Apa iya? IYA kok. Apalagi kalau kebutuhan terkait kecacatannya itu menyangkut kesehatan seperti konsultasi dokter, terapi, dan obat. Dengan BPJS itu semua bisa didapatkan dengan gratis. Cukup bayar iuran BPJS per bulan dan effort jabanin prosedurnya dari awal, on repeat.
... walau ya emang nggak semua alat bantu yang dibutuhkan anak dengan disabilitas bisa dibayarin sama BPJS sih. Dan malah kemarin sempet ada aturan baru terkait terapi. Cuma boleh di RS yang ada dokter spesialis rehab mediknya, yang padahal TIDAK SEMUA rs punya dokter itu.
Banyak banget orangtua ABK (anak berkebutuhan khusus) yang mengeluhkan dan denger-denger mau diperbaiki lagi sistemnya, mau dikembalikan seperti awal. Atau sudah? Sori nggak update.
Tapi, bagaimana dengan biaya hidup si anak cacat ini? Biaya hidup yang bukan tentang kesehatan sehingga tentu nggak bisa dibantu negara dengan BPJS (atau asuransi kesehatan apapun)? Ya bayar sendiri lah. Berat nggak? You bet.
Ini nggak memukul rata semua anak difabel pasti biaya hidupnya akan berat yah. Tentunya juga liat-liat disabilitasnya apa, tantangannya apa saja. Saya bilang berat pakai contoh kasus anak sendiri, si Ubii.
Buat yang belum tahu, Ubii lahir dengan Congenital Rubella Syndrome karena saya terinfeksi virus Rubella saat saya hamil. Dampak-dampaknya adalah: ketulian, kebocoran jantung (udah nutup btw bocornya), cerebral palsy, global developmental delay, dan disabilitas intelektual dari segi intelegensi dan perilaku adaptif.
Diksi disabilitas intelektual mungkin terdengar asing di telinga kalian. Sebelum disabilitas intelektual, sebutannya adalah retardasi mental. Apakah masih asing juga? To put it bluntly, keterbelakangan mental. To put it even more bluntly, idiot. There I said it, so you got the picture.
Tapi ya jangan pakai kata idiot ya, karena diksi yang telah disepakati bersama saat ini disabilitas intelektual.
Ok, go back to Ubii.
Disabilitas intelektual membuat Ubii jadi belum memahami banyak sekali hal. Global developmental delay bikin Ubii jadi telat banget mengalami fase tumbuh kembang. And now it's becoming more and more challenging.
Biasanya anak mulai curious masukin benda-benda ke mulut, manjat-manjat, dan berantakin barang itu usia berapa sih? Mungkin around satu tahun. Dengan tenaga anak satu tahun juga ya, sehingga orangtua masih belum kewalahan banget mencegah, memindahkan, atau memberhentikan.
Kebayang nggak anak masuk fase curious dengan tenaga dan ukuran badan anak umur enam tahun?
I hope you wouldn't have to experience that bcoz it's so fucking challenging.
Penasaran pengin buka kulkas dan berantakin semua isinya. Bisa diakalin dengan pasang penjepit pintu kulkas ya. Tapi ingat, ini tenaga anak 6 tahun. Otomatis tarikan-tarikan paksa biar kulkas bisa kebuka jadi makin kuat. Akibatnya ya penjepit pintu kulkas cepet banget broken. Beli baru lagi. Rusak lagi. Beli lagi. On repeat. Jelas nggak dibayarin negara kan penjepit pintu kulkas dan pengaman-pengaman rumah lainnya itu?
"Ya kan bisa dengan dikasih tahu terus bahwa kulkas itu bukan mainan biar Ubii berhenti dari kebiasaannya main sama kulkas"
Ingat, ada disabilitas intelektual. Anak-anak yang sehat pada umumnya, BISA BANGET dengan terus dinasihati dan disounding untuk tidak main kulkas, hal-hal bahaya, hal-hal beling, dan lain-lain terus jadi ngerti. Even kalau kita ngasih tahu sambil bentak-bentak nih, mereka akan jadi kapok ngulangin.
Ubii belum mengerti itu. Misal nih ya, saya mau ngasih tahu sambil murka kaya apa pun, ya besok akan diulangi lagi. Karena emang belum ngerti gimana.
Kalau ingin sesuatu yang kami nggak tahu maksudnya atau kami tahu tapi nggak bisa penuhi, Ubii bisa marah yang teriak-teriak dengan posisi tiduran telentang lalu jeduh-jedugin kepalanya ke lantai. Atau duduk bersimpuh, terus jedugin kepalanya ke tembok.
Don't you fucking dare to tell me that itu kebiasaan yang berbahaya ya, just don't. KARENA TENTU SAYA TAHU LAH. Tapi mau apa juga? Dikasih tahu berulang kali juga belum mengerti sampai waktu nanti yang bicara.
Mau main aman ya pasangin deh karpet jadi empukan kan, nggak langsung ubin yang keras. Pasangin busa, matras, atau karpet puzzle, or anything di dinding-dinding biar nggak kejedug tembok langsung. Itu beli karpet, busa, matras, karpet puzzle, etc nya dibayarin negara? Ya gak lah. Bayar dewe.
Kalau busa atau karpet puzzle doang sih nggak gitu mahal ya. Tapi lem / selotip nya ini loh, mayan gengs. Apalagi kalau pakai tenaga anak 6 tahun yang narik-narik juga udah bisa kenceng, sering gampang lepas, tempel lagi, lem/selotip abis, beli lagi.
Kayaknya saya akan waras-waras aja kalau ngalamin episode-episode begini hanya siang, lalu malamnya saya bisa istirahat tenang. BUT NO.
Ubii itu boboknya masih kacau. Dan sebelum bisa tidur, pastiiiii ada momen di mana dia pengin keluar kamar dulu jadi gebrak-gebruk pintu kamar. If I'm lucky enough, gebrak-gebruk bentar lalu dia akan balik sendiri ke kasurnya dan tidur. At rough nights, dia akan kesel karena nggak bisa keluar, dan akan tantrum nangis teriak-teriak dan jedugin kepala.
"Peluk aja sambil tiduran biar Ubii gabisa gerak dan lama-lama ketiduran"
Oh you think that works, huh? Nope. Selama dia belum ngantuk dan belum maunya sendiri untuk tidur, dia akan meronta terus. Lama-lama saya yang kalah. Even Adit aja kalah. Ubii bisa mencengkram dengan kuat banget atau menggigit demi melepaskan diri dari kurungan pelukan kami, lalu ya gebrak gebruk pintu.
Lama-lama saya terlatih untuk bisa tidur di tengah suara brak-bruk itu. Tapi ya tetep lah pasti jadi kebangun-bangun kalau brak-bruk nya kenceng. Bangun yang kaget, campur sedih, kadang kesel juga iya, campur meratap kapan episode kaya gini berakhir.
"Ubii kamar sendiri aja. Kulkas, dispenser, blablabla yang bahaya diletakkan jauh dari jangkauan Ubii aja, diumpetin"
Lha udah ga ada kamar gimana? Mau naroh barang gede kaya kulkas dispenser blablabla yang jauh juga di mana wong rumah cuman segini? Saya bukannya nggak bersyukur sama rumah ya. Bersyukur banget banget banget banget banget! But just stop already giving those kinds of suggestions.
Rombak rumah aja biar luasan. Biar bisa bikin kamar satu lagi dan bikin ruangan sendiri tempat naroh kulkas, dispenser, blablabla yang ada pintunya. Toh taman saya luas ini, ga masalah dipangkas atau even ga punya taman juga ga apa-apa. Rombak rumah untuk mengakomodasi atau adjust kebutuhan ruang dan eksplorasi anak dengan disabilitas intelektual dibayarin negara? Wkwkwk.
Oke mungkin tidak usah sejauh itu.
Saya naroh make up, skin care, lotion, lalala di atas lemari baju anak-anak. Emang kami semua masih sekamar. Lemari baju mereka modelnya yang rak susun laci gitu loh. Ubii udah bisa jangkau. Pernah yang dia berdiri pegangan pinggiran lemari, memporakporandakan barang-barang saya itu. Lumayan. Ada foundie Make Over pecah. Ada eye shadow yang jadi remuk. Untung FTE SK-II udah saya pindahin ke botol plastik semprot. Kalau nggak, saya bisa nangis meraung-raung.
Mungkin dengan beli rak-rak yang tinggian, yang Ubii gabisa jangkau. Tapi ya tinggal tunggu waktu aja sampai Ubii lebih tinggi dan akhirnya bisa menjangkau lagi. On repeat.
Atau simpen make up, skin care, lalala di tempat lain. Tapi di manaaaa???? Lemari baju udah penuh. Mau beli satu lemari lagi yang bisa dikunci, misalnya, di kamar udah blas nggak ada space.
Selalu saja ada yang harus dibeli untuk mengamankan rumah, mengamankan barang, mengganti sesuatu yang pecah, atau agar tidak pecah. Jelas bukan urusan BPJS lagi. Jelas kantong selalu kebuka-buka lagi.
Contoh terakhir, karena kalau jembreng semua akan jadi panjang banget dan saya udah capek rant. Untuk urusan bersihin mulut Ubii.
Ubii tuh hipersensitif banget mulutnya. Selalu menolak dan memingkemkan mulutnya saat akan dibersihkan. Urusan bersihin mulut, gigi, lidah itu selalu bikin ngos-ngos an every single day. Selalu harus ada pemaksaan dulu dan butuh dua orang. Satu orang yang bersihin mulut, satu orang lagi pegangin tangan dan kaki, sambil gelitikin perutnya biar dia ketawa lalu otomatis buka mulut. Posisinya tiduran telentang, biar kebayang.
Dengan behavior Ubii yang self-defense banget saat dibersihin mulutnya, akan susah banget kalau gosok lidah itu pakai sikat gigi atau pakai sikat silikon. Ga akan bisa bersih. Lidahnya akan putih-putih yang ngeblok-ngeblok gitu bekas susu dan makanan. Ga mungkin kan kalau yaudah nyerah aja gausah dibersihin?
Solusinya apa? Pakai tissue khusus mulut nya dr. Brown's (tooth & gum wipes) yang harganya almost 100 ribu isi 30 lembar. Habisnya jelas nggak sampai sebulan dong, kan sehari minimal dua kali bersihin mulut kayak kita gosok gigi aja deh. Kalau terapi oral pas fisioterapi juga dipakai. To count it roughly, 100 ribu untuk 2 minggu. Artinya 200 ribu untuk sebulan. HANYA untuk urusan bersihin mulut doang. Dibayarin negara? Ya tentu tydac.
Mau yang lebih ngirit, bisaaa. Pakai kassa dicelup air kan? Tapi itu nggak efektif untuk kondisi Ubii. Kain kassa nya gampang njiret dan nyangkut di gigi Ubii yang lancip-lancip. Pernah juga beli gum wipes yang murahan, merk Korea atau apa gitu, murah banget di toko perlengkapan bayi. Ternyata emang ada harga, ada rupa. Gampang koyak. Cuman yang dari dr. Brown's aja yang efektif.
All in all, saya percaya kok rezeki itu udah diatur sama Gusti Yang Maha Baik. Tapi ya tentu saja ada kalanya saya capek sama pengeluaran yang tidak ada habisnya ini. Keluar banyak duit kalau buat beli belanja atau liburan, pasti seneng dan nggak diratapi. Ya iyalah, wong bisa dinikmati. Tapi kalau untuk begini-begini, MUSTAHIL kalau nggak pernah ngerasa capek atau ngeluhin. PASTI ngeluhin sesekali, entah keluhannya diomongin atau hanya dibatin karena takut dijudge tidak bersyukur diamanahi anak istimewa.
And yes I'm feeling exhausted at the moment.
Dan plis lah kalau ada yang bilang gini, (which is banyak saya nemu komen kaya gini):
"Ga papa deh kalau kelak saya atau sodara saya punya anak cacat karena Rubella daripada harus menyuntikkan zat asing yang entah halal atau haram (maksudnya vaksin MR) ke tubuh anak saya. Kan anak cacat itu pasti tetap datang dengan rezekinya. Kan toh nanti terapi-terapi dan obatnya bisa pakai BPJS"
...
OH WOW.
Are you seriously ready and willing untuk selalu keluar duit banyak yang entah sampai kapan? Nggak semua kebutuhan anak yang punya kecacatan itu bisa dibantu sama negara, sama BPJS. Jangan lupain biaya hidupnya juga, yang tidak semurah itu.
And there's no cost worth your sanity.
I almost cry to sleep every single night just to worry about her future, to feel desperate waiting for another progress, or simply because I am exhausted.
Are you seriously willing to feel that at most of your days?
MUI sudah memberikan anjuran untuk tetap memberikan vaksin MR pada anak-anak kita yang berusia 9 bulan sampai dengan kurang dari 15 tahun. GRATIS. Please just do it. Kalau memang setidak bisa itu memikirkan orang lain demi menciptakan herd immunity, pikirkan keluargamu sendiri. Sepupu, keponakan, anak, cucumu kelak. Karena satu keluarga saja punya anak dengan kecacatan, itu akan jadi 'beban pikiran' saudara-saudara, eyang-eyang juga. Apalagi jika kita kelak kewalahan dan perlu minta bantuan dana sama mereka.
Just can give you a bigggg huggg Mom Ges n Dad Adit.Semoga selalu dikuatkan.Ng kebayang kalo kami diberikan special need kid olehNya.Stay strong Gessss :-)
ReplyDeleteMamii Ubi semangat terus yaaa, semangatmu panutan banget deh. Btw penjepit kulkas tuh yang gimana ya? Aku udah pusing sayuranku habis rusak sama si adek yg udah bisa buka kulkas ��
ReplyDeletemami ubii... big huuug :-*
ReplyDelete*hug mami ubii*
ReplyDeleteSemoga dilancarkan terus rezeki mba Gesi dan mas Adit yaaa.
Peluuuulkk mami ubii :*
ReplyDeleteAku ga percaya banget ada yg komen kaya gitu sangking gamau anaknya vaksin MR, miris banget! ðŸ˜ðŸ˜
Peluuuulkk mami ubii :*
ReplyDeleteAku ga percaya banget ada yg komen kaya gitu sangking gamau anaknya vaksin MR, miris banget! ðŸ˜ðŸ˜
Tidak apa-apa mama Ubiiii, sesekali pasti merasa lelah, capek, kesel, misuh-misuh...lepaskan sajaah biar lega, tapi habis gitu kudu tetep ceria lagi yaa... :* semangaaaat...
ReplyDeleteSemangat terus ya mami geci. Aku tau itu pasti ga mudah. Dont give up *hughug
ReplyDeleteBaca postingan ini sambil makan indomie rebus campur telor gegara merasa exhaust banget.
ReplyDeleteCapek, energi terkuras banget oleh kelakuan bocah bayi yang entah pakai baterei apa, sampai energinya gak abis2.
Seharian muteeerrrr aja dalam rumah, buka lemari, bongkar isinya, buka kulkas keluarkan isinya, buka keran air trus main seluncur berenang di lantai.
Abis itu dia jatoh kejedot.
atau sibuk meneliti dinding, trus kalau ada yang bisa dicolek2 sampai terkelupas catnya trus di masukan mulut.
Ampuuunnn mamak lelaaahhh..
Belom lagi ketambahan kakaknya yang super lelet, mamak butuh tiduurrr, tapi me time dengan makan indomie ternyata lumayan membantu.
Lalu babaca postingan ini.
Tiba2 saya nyaris keselak plus ketampar.
Bagaimana mungkin saya mengeluh capek mengatasi anak mungil ini, sedang mami Ubii tantangannya jauh lebih besar.
Makasih udah sharing mami Ubii..
Hanya bisa mengirimkan pelukan dan doa, semoga mami Ubii selalu kuat, dan diberi kesehatan selalu.
Dan Ubii bisa lebih baik perkembangannya, aamiin
Mau maki sebenernyaaa, tp takut dosa -_-. Sabaaar ya ges.. Aku baca ini aja, langsung speechless dan seolah berasa gmn beratnya mengurus anak berkebutuhan khusus :( . Aku sendiri jd bersyukur, tp juga empati buat semua temen2 yg mengalami. Semoga selalu dikasih rezeki yg banyak, dan kesabatan ekstra yaaa. Dan semoga selalu ada miracle utk progress anaknya.. Semangat gesiii
ReplyDeleteI feel Gesi.. orang2 yg kagak tau specialneeds ini butuh extra semuanya. Tenaga, pikiran juga duit. Kita musti atur bugdet dan saving money buat masa depan anak. Pas anak sakit dan BPJS cm bisa dipake sekali setiap bulan, selebihnya bayar sendiri. Lelah penat trs bercermin.. semangat ya Ges! Kamu slh satu yg bs kasih good influence good vibes buat mama galau mcm aku 😘
ReplyDeleteBe strong mba Gesi 💖
ReplyDeleteSemangat terussss mom��Tuhan tidak akan memberi cobaan di luar batas kemampuan hamba-Nya kok. Tuhan tau mama ubii kuatt��
ReplyDeleteBig hug����
Kerasa banget sih luapannya di tiap tulisan ini. Be strong ges!!!!
ReplyDeleteMbak Gesi, maaf.. kalau bicara jujur, apakah mbak Gesi pernah menyalahkan atau sakit hati kepada orang yang dulu menularkan rubella ke Mbak Gesi?
ReplyDeleteMaaf ya kalau pertanyaanya sensitif ����
Big hug mami ubii..
ReplyDeleteSaya sedang hamil, dan jadi was-was banget sama virus Rubella ini. Mana di kota kami pencapaian imunisasi MRnya masih tergolong jauh dari target pula.
Saya jelas yang gak rela kalau sampai ada keluarga apalagi anak sendiri terkena dampak dari para kaum antivaks itu. Ya Allah.. Semoga dijauhkan.. Saya gak akan bisa se-setrong mbak Gesi..
yang kuat ya mommy Ubi.. hugssss
ReplyDeleteLove you gesi.. Keep strong
ReplyDelete