Beberapa temen kuliah saya sekarang bekerja sebagai guru preschool dan kindergarden. Seneng sih karena ternyata saya jadi suka kebagian ilmu atau info baru. Bisa minta ide bermain dan minta diajarin aneka lagu anak yang ada gerakannya dari temen-temen saya ini.
Dari beberapa temen guru itu, ada satu yang deket banget sama saya dan sering main ke rumah. Udah level sahabat sih. Aiden pasti seneng tiap temen saya yang ini, sebut saja Loli, dateng ke rumah karena Aiden pasti diajak main macem-macem sama dia.
Saya sama Loli ini simbiosis mutualisme, lol. Loli suka update saya banyak ide kegiatan main sama anak. In return, saya cuman sediain kuping untuk dengerin Loli curhat, which always reminds me bahwa jadi guru anak usia dini itu challenging! Bow down buat semua guru usia dini!
Kebetulan Loli belum menikah. Jadi dia suka ngerasa butuh tuker cerita sama saya yang udah ibu-ibu ini, terutama kalau topiknya tentang dealing with parents. Yang bikin saya jadi ngeh juga bahwa tipe orangtua saat diinfo sekolah bahwa anaknya bandel itu macem-macem.
Ada satu ibu yang sering jadi bahan curhat Loli. Sebut saja siapa yah, hahaha, kok blank memikirkan nama samaran. Kita sebut dengan Mama Badu aja deh. Ceritanya anaknya namanya Badu. Nama yang sering ada di buku paket Bahasa Indonesia jaman saya SD dulu.
Jadi si Badu ini tipikal anak yang apa yah. Mau bilang nakal kok nggak sampai hati. Tapi dibilang nggak nakal kok ya nakal huhu. Kalau pakai diksi bandel lebih halus nggak sih lol. Mungkin dia butuh perhatian(?) Udah terhalus itu yah hahaha.
Dari cerita-cerita Loli dengan waktu yang berbeda, ini list kelakuan annoying Badu:
1) Suka mukul temennya duluan, padahal temennya nggak ganggu dia sama sekali. Kadang mukulnya level enteng doang. Tapi beberapa kali level serius yang sampai temennya pulang-pulang dengan bekas cakaran atau berdarah gitu.
2) Suka main rebut mainan yang sedang dipakai temennya, tanpa bilang atau nanya dulu. Kalau temennya mempertahankan mainan, si Badu langsung pukul.
3) Suka ambilin snack temennya, padahal dia juga dibawain snack.
4) Cerita terupdate dari Loli, belakangan Badu dua kali melontarkan kata kasar. Yang pertama pas mau rebut mainan dari temennya dan ngomongnya pelan. Yang kedua pas nggak ada apa-apa, tiba-tiba aja gitu ngomong tapi keras volumenya. Kejadian kedua ini ndilalah ada temennya yang denger dan jadi ikut-ikutan nyeletuk.
Loli jadi ketambahan PR kan. Nggak hanya approach Mama Badu, tapi juga harus approach ke Mama si anak yang jadi copying kata itu. Lalu Loli mumet.
Btw, di luar behaviornya yang kasar, secara akademis Badu itu anak yang brilian. Apalannya kuat banget. Storytelling jago. Menghitung oke. Dan anaknya suka belajar gitu kalau dari pengamatan Loli sebagai gurunya yah. Selama sesi materi edukasi, Badu ini manis banget. Duduk di meja kalem dengerin guru dan super kooperatif. Baru di sesi bebas, kasarnya kumat-kumatan.
Tiap kegap abis kasar entah itu main rebut atau mukul temen dan diingetin sama guru-guru, Badu hampir selalu langsung nangis. Loli menggambarkan nangisnya pakai diksi berlebihan. Karena berurai air mata banget-banget, langsung cepet minta maaf dengan kata-kata yang terstruktur seperti udah default, sambil mengatupkan tangan. Mohon ampun ke guru yang negur dengan sangat menyentuh gitu lah. Tapi besoknya selalu kasar lagi. Nothing changes.
Yang bikin Loli dan guru-guru lain puyeng adalah karena Mama Badu ini denial parah. Tiap diinfo Badu abis kasar (dengan aneka konteks dan berbagai teman yang jadi korban), Mama Badu selalu bilang, "Badu nggak mungkin begitu."
PADAHAL ADA VIDEONYA!
Iya loh, jadi miss-miss di sekolah Badu ini kan pakai bantuan video untuk menjelaskan ke Mama Badu. Kayak pas Badu tarik-tarikan mainan sama temennya dan mukul itu, ada dua miss yang lerai dan ada satu yang sigap videoin. Sesi Badu mohon ampun juga ada videonya. Tetep aja denial.
Lama-lama, justru Mama Badu ini yang ngerasa jadi korban pula. Bikin-bikin status yang intinya mempertanyakan kenapa Badu selalu disalahin, kenapa Badu sering dianggap sebagai biang onar, and such. Gimana ya huhu.
Terakhir tentang Badu nyeletuk kasar dua kali, itu kisah tergres. Miss-miss nya nginfoin sambil nanya kira-kira Badu denger dari mana. Mama nya bilang paling dari televisi. Dicecer lagi sama miss nya, Badu suka nonton apa. Channel-channel indovision, channel nasional, atau YouTube gitu. Ternyata Badu kalau nonton cuma channel-channel Indonesia.
Saya langsung mikir, hah emang ada ya tayangan tivi kita yang mengandung kata itu? Soalnya setahu saya, tontonan tv sekarang kata-katanya udah jauh lebih aman daripada tayangan jadul. Kalau pun ada kata-kata yang nggak ramah anak itu biasanya adalah ngondek, bencong, budeg. Belum pernah sih saya tahu tontonan masa kini ada unsur kata kasar yang diucapkan si Badu itu.
Anyway, setahu Loli, keluarga Badu ini kurang harmonis karena kadang Mama Badu bikin status yang kebaca kayak lagi berantem sama suaminya. Jadiii, sempet Loli dan para miss mikir apa jangan-jangan Badu pernah liat orangtua nya berantem yang pakai bumbu-bumbu diksi kasar?? Yang yaaaa, nggak terjawab sih karena Mama Badu selalu deny apa pun dan susah sekali 'dipancing' untuk mau open up.
*
Nggak ngerti sekarang update cerita Badu gimana, udah lama nggak cerita-cerita sama Loli. But one thing that we need to learn together is to let go our ego, kalau kita ada di posisi ibu yang dilaporin anak kita berulah di sekolah.
Sebagai ibu, pasti kita berusaha ngajarin yang baik-baik yah. But sometimes things go crazy and out of control. Bisa jadi anak adopt perilaku buruk yang dia LIHAT, meskipun kita nggak pernah ajarin. That's one thing.
Second, kita pasti penginnya anak kita jadi manusia budiman. Jadi mungkin emang ada rasa nggak terima (or anything you call it) saat ada yang lapor anak kita behaviornya justru kebalikan dari budiman. Sampai sini masih lumrah sih. But then we gotta learn to face that anyway. Apalagi kalau udah kejadian berkali-kali, dan ada bukti loh. Sampai kapan kita akan denial.
Let us try to understand that denial will do us nothing good.
Anak jadi kepending terus untuk mendapat pendampingan yang dia butuhkan. Kasihan anak-anak lain yang sekelas juga karena mau sampai kapan mereka ngalamin digangguin or worse dipukul tanpa sebab. Guru/sekolah juga susah mau maju nawarin konsul ke psikolog atau bantuan lain. Dan ya, living in denial emang nggak ada untungnya aja.
In Badu's case, I feel bad buat temen sekelas Badu yang jadi copying kata kasar yang dilontarkan Badu. Once we neglect our kids' needs, efeknya bisa panjang, dan kadang ke anak lain juga.
Let us be realistic moms. Berusaha menanamkan values yang baik, sambil tetep legowo dan mau menerima masukan.
Love,
Di kelas anakku ada yg tipe gini.. anaknya ampun2an,, hampir semua temen di kelasnya pernah jadi sasaran 'nakal'nya..macem2.. dan tiap dikomunikasikan ke ibunya, ibunya denial.. dan memang anaknya ini pinteeer, terus kalo ditegur sama bu guru di sekolah, nangisnya udah kayak diapain sama gurunya.. gurunya kadang jadi serba salah..
ReplyDeleteDari cerita ini bisa ambil pelajaran, kelak kalau guru anak menyampaikan sesuatu saya nggak boleh denial harus koreksi dan diskusi dengan gurunya.
ReplyDeleteYup,paling susah itu berurusan sama orang yang Denial.
ReplyDeleteAda metode atau cara untuk bilang ke orangtua yang denial gini gak sih? Aku pengen ngasih tahu tetangga soal anaknya yang hampir kayk gini, tapi gak enak. Takut malah dibilang mengada ada. Padahal yaa bukti jugaa ada.
ReplyDeletenoted, postingan ini sebagai pengingat bahwa gak boleh langsung denial ketika ada laporan mengenai perilaku anak. tapi..... dengan nggak denial, bukan berarti langsung judge juga kalau si bocah yang bersalah. bagiku PR banget nih, kudu pakai kepala dingin.
ReplyDeleteHal-hal begini yang selalu bikin saya deg-degan jadi seorang ibu, takut anak saya nakal, takut juga dinakalin, hahaha.
ReplyDeleteTapi, kalau anak saya sering di nakalin anak kayak gini, tentu saja saya protes, agar sekolah bisa mengambil langkah tegas, gak cuman geleng-geleng kepala aja liat anak yang merugikan orang lain.
Di sisi lain, juga PR banget buat saya.
Sebagai ibu yang berjuang sendiri menghilangkan gejala PPD, saya rasa anak pertama saya banyak menyimpan luka di hatinya karena sikap saya yang 'agak error' hiks.
Makanya baca ini jadi kayak tamparan buat saya, untuk lebih menggali kepribadian anak saya lebih dalam.
Sedih juga kalau anak jadi 'aneh' kayak gini dan merugikan orang lain.
Sejauh ini, menurut si kakak dia hanya sangat cengeng di sekolah.
Belum sampai tahap merugikan anak lain sih, eh pernah sih tapi dia udah ngerti kalau itu salah dan Alhamdulillah gak pernah diulangi lagi (update dari gurunyA)
Btw, saya dulu, nama yang ada di buku pelajarannya, namanya Budi, Wati dan Iwan.
Kalau Badu kayaknya enggak deh.
Fix saya tuw eh senior banget hahahahaha
Salam kunjungan dan follow :)
ReplyDeleteOrtu denial tuh lebih karna malu sih mnrtku...knp dia malu ? Ya jatohlah harga diri kalau anak dicap jelek... enaknya si mama suruh dtg ke skolah observe anaknya lgs tanpa dikasi tau ke anaknya kalo si mama dtg. Ya jangan sehari, tp 2-3 hari untuk ngecek dan diskusi sama teachers...
ReplyDeleteJadi ingat drakor Beautiful World.. Ada seorang ibu yang denial anaknya jadi tukang bully sementara mereka keluarga terpandang, akhirnya si ibu melakukan segala Cara untuk melindungi anaknya agar terlihat tdk bermasalah. Pada akhirnya si anak tumbuh jadi sok.. karena merasa dilindungi terus sama ortunya.. jadi pelajaran banget memang utk Kita sbg ortu harus mau mendengar kritikan dan Saran dari orang lain.
ReplyDeletemungkin sekolah perlu sekali-sekali mengundang ortu badu ke sekolah diam2 dan melihat dengan sendirinya apa yg dilakukan anaknya. ya agar ngerti betul bahwa yg terjadi tidak baik. karena dg video saja tidak mempan... lalu buat kesepakatan bersama bagaimana baiknya, walaupun susah sih berhubungan dengan yg hobi playing victim
ReplyDelete