Saya sudah mulai praktik sebagai terapis bermain sejak September. Pengin cerita ah di blog apa yang saya rasain dari profesi ini. Buat yang belum ngikutin ceritanya dari awal, bisa baca-baca di highlight stories saya di IG @grace.melia yaa. Atau baca post ini: Rasanya Kuliah Lagi.
Satu hal yang kerasa banget adalah di rutinitas. Sebelumnya, saya dapet income sebagai content creator. Artinya kerja bisa di mana aja (seringnya sih di rumah) dan jam berapa aja, bebas. Pakaian juga tentunya bebas, banyakan sambil dasteran, kecuali saat datang event.
Baca: What They Think About Full Time Blogger And What Really Happens
Sekarang saya praktik di sebuah sekolah di Jogja. Jam sesi terapi sudah disepakati bareng pihak guru dan orangtua klien. Artinya sekarang saya punya time boundary. Konsekuensi terdekat adalah bangun dan ritual pagi perlu lebih terstruktur waktunya. Sebelumnya, saya baru bangun itu jam 6.30 atau 7 pagi hahahaha. Sekarang ya jelas bangun pagian.
Untuk pakaian juga jadi perlu menyesuaikan banget. Mana mungkin pakai daster ya kan. Minimal pakai baju yang sopan. Tapi apa kabar tato di tangan. Kudu tahu diri, saya kerja di lingkungan sekolah, perlu ketemu para guru dan orangtua, otomatis tutupin tato aja. Nggak mau banget kalau saya dipandang less hanya karena punya tato. Ternyata ini juga butuh keluar uang loh hahaha. Soalnya kemeja lengan panjang atau outer/cardigan lengan panjang saya itu cuman satu-dua. Akhirnya nyempetin ke toko baju murah meriah nyetok baju sopan, lol.
Tapi saya jalanin ini juga nggak bersungut-sungut sih. Saya anggap ini konsekuensi pekerjaan aja. Di sini, masih sering orang bertato dianggap urakan. Kecuali saya kerja as seniman atau apa, mungkin nggak masalah ya. Atau saat saya jalan-jalan or berkegiatan yang di luar kerjaan, itu juga santai. But during work as terapis untuk anak-anak? Jelas ada peraturan kesopanan tak tertulis yang yaudah sama-sama paham aja.
Baca: Parents with Tattoos Can Be Great Parents Too
Dua hal yang paling menggambarkan perasaan saya jadi terapis bermain adalah: amazed dan drained. Bertolak belakang banget yah padahal dua kata itu. But it is possible loh, we can feel them both at the same time.
Saya amazed, terpukau, takjub melihat proses dan progress klien. Gila banget sih, ini susah sebenernya dijabarkan pakai kata-kata. Anak yang tadinya punya beberapa issue, bisa beneran keliatan progress nya, dan kita ada mendampingi dia, ngeliat prosesnya itu rasanya amazing. Bukan karena saya adalah terapis handal. Tapi karena anak-anak itu powerful sebetulnya. Mereka bisa thrive untuk mengatasi issue mereka asal kita kasih safe place dan trust.
Apalagi ketika kemudian wali kelas dan orangtua ngasih tahu bahwa anak juga menunjukkan progress selama di sekolah dan di rumah. Rasanya hangat banget. Terharu. Bahagia. Campur aduk semua rasa itu di hati dan kepala.
Amazed juga ketika akhirnya menyadari betapa powerful nya bermain. Betapa bermain bisa menunjukkan karakter dan issue yang dihadapi anak. Ada sebuah quote yang dikatakan oleh Plato:
You can discover more about a person in an hour of play than in a year of conversation.Dulu pertama kali baca quote ini, saya mikir hah kok bisa gimanaaaaa malih. Setelah punya pengalaman sama klien, oh ternyata benar. Hail Plato! 'Hanya' dengan being there with client saat mereka bermain, bisa keliatan ternyata anak A sepertinya low self-esteem, anak B susah fokus, anak C kurang berani speak up menyatakan pendapat, dan lain-lain. Believe it or not, play can show that.
Dan kemudian session after session, kita juga bisa amatin oh anak C sepertinya sudah lebih berani bicara. Oh si ini sepertinya sudah lebih bisa self-regulate, dll. Apa yang anak-anak mainkan, bagaimana cara mereka memainkan, bagaimana ekspresi, body language, dan suara mereka, they all show.
Lalu drained nya kenapa?
Saya kasih perumpamaan ya. Terapis itu diibaratkan sebuah container, alias wadah. Menjadi terapis bermain bukan tentang menyelamatkan klien dari masalah dan juga bukan tentang menyelesaikan masalah mereka. We don't rescue our clients.
Peran terapis adalah jadi wadah yang aman untuk hold the clients. Safe place. Menerima anak sebagaimana mereka. Meyakini bahwa mereka bisa menyelesaikan masalah mereka sendiri dan kasih kesempatan untuk itu. Jeli melihat mana yang perlu dikasih reflective comments yang bisa mengantarkan mereka menuju proses. Jadi kita kasih empati secara emosional.
Dan ternyata emphatize emotionally itu drained hahahaha. Karena nampung itu tadi, jadi wadah itu tadi, jadi kayak menyerap sedikit banyak. Makanya sekarang jadi lebih sering istirahat hahahaha. Biar recharged lagi. Biar nggak jadi bawa masalah ke anak-anak saya di rumah.
Capek physically juga karena saya belum punya ruangan khusus untuk play therapy doang. Jadi setiap mau sesi, saya harus tata dulu semua mainan. Setelah kelar sesi, beresin lagi masukin ke box. Biar ruangan bisa kembali dipakai untuk kepentingan yang lain. Ternyata capek, bok.
But still, it's beautiful. So I don't really complain much about it.
Karena jadi lebih capek physically and emotionally, saya jadi cukup pilih-pilih mau ngapain. Ini imbasnya paling kerasa di blogging. Liat aja beberapa bulan ini blog saya sepi banget huhu. Rada sedih sih, tapi somehow ada puas sama diri sendiri juga.
Puas nya adalah karena ternyata sekarang saya lebih bisa mengukur energi dan waktu sendiri. Kalau dulu, secapek apa pun, saya pasti sempetin blogging. Good side nya, blog jadi rutin terisi. Down side nya, saya jadi sering begadang, tidur kurang cukup, lalu kecapekan. Sekarang bobo saya udah jauh lebih konsisten untuk lebih awal. Ya masih ada begadang kadang-kadang, tapi jelas nggak setiap hari banget.
Paling ngerasa kesel sih pas abis pulang dari Washington kemarin. Sebenernya pengin banget ceritain di blog semua pengalaman di US. Tapi ah sampai Jogja udah ada agenda ketemu orangtua calon klien, siap-siapin ruangan segala macem. Jadi yaudah, menenangkan diri dengan "Udah cerita di IG, yowis lah."
All in all, rasanya makin bisa melihat anak-anak as who they really are. Saya nggak bisa menerapi anak-anak saya sendiri, because I'm their mom, not their therapist. Tapi kerasa, komunikasi saya sama anak-anak lebih baik. Saat nemenin mereka, bisa lebih mindful juga.
Emosi saya yang lebih tertata juga ternyata kasih impact ke hubungan saya dan Adit. Sekarang kami berantem saling diemin udah nggak selama dulu. Berantem karena alasan receh juga udah nggak sesering dulu. Bersyukur banget.
Baca: Bertengkar Karena Capek
Jadi gitu gambaran apa yang saya rasain yah. Ngalor ngidul kayaknya, monmaap lol. Hari Selasa ini mau ngapain aja? Jangan lupa ikutan giveaway di Instagram saya, gengs. Hadiahnya seru, 2 vacuum cleaner buat 2 pemenang beruntung. Ceki-ceki yaaaa.
Have a nice day mwah.
Love,
Selalu suka baca cerita mami geci di blog. Soalnya saya sekarang nggak tiap hari buka IG. Tapi nggak apa-apa, pentingin aja yang prioritas dulu. Semoga play therapistnya berjalan lancar dan makin banyak anak yang terbantu yaa ^^
ReplyDeleteAaaakkk ikut seneng Mbaaak dengan update kesibukan barumuuu. Dan ngomongin soal empati, iya sih beneran bikin drain banget. Aku menyadari itu saat ada temen2 yang cerita permasalahannya pasti sering terjadi semacam ikut ngerasain juga. Cuma balik lagi, dia cuma cerita. Jadi aku pun harus lebih chill hahaha.
ReplyDeleteAduuh pengen banget kalau di jogja anak bisa ikut,. Ada ga ya play terapis anak di jakarta/tangerang?
ReplyDeletesering kangen dg cerita mami gesi di blog ini. tapi ikut bahagia dg aktifitas barunya yaa...
ReplyDeletePengen banget one day anak2ku bisa diterapi sama kamu Ci Ges... 😍
ReplyDeleteThis is due to the lengthy application process that can take 4 - 6 weeks. Additionally, once the practitioner is certified they must further credentials by becoming certified through the Board of Nursing. Proper credentialing is mandatory when selecting a qualified therapist.reiki near me
ReplyDeleteI need someone to recommend the best product among those listed on this site?
ReplyDeleteAnshinWater
I've been researching a very interesting subject, and I believe this to be among the most crucial details. Moreover, I liked reading your content.
ReplyDeleteamazing
ReplyDeleteCan an excellent therapist be this difficult?
ReplyDelete