Monday, August 26, 2019
Pelan-Pelan Bermimpi
Ada orang-orang yang membuat keputusan dengan tahu pasti mereka mau bikin apa dalam hidupnya di masa yang akan datang. Memutuskan masuk Fakultas Kedokteran karena punya cita-cita mengabdikan diri sebagai tenaga kesehatan di pelosok negri, misalnya. Atau yang lebih sederhana, memutuskan ikut workshop menulis karena pengin nerbitin buku.
On the other hand, ada juga orang-orang yang membuat keputusan mengambil suatu kesempatan tanpa gambaran nyata mau jadi apa. Mungkin bisa dibilang kurang perhitungan atau terburu-buru, kalau dilihat dari kacamata orang yang serba terencana hidupnya.
Setahun belakangan ini, saya adalah tipe orang yang kedua.
Ikut sertifikasi play therapist tanpa tujuan memang ingin jadi terapis bermain. Ikut sertifikasi Cognitive Behavior Therapy tanpa dibarengi mimpi mau konselingin orang. Semuanya tujuan awalnya hanya demi diri saya sendiri.
Yang kuliah play therapist ini awalnya malah hanya second option. Kalau udah baca blog saya cukup lama dan nggak kelewatan tulisan saya, pasti tahu dulu saya niat banget pengin ambil S2 Psikologi tapi belum jodoh. Psikologi Perkembangan, jalur yang saya mau, kalau di Jogja adanya cuman di UGM. Udah nanya-nanya perkuliahan di sana, ternyata ritme nya hectic banget. Saya jadi harus ngorbanin banyak hal dan menurut saya jadi nggak worth it.
Baca: Kegalauanqu Tentang Quliah
Kampus lain di Jogja, S2 nya nggak ada yang Psikologi Perkembangan. Hanya ada Psikologi Industri atau Psikologi Pendidikan yang saya nggak minatin. Cek website Universitas Terbuka malah belum ada S2 Psikologi. Jadi pupus lah sudah, for now.
Berhubung emang udah ada budget kuliah dan seingin itu bisa belajar, akhirnya saya cari-cari opsi lain yang nggak terlalu jauh dari Psikologi Perkembangan dan calling saya. Nemu lah opsi Post-Grad Certificate Play Therapy dan Diploma Montessori. Yang Montessori akhirnya saya drop karena saya pikir ilmu play therapy akan lebih longlasting, secara ilmu aplikasi Montessori hanya sampai anak berusia 6 tahun.
Baca: Montessori Yang Bukan Segalanya
Jadi yaudah ambil yang play therapy, hanya karena mau kuliah aja. Waktu daftar dan bayar, sama sekali loh saya belum ngeh bahwa kuliah ini adalah untuk sertifikasi profesi. Belum tahu bahwa saya bisa praktik dan bisa punya klien.
Awalnya saat baru ngeh, saya malah kecut. Karena belum mikir sampai ke sana, saya malah jadi ngerasa overwhelmed dan banyak kekhawatiran. Apalagi ada kewajiban practice 100 jam untuk bisa graduate. Mau practice di mana? Gimana cari klien nya? Blank totally blank. Rasanya ini terlalu 'serius' dari mimpi awal saya yang hanya ingin belajar dan hanya ingin bisa share something yang lebih bermanfaat di blog/sosmed.
Tapi ternyata saya belajar dengan pengalaman bahwa mimpi bisa dibangun pelan-pelan.
Yang awalnya nggak yakin gimana-gimana nya, pelan-pelan bisa nemu jalan nya satu-satu. Itu kuncinya: satu-satu. One step at a time. Ternyata bisa loh nemu practice. Ternyata bisa loh dapetin potential clients. Ternyata bisa loh pelan-pelan memperlengkapi tool kits.
Tentang Cognitive Behavior Therapy (CBT), awalnya saya memutuskan ikut juga lebih karena demi diri sendiri. Pengin banget melatih pola berpikir supaya hidup saya lebih kalem, lebih bisa overcome dark thoughts and feelings. Nggak yang dari awal ujug-ujug semulia itu berpikir demi bisa bantuin orang-orang yang curhat sama saya.
Setelah ikut dan certified, saya baru ngeh nah ini bisa juga bermanfaat buat orang lain ke depannya. Kelak kalau udah jadi play therapist, ada sesi interview dan ngobrol sama orangtua klien kan. Kalau ternyata si orangtua juga butuh masukan untuk memperbaiki pola parenting, CBT bisa saya aplikasikan sedikit-banyak ke orangtua.
(Kapan-kapan saya cerita tentang CBT di tulisan sendiri aja ya. Kalau udah sempet. Hehe).
Dulu saya ngerasa bahwa saya HARUS punya rencana yang jelas dan terstruktur. Demi lebih siap, demi lebih all-out, dan demi hasil yang lebih maksimal. Dulu rasanya ngandelin diri sendiri banget. Suka lupa bahwa saya cuman manusia dalam perjalanan menggapai sesuatu.
Sekarang pelan-pelan saya meyakini bahwa semua nggak ada yang kebetulan. Juga bahwa ada yang namanya kuasa semesta, hal yang sulit sekali saya jelaskan dengan kata-kata. Dan kok hidup saya sekarang terasa lebih kalem ya ritme nya, lebih enak.
Ternyata mimpi bisa saja dibangun pelan-pelan. Ternyata nggak harus jadi manusia paling terencana di segala hal. Somehow, ada momen di mana saya cuman perlu mengimani bahwa universe will come up with something good for me, eventually.
Bukan yang lantas berandai-andai santai kayak di pantai. Ya tetep usaha, tetep doing my best. Tapi apa ya. Mungkin lebih percaya pada proses aja kali ya. Lebih menata pikiran untuk doing one thing at a time. Putting my heart and believing that selama saya berusaha nya bener dan tulus, nanti nemu jalan aja. Pelan-pelan bakal keliatan path nya mau ke mana, dan mungkin mimpi baru akan hadir.
Sekarang mimpi saya yang di depan mata cuman bisa jadi play therapist yang kerja dari hati dan bisa bantu klien berproses. Dan mimpi baru untuk jangka waktu ke depan semoga bisa punya klinik. Joinan sama psikolog anak, ada layanan play therapy, ada jasa konsultasi orangtua, sharing sessions yang regular, semuanya pengin saya taroh dalam visi yang jalan sama-sama: mempromosikan pentingnya mental health anak dan orangtua, dan mental health is as important as physical health, dan mengikis stigma kalau ke psikolog berarti gila or such. Mimpi yang sangat besar. Bener-bener masih enol. Baik dari segi kantong maupun koneksi partner dan investor. Menuliskan mimpi ini aja saya dag dig dug banget rasanya. Nggak kebayang bisa punya mimpi kayak gini.
But yea, let's just trust the process. At least saya masukkin dulu mimpi yang satu ini di kepala. Mungkin someday this universe kasih kalau memang jodoh saya. Mungkin juga nggak. We'll see.
I don't know if you can relate or not. This is just a personal reflection sih. Feel free to disagree ya.
Have a nice Monday, people!
Love,
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Mimpi yang mulia banget mbak, dan kita pembaca blog turut menjadi saksi dan tim hore perjalanan mimpi tersebut. Semangat terus mamiii ^_^
ReplyDeleteThis is so relatable ci Gesi (: makin ke sini aku pun membangun mimpi-mimpi kecil, bertahan untuk menikmati prosesnya aja sampai suatu hari juga bisa menikmati hasil. Ikut senang selama setengah tahun ini ngikutin perjalanan ci Gesi belajar hal baru, menata mimpi and honestly I'm so proud of you. Terus semangat ya!
ReplyDeleteKumenghadapi kegalauan yg sama...pingin lanjut s2 tapi keadaan skrg blm memungkinkan...hrs sabar dan PELAN PELAN nanti Tuhan buka jalan 🤗
ReplyDeletesukaaa baca ini. related bgt dalam hal "nggak terstruktur dan terencana dalam bermimpi" tapi percaya pada kuasa semesta. Tfs mami ubii aiden..
ReplyDeletemore than relate.. ngalamin banget. dan seperti biasa, ciges yang menggelontorkan dahagaku :') kayak dikulitin banget isi hatiku.
ReplyDeleteBegin your journey with 'Pelang-Pelang Bermimpi.' Immerse yourself in a universe where dreams take their own course. Explore this intriguing narrative to discover the wonder within each moment."Thank you for sharing your knowledge! Keep up the good job! Continue to spread the word. Please take a peek at my website.
ReplyDeleteExcellent article! I want everyone to realize how valuable the information in your essay is. Regarding this subject, your viewpoints are really similar to mine. Because I am aware, I will visit your blog on a daily basis. It could be quite advantageous to me.
ReplyDeleteConnections NYT offers a plethora of levels, each with increasing difficulty. This ensures that players are constantly challenged, preventing the game from becoming monotonous. The diverse range of puzzles keeps you engaged and pushes your cognitive limits.
ReplyDelete