Dulu saya pernah baca sebuah artikel parenting bagus. Udah lama banget dan sayang saya nggak catet source nya huhuhu. Artikel itu mengcompare anak-anak Indonesia dan anak-anak bule. Nggak semua poinnya saya setuju sih, tapi ada lah yang saya agree.
Di situ disebutkan bahwa anak-anak Indonesia mostly dibesarkan dengan kasih sayang berlimpah, pemakluman atas dasar 'namanya juga anak-anak' yang tidak pas and such sehingga tanpa sadar si anak jadi bermental bos yang harus sering dilayani. Intinya jadi kurang mandiri dan kurang tanggung jawab.
That I agree.
Agree nya nggak mukul rata yah. Saya setuju nya karena lihat dan ngerasain dari lingkungan terdekat.
Baca: Mengajarkan Kejujuran Pada Anak
Contoh sederhana yang paling gampang saya inget:
Aiden numpahin apa di rumah Eyang, saya suruh Aiden bersihin. Eyang be like,
"Mbok wis to, kasihan"
"Biar Mbak aja, ndak papa"
"Kasihan lho, Aiden tu lagi pengin main"
"Namanya juga anak-anak, wajar kalau numpahin"
Kalau apa-apa yang 'biar Mbak aja' ya nanti gimana mandirinya. Padahal sebenernya Aiden diajak bersihin juga udah mulai bisa.
Atau kalau makan di restoran, Aiden numpahin sesuatu dan saya ajak mungutin yang jatuh atau ngelap, waiter/waitress be like,
"Sudah Bu, nggak apa-apa. Biar kami saja"
"Biasa kok Bu, anak-anak numpahin makanan atau minuman"
Baca: Ketika Anak Muntah di Restoran
Walau kalau kejadian di resto sih saya bisa maklum. Mungkin pihak resto ingin menunjukkan fast response dan great service untuk customernya.
Highlight dulu. YA, saya tahu anak-anak itu wajar kok masih numpahin makanan atau minuman. Entah karena mereka buru-buru, atau karena mereka belum terlalu bisa mengontrol kekuatan tangan nya. Iya, biasa.
Saya maklum dalam arti tidak memarahi Aiden ketika dia menumpahkan sesuatu. BUT, memaklumi bukan berarti terus membiarkan Aiden kabur dan nggak take action untuk tumpahan yang dia bikin.
Baca: Mengajarkan Maaf, Terima Kasih, dan Tolong Pada Anak
Mengajarkan tanggung jawab tersederhana, ajak Aiden mengelap mess yang dia sebabkan. Dikasih tissue, suruh deh dia lap. Nggak 100% bersih emang kalau anak-anak yang ngelap. But at least udah ada gesture dia mau responsible dulu. Bahwa kalau dia bikin kotor, maka mari dibersihkan.
―
Ngelap ceceran makanan/minuman atau beberes mess yang Aiden sebabkan itu cuman contoh yang paling daily aja. Ngajarin tanggung jawab kan tetep liat-liat usia dan pemahaman anak juga. Nanti kalau udah makin gede baru ditambah pelan-pelan.
Baca: Printable Pekerjaan Rumah untuk Anak
Yang sebenernya jadi PR buat saya kemarin-kemarin itu lebih ke ngasih pemahaman ke Aiden bahwa menumpahkan minuman itu nggak apa-apa.
Saya pernah kelepasan ngomong dengan intonasi meninggi. Waktu itu Aiden mau minum sendiri, ambil gelas minuman dari meja sendiri. Gelasnya masih penuh banget jadi emang gampang terkocar-kacir isinya. Dan beneran tumpah-tumpah.
I wasn't angry actually. Tapi pas itu lagi capek banget, jadi saya bilang, "Aiden, hati-hati dong" rada ngegas. Huhu nyesel.
Nyesel karena abis itu Aiden jadi kayak nggak pede mau ambil gelas minumannya sendiri dari meja. Kayak dia mikir pasti tumpah atau kalau tumpah nanti Mami ngomel, jadi dia sering minta diambilin dan dipegangin gelasnya.
A bit disappointed at myself sih tapi ya udah mau gimana lagi hahaha.
Baca: Jadi Ibu Itu Nggak Gampang!
Kelepasan naikin nada ngomong ke anak in parenting is inevitable sometimes. And there's a price to pay. Saya jadi kayak ngulangin dari awal ngajarin Aiden ambil gelas dan minum sendiri. Sambil consistently nyemangatin,
"Ayo, Aiden kan bisa minum sendiri"
"Nanti Mami tepuk tangan ya abis Aiden selesai minum sendiri"
"Aiden minum sendiri ya, kalau tumpah nggak apa-apa"
"Mami nggak marah kok kalau tumpah, nanti kita lap sama-sama"
―
Hal kayak gini memang agak challenging kalau kita mempekerjakan baby sitter/asisten rumah tangga di rumah. Karena anak udah bisa associate baby sitter/asisten itu ada di rumah untuk mengerjakan urusan-urusan rumah tangga.
Pun bisa juga karena si mbak kepalang ringan tangan jadi default bantu aja. Atau, bisa juga karena si mbak takut dikira nggak cekatan makanya langsung buru-buru beresin mess. Makanya saya ngerasa penting menyamakan parenting rule sama mbak di rumah.
And that's why saya dengan eksplisit taroh poin 'Mengajarkan anak kedua untuk mandiri (mendampingi dengan tidak melulu langsung memberikan bantuan secara instan)' di kontrak kerjasama di bawah pasal Menggunakan pola asuh yang disepakati dengan PIHAK PERTAMA.
Baca: Kesepakatan Pola Asuh Antara Orangtua dan Pengasuh
Mengajarkan tanggung jawab atau apa pun pada anak idealnya orang satu rumah bisa kompak dan nggak bersebrangan. Kalau sama pengasuh sih bisa diakalin dengan jembreng apa-apa saja yang kita terapkan di rumah pakai kontrak.
Kadang yang sulit adalah menyamakan pola asuh dengan the eyangs. Buat saya, itu nggak terlalu big deal since kami nggak serumah. Kalau serumah, bisa dicoba dulu jelasin pelan-pelan ke mereka. Itu cukup challenging sih ya kayaknya. Soalnya banyak deh yang curhat beda parenting style sama orangtua atau mertua dan bingung ngakalinnya.
Kalau sama orangtua sendiri, mungkin lebih bebas. Yang tricky adalah sama mertua. Jadi, coba minta suami yang jelasin. Biasanya saya kaya gitu. Pas ada yang nggak pas sama mertua, saya minta Adit yang jadi jembatan. Works pretty well sih, karena Adit yang lebih ngerti gimana triknya untuk approach Papa dan Mama nya.
Pakai bantuan artikel parenting juga bisa. Jadi keliatan ada penguat argumen ketika Adit minta orangtuanya untuk melakukan atau stop melakukan sesuatu. Kadang generasi eyangs itu cuman perlu dijelasin dengan sumber yang kuat karena mereka berkaca pada pengalaman dan asas 'Dulu kan....' yang sudah nggak valid kalau diapply sekarang.
Saya pernah juga pakai trik ajak mereka saat ketemu dokter anak, lalu biar dokter anak yang jelasin. Mereka jadi lebih percaya karena dokter yang jelasin. Tapi ya sebelum itu, saya ajak kongkalikong dulu dokternya hehehe, which is why I think penting banget cari dokter anak yang bisa diajak kerjasama dan komunikatif di situasi macam ini.
Baca: Tips Memilih Dokter Anak
Huh jadi ngalor ngidul hahaha. Maaf yaa. Ceritanya ini blogpost dadakan. Biasanya udah kelar at least H-1 terus saya schedule. Cerita juga dong gimana kalian ngajarin tanggung jawab sederhana ke anak.
Have a nice Thursday! Mau ngapain hari ini?
Love,
Agree nya nggak mukul rata yah. Saya setuju nya karena lihat dan ngerasain dari lingkungan terdekat.
Baca: Mengajarkan Kejujuran Pada Anak
Contoh sederhana yang paling gampang saya inget:
Aiden numpahin apa di rumah Eyang, saya suruh Aiden bersihin. Eyang be like,
"Mbok wis to, kasihan"
"Biar Mbak aja, ndak papa"
"Kasihan lho, Aiden tu lagi pengin main"
"Namanya juga anak-anak, wajar kalau numpahin"
Kalau apa-apa yang 'biar Mbak aja' ya nanti gimana mandirinya. Padahal sebenernya Aiden diajak bersihin juga udah mulai bisa.
Atau kalau makan di restoran, Aiden numpahin sesuatu dan saya ajak mungutin yang jatuh atau ngelap, waiter/waitress be like,
"Sudah Bu, nggak apa-apa. Biar kami saja"
"Biasa kok Bu, anak-anak numpahin makanan atau minuman"
Baca: Ketika Anak Muntah di Restoran
Walau kalau kejadian di resto sih saya bisa maklum. Mungkin pihak resto ingin menunjukkan fast response dan great service untuk customernya.
Highlight dulu. YA, saya tahu anak-anak itu wajar kok masih numpahin makanan atau minuman. Entah karena mereka buru-buru, atau karena mereka belum terlalu bisa mengontrol kekuatan tangan nya. Iya, biasa.
Saya maklum dalam arti tidak memarahi Aiden ketika dia menumpahkan sesuatu. BUT, memaklumi bukan berarti terus membiarkan Aiden kabur dan nggak take action untuk tumpahan yang dia bikin.
Baca: Mengajarkan Maaf, Terima Kasih, dan Tolong Pada Anak
Mengajarkan tanggung jawab tersederhana, ajak Aiden mengelap mess yang dia sebabkan. Dikasih tissue, suruh deh dia lap. Nggak 100% bersih emang kalau anak-anak yang ngelap. But at least udah ada gesture dia mau responsible dulu. Bahwa kalau dia bikin kotor, maka mari dibersihkan.
―
Ngelap ceceran makanan/minuman atau beberes mess yang Aiden sebabkan itu cuman contoh yang paling daily aja. Ngajarin tanggung jawab kan tetep liat-liat usia dan pemahaman anak juga. Nanti kalau udah makin gede baru ditambah pelan-pelan.
Baca: Printable Pekerjaan Rumah untuk Anak
Yang sebenernya jadi PR buat saya kemarin-kemarin itu lebih ke ngasih pemahaman ke Aiden bahwa menumpahkan minuman itu nggak apa-apa.
Saya pernah kelepasan ngomong dengan intonasi meninggi. Waktu itu Aiden mau minum sendiri, ambil gelas minuman dari meja sendiri. Gelasnya masih penuh banget jadi emang gampang terkocar-kacir isinya. Dan beneran tumpah-tumpah.
I wasn't angry actually. Tapi pas itu lagi capek banget, jadi saya bilang, "Aiden, hati-hati dong" rada ngegas. Huhu nyesel.
Nyesel karena abis itu Aiden jadi kayak nggak pede mau ambil gelas minumannya sendiri dari meja. Kayak dia mikir pasti tumpah atau kalau tumpah nanti Mami ngomel, jadi dia sering minta diambilin dan dipegangin gelasnya.
A bit disappointed at myself sih tapi ya udah mau gimana lagi hahaha.
Baca: Jadi Ibu Itu Nggak Gampang!
Kelepasan naikin nada ngomong ke anak in parenting is inevitable sometimes. And there's a price to pay. Saya jadi kayak ngulangin dari awal ngajarin Aiden ambil gelas dan minum sendiri. Sambil consistently nyemangatin,
"Ayo, Aiden kan bisa minum sendiri"
"Nanti Mami tepuk tangan ya abis Aiden selesai minum sendiri"
"Aiden minum sendiri ya, kalau tumpah nggak apa-apa"
"Mami nggak marah kok kalau tumpah, nanti kita lap sama-sama"
―
Hal kayak gini memang agak challenging kalau kita mempekerjakan baby sitter/asisten rumah tangga di rumah. Karena anak udah bisa associate baby sitter/asisten itu ada di rumah untuk mengerjakan urusan-urusan rumah tangga.
Pun bisa juga karena si mbak kepalang ringan tangan jadi default bantu aja. Atau, bisa juga karena si mbak takut dikira nggak cekatan makanya langsung buru-buru beresin mess. Makanya saya ngerasa penting menyamakan parenting rule sama mbak di rumah.
And that's why saya dengan eksplisit taroh poin 'Mengajarkan anak kedua untuk mandiri (mendampingi dengan tidak melulu langsung memberikan bantuan secara instan)' di kontrak kerjasama di bawah pasal Menggunakan pola asuh yang disepakati dengan PIHAK PERTAMA.
Baca: Kesepakatan Pola Asuh Antara Orangtua dan Pengasuh
Mengajarkan tanggung jawab atau apa pun pada anak idealnya orang satu rumah bisa kompak dan nggak bersebrangan. Kalau sama pengasuh sih bisa diakalin dengan jembreng apa-apa saja yang kita terapkan di rumah pakai kontrak.
Kadang yang sulit adalah menyamakan pola asuh dengan the eyangs. Buat saya, itu nggak terlalu big deal since kami nggak serumah. Kalau serumah, bisa dicoba dulu jelasin pelan-pelan ke mereka. Itu cukup challenging sih ya kayaknya. Soalnya banyak deh yang curhat beda parenting style sama orangtua atau mertua dan bingung ngakalinnya.
Kalau sama orangtua sendiri, mungkin lebih bebas. Yang tricky adalah sama mertua. Jadi, coba minta suami yang jelasin. Biasanya saya kaya gitu. Pas ada yang nggak pas sama mertua, saya minta Adit yang jadi jembatan. Works pretty well sih, karena Adit yang lebih ngerti gimana triknya untuk approach Papa dan Mama nya.
Pakai bantuan artikel parenting juga bisa. Jadi keliatan ada penguat argumen ketika Adit minta orangtuanya untuk melakukan atau stop melakukan sesuatu. Kadang generasi eyangs itu cuman perlu dijelasin dengan sumber yang kuat karena mereka berkaca pada pengalaman dan asas 'Dulu kan....' yang sudah nggak valid kalau diapply sekarang.
Saya pernah juga pakai trik ajak mereka saat ketemu dokter anak, lalu biar dokter anak yang jelasin. Mereka jadi lebih percaya karena dokter yang jelasin. Tapi ya sebelum itu, saya ajak kongkalikong dulu dokternya hehehe, which is why I think penting banget cari dokter anak yang bisa diajak kerjasama dan komunikatif di situasi macam ini.
Baca: Tips Memilih Dokter Anak
Huh jadi ngalor ngidul hahaha. Maaf yaa. Ceritanya ini blogpost dadakan. Biasanya udah kelar at least H-1 terus saya schedule. Cerita juga dong gimana kalian ngajarin tanggung jawab sederhana ke anak.
Have a nice Thursday! Mau ngapain hari ini?
Love,
Mbak ges, kalo aku ngerasa kaya gtu banget di suamiku, mertuaku tuh ringna tangan banget sama kerjaan rumah tangga jadi suamiku dan sudara2nya ga pernah megang kerjaan rumah tangga sama sekali. Jadi akunya yg kadung emosi kadang kalo dia numpahin apa aja aku yg harus bersihin. Aku bertekad anakku ga boleh kaya gitu. Jangan sampe niru sifat buruk itu, niru pinter cari uangnya aja kaya bapaknya haha
ReplyDeleteSemangat Mbaaa. PRku juga iniii. Saling menyemangati yaaa :*
DeleteAnak sebenernya dilahirkan dengan fitrah yang baik. Dia mudah meniru apa yang dilakukan orang dewasa. Aku gak pernah ajarin Luigi buang sampah di tempat sampah, gak pernah ajarin dia naro cucian kotor sebelum mandi di keranjang, tapi karena dia ngeliat kami begitu, dia tiru. Numpahin air waktu belajar minum dengan gelas, juga dg sigap ambil lap. Nah, memang ini akan jadi gak konsisten kalo ada yang memutus kebiasaan baik ini kalo MBAH alias nenek dengan segala jurus kasih sayang apa2 dibantuin. Setuju ama gesi, semua harus satu kata. Termasuk "mbak", kalo "mbah" aku juga masih sering kecolongan hahahhaa. Aiden pinter, sehat2 ya rukun selalu sama kak Ubiiiiiiii ��������
ReplyDeleteMemang lebih mudah 'mengontrol' Mbak ketimbang Mbah sih ya. Aku pun ngerasain itu.
DeleteAku juga masih sering kelepasan pake nada tinggi, Mbak, kalau pas Kak Ghifa melakukan sesuatu yang buatku nggak seharusnya. Misalnya, awaknya nyium eh lama2 malah gigit. Spontan kan aku teriak marah karena kaget plus sakit.
ReplyDeleteKalau soal tanggungjawab, masih kurang sih Mbak, ini aku lagi gencar2nya ngajarin dia buat beresin mainannya. Ya harus pelan2 memang. Aku yg mulai dulu sambil nyemangatin dia, "Ayo Kak balapan siapa yang duluan masukin." Ngoceh mulu sampai habis tuh mainannya. Alhamdulillah selalu berhasil.
Aku aawalnya baca tulisan mbak Grace karena tertarik judulnya but setelah buka eh aku malah senyum-senyum lihat si Aiden, lucu gemes gitu mbak, salam sama anaknya
ReplyDeleteWahh jadi inget ponakan usianya 1.5 tahun seneng main bola, kalau bolanya ngegelinding jauh dia pasti nyuruh aku ngambil tpi aku biasa bilang "loh siapa yg tendang, yg main siapa yaa? Ambil sendiri dong" meskipun saya ragu anak 1.5 thn itu udh ngerti apa yg saya omongin apa belum haha. Ya tpi selarg malah mandiri bgt makan sendiri, mimi pakek gelas sendiri, ngambil bola juga sendiri, bersihin remah makanan juga sendiri walaupun cuman ala ala haha toi semua senang :D
ReplyDeleteKalo numpahinnya ga sengaja, awalnya memang disuruh lap sendiri. Tapi karena kesenengan lap, dia jadi suka numpahin air atau lap.
ReplyDeleteSekarang malah sengaja numpahin air ditempat yang ga sewajarnya, sofa atau karpet. Hiks. Pertama kedua kali dalam sehari masih dibilangin, tiga kali langsung time out. Haduuh kalo udah time out anak kadang juga jadi meraaa bersalah. *malahcurhat