versi mami ubiii...
ReplyDeleteTato kedua aksaa sakral buat kami. Aku suka cara Adit menjabarkannya. Dan aksara ini menjadi tato abadi juga dalam pikiran dan jiwa kami, penganut Hindu
ReplyDeleteSelalu menarik mengulas filosofi dibalik sebuah gambar yang dirajahkan ke tubuh. Karena pastinya semua orang punya alasan sentimentil dibalik kekuatan menahan rasa sakit tertusuk jarum itu. Aku punya paman yang nyaris sekujur tubuhnya ditato dan masing2 punya cerita. Kalau dibahas satu persatu, seharian deh denger dongengnya hahahaha
Suka banget postingannya. Jadi nggak takut sama orang bertato.
ReplyDeletecowo tatoan itu keren!!
ReplyDeletestigma sekarang juga udah bergeser sih tentang tatoo.. malahan cewek juga ada tatoan kan.
Suamiku punya tatto tersembunyi di punggungnya, sebelum melamar aku, dia pernah takut2 nanya ke aku "are you ok with tattoo?". Kalau jaman dulu, cowok bertato itu selalu berkonotasi negatif, sementara sekarang udah agak lumayan, masyarakat sudah lebih open minded
ReplyDeletePas baca tentang tatto yang He Ain't heavy itu aq berkaca-kaca lho..
ReplyDeleteJadi ingat, dulu almarhum bapakku juga punya tato do telapak atas tangannya tapi sempat dihapus, cuma bekasnya masih terlihat :D
ReplyDeleteTato itu sebenarnya sdh ada sejak lama sih kalau di Indonesia, budaya jg, kyk suku Dayak dan bbrp suku lainnya gtu.
ReplyDeletePengen kadang ikutan bikin tatto juga. Apalagi bbrp temen kantor dan sodaraku tattoan. Tp pak suami jelas2 ngelarang hahahah.. Blm lg kalo ortu tau, aku bisa dicoret dari ahli waris hihihi..
ReplyDeleteTp kalo inget tatto, aku jd inget salah satu film komedi indo, tp lupa ges judulnya. Pokoknya di situ dia minta tatto gbr harley. Pas jadi malah vespa, wkwkwkwkwkw... Ga kebayang ngapusnya pasti mahal dan lbh sakit tdi :p
Setiap tatto pasti punya cerita di balik pembuatannya, karena ga mungkin ada orang yang rela merasakan sakitnya ditusuk jarum tanpa alasan yang kuat.
ReplyDeleteSelalu ada cerita dibalik gambar yah mba. Apalagi tato. Aku juga pengen punya tato di punggung, tulisannya bismillahirahmannirahim...hehhee. Entah mengapa. Ditunggu sharing tatonya dari mama ubi.. :)
ReplyDelete